Kupang, Ekorantt.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini membutuhkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menunjang program pemerintah.
Salah satu cara untuk memperoleh pendapatan adalah dengan membuat peraturan daerah (Perda). Salah satu Perda yang berpotensi menambah PAD adalah Perda Jasa Tambat dan Labuh.
Hal tersebut disampaikan Anggota DPRD NTT asal Fraksi Gabungan Bonifasius Jebarus kepada Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake saat rapat paripurna pada Senin, 6 November 2023,
Menurut Bonjers, sapaan akrab Bonifasius Jebarus, penerapan Perda Jasa Tambat dan Labuh diperkirakan pemerintah akan memperoleh pendapatan sebesar Rp4-5 miliar setiap tahun.
Perda tersebut juga bertujuan untuk memperjelas kewenangan antara Syahbandar dan pemerintah daerah terkait jasa labuh dan jasa tambat kapal nelayan dan kapal pesiar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Bonjers dari pelaku usaha di Labuan Bajo, mereka membayar jasa labuh kepada pihak Syahbandar.
“Jadi kalau kapal nelayan, kapal pesiar itu kan ada biayanya. Dan labuh parkir di laut itu juga mesti ada biaya,” ujar Bonjers.
“Mereka berlabuh itu. Ini mereka bayar di mana? Mereka berlabuh 2-3 hari di situ bayar di mana? Itu tidak ada. Mereka bilang mereka bayar di Syahbandar. Syahbandar punya kewenangannya di mana?” tukas dia.
Menurut politisi Demokrat itu, pihak Syahbandar punya batas kewenangan melakukan pungutan terkait jasa labuh. Harus ada kejelasan terkait kewenangan antara Syahbandar dan pemerintah daerah.
“Masa dia (Syahbandar-red) pungut sampai dengan 10 mil. Itu yang jadi ruang abu-abu. Bisa saja diduga tidak masuk sebagai PNPB-nya Syahbandar. Mungkin saja,” duganya.
Ia mengakui bahwa usulan Perda ini telah dibahas di DPRD Provinsi NTT bersama pemerintah sejak lama. Namun tidak mendapatkan rekomendasi dari pemerintah pusat karena bersinggungan dengan kepentingan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Padahal menurutnya, KKP berurusan dengan eksploitasi bawah laut. Sedangkan persoalan terkait Perda ini berhubungan dengan lalu lintas di atas laut. Atau dengan bahasa lain yakni berhubungan dengan Kementerian Perhubungan.
“Pemerintah pusat menggiring kita ke kewenangan hak KKP padahal bukan. Ini berhubungan dengan perhubungan. Jadi kita tidak ada hubungan dengan KKP. Ini berhubungan dengan lalu lintas di atas laut,” terang Bonjers.
Persoalan belum adanya Perda terkait pemanfaatan jasa tambat dan labuh hanya terjadi di NTT. Di daerah lain seperti Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung, Perda Jasa Tambat dan Labuh telah ada dan berjalan.
“Perda ini sejak periode lalu kami berjuang tapi belum selesai-selesai,” ujarnya.
Dia berharap Penjabat Gubernur NTT mampu menyelesaikan persoalan ini sehingga Perda terkait pemanfaatan Jasa Tambat dan Labuh bisa segera terwujud dan berdampak pada peningkatan PAD.