Larantuka, Ekorantt.com – Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Dirjen Kebudayaan, Kemdikbud Ristek, Sjamsul Hadi, mendorong perlu adanya rembuk atau musyawarah adat masyarakat adat Flores Timur dan Lembata di tahun 2024.
Hal itu disampaikan Sjamsul saat ikut upacara adat di korke (rumah adat) Lamatou, Desa Painapang, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, Selasa-Rabu, (8-9/8/2023).
“Adat-budaya berperan penting dalam merawat daya hidup dan identitas masyarakat. Dari ritus adat yang saya ikuti selama dua hari ini ada banyak sekali ajaran kehidupan seperti menghormati bumi, saling berbagi, gotong-royong, kegembiraan yang sangat berarti dalam merawat jiwa masyarakat,” kata Sjamsul.
Merespon arti penting adat budaya bagi penguatan nilai-nilai hidup, juga merespon kegelisahan akan tergerusnya adat budaya, Sjamsul menyarankan agar seluruh elemen perlu duduk dan bicara bersama.
Sebab, menurut Sjamsul, Flores Timur dan Lembata memiliki karakteristik budaya yang sama sehingga perlu bertemu dan bermusyawarah membicarakan pelestarian adat-budaya.
Dengan itu maka permasalahan dan tantangan dapat diidentifikasi, dirumuskan, dan dicarikan jalan keluar bersama. Berjuang bersama akan lebih baik supaya adat budaya tak tergerus dari waktu ke waktu, kata Sjamsul.
Ia mengharapkan adanya kerja gotong-royong dari masyarakat adat, pemerintah desa, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
“Inisiatifnya mesti dari masyarakat adat. Dari masyarakat yang punya korke-korke yang saya lihat tersebar di Flores Timur dan Lembata. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan mendukung kegiatan musyawarah adat tersebut,” pungkasnya.
Tokoh Adat Lamatou, Andreas Rape Ruron menceritakan, dulu nenek-moyang mereka hidup terpisah-pisah. Lalu ada niat untuk berkumpul dan menjadi satu sehingga terbentuklah lewo (kampung) Lamatou hingga hari ini.
“Jadi upacara adat di korke menegaskan kembali niat dan tekad untuk hidup bersama, berbagi peran, dan menjadi satu dalam hidup bersama,” kata Andreas.
Sementara Maria Goreti Ruron, salah satu warga Lamatou yang selama ini menetap di luar daerah mengaku senang bisa datang dalam peristiwa lewo seperti ini.
Kesempatan berkumpul, kata dia merupakan bagian dari tata cara untuk melayani kampung halaman.
“Kami bangga menjadi orang Lamatou,” ucap Maria.
Begitupula disampaikan Anggota BPD Lamatou, Albert Maran, yang menyepakati agar musyawarah dua wilayah tersebut dilakukan di tahun 2024.
“Inilah manfaat peristiwa-peristiwa budaya. Kebersamaan kembali dipupuk. Dan adat mengajarkan kita semua untuk menjadi satu. Dengan bersatu kita menjadi kuat,” kata Albert.
Camat Lewolema Hendrikus Amalebe Tokan menyambut gembira ide yang disampaikan Sjamsul Hadi yang sejalan dengan apa yang sudah ia rencanakan selama ini.
“Hal ini akan saya bicarakan lebih jauh dengan para kepala desa termasuk mengalokasikan anggaran untuk mewujudkan kegiatan tersebut,” katanya.