Periode Januari-April 2024,  26 Pekerja Migran Asal NTT Meninggal di Luar Negeri

Menurut Gabriel, kasus perdagangan orang semakin menghancurkan harkat dan martabat hidup dan kehidupan manusia.

Ruteng, Ekorantt.com – Pada periode Januari hingga 9 April 2024, 26 pekerja migran asal Provinsi NTT meninggal di luar negeri.

Jumlah kematian ini terkonfirmasi dengan data dari Ketua Tim Kerja Pengelola Data & Penata Dokumen Kasus PMI BP3MI Nusa Tenggara Timur Ujang Agus Sugama, yang diperoleh Ekora NTT pada Selasa, 16 April 2024.

Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa menyebut, permasalahan perdagangan manusia atau human trafficking merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan sosial di NTT.

Menurut Gabriel, kasus perdagangan orang semakin menghancurkan harkat dan martabat hidup dan kehidupan manusia.

iklan

“Masalah perdagangan manusia sudah pantas disebut sebagai kejahatan kemanusiaan yang semakin terang benderang terjadi dan menggila,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima awak media, Selasa sore.

Berdasarkan data, kata dia, sampai dengan 31 Desember 2023, ada 185 pekerja migran asal NTT yang menjadi korban perdagangan manusia.

Mirisnya, pada waktu bersamaan ada sebanyak 151 kargo jenazah pekerja migran dikirim ke NTT.

Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia Gabriel Goa (Foto: dokumentasi pribadi)

“Rata-rata setiap bulan ada 12,58 persen pekerja migran ilegal meninggal di luar negeri. Hampir semuanya berstatus pekerja ilegal,” ungkap Gabriel.

Kebanyakan PMI, kata dia, meninggal karena sakit dan kecelakaan.

Kenang Adelina Sau

Dalam rilisnya pula, Gabriel mengenang kembali kisah Adelina Sau (17) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menggemparkan publik beberapa tahun belakangan ini.

Adelina berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT yang meninggal tragis di Malaysia karena disiksa majikannya seorang India, Ambika.

“Tetangga melihat Adelina Sau tidur bersama anjing majikannya selama satu bulan,” kenang Gabriel.

Pada 10 Februari 2018 Adelina dibawa ke rumah sakit karena sakit parah akibat siksaan majikan. Namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada 11 Februari 2018.

Pada 17 Februari 2018, jenazah Adelina tiba di Kupang dan dikuburkan di Desa Abi, kampung halamannya.

Menurut Gabriel, semua pelaku TPPO yang menjual Adelina ditangkap dan diproses hukum sesuai UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Sedangkan majikannya di Malaysia diproses hukum sesuai UU di Negeri Jiran.

Ia menegaskan, TTS adalah salah satu kantong migrasi non-prosedural rentan human trafficking.

Alasan Jadi Korban TPPO

Gabriel kemudian mengurai benang kusut masalah masih banyaknya pekerja migran asal NTT yang menjadi korban TPPO.

Salah satu alasannya, kata dia, karena 21 kabupaten/kota di NTT belum memiliki Balai Latihan Kerja (BLK) profesional yang memenuhi persyaratan nasional dan internasional untuk mempersiapkan kompetensi calon pekerja Angkatan Kerja Antar-daerah (AKAD) dan Angkatan Kerja Antar-negara (AKAN).

Alasan lainnya yakni belum adanya Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk melayani persyaratan legal formal calon pekerja migran.

Juga, belum ada gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO. Mereka bertugas dengan dasar hukum Pergub, Perbup dan Perwalkot sebagai implementasi Perpres Nomor 49 Tahun 2023 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO Nasional.

Upaya pencegahan dan rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat di Provinsi NTT adalah memastikan terpenuhinya prasyarat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.

Pasal 5 poin b menyebut ‘Setiap Pekerja Migran Indonesia wajib memiliki kompetensi’. Pasal 10 poin a dan Pasal 41 mengamanatkan agar ‘menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja oleh lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan kerja milik pemerintah dan/atau swasta yang terakreditasi.’

“Calon pekerja migran wajib dilatih di BLK untuk mempersiapkan kompetensi sebelum ke Negara tujuan seperti negara-negara Asean, Asia Pasifik, Eropa, Australia, New Zealand, Kanada dan Amerika,” tegas Gabriel.

Ia menjelaskan, kompetensi keterampilan yang dipersiapkan adalah house keeping, tata boga, laundry, care giver, bahasa ibu negara tujuan, serta pengetahuan tentang budaya dan hukum negara tujuan.

Bagi calon pekerja jebolan sekolah vokasi keperawatan, kelautan dan lerikanan, pertanian dan peternakan, otomotif dan lainnya tinggal saja mengikuti pelatihan bahasa dan pengetahuan budaya serta hukum negara tujuan.

“Jika semua yang direkomendasikan tersebut dijalankan maka migrasi ilegal rentan tindak pidana perdagangan orang tidak akan terjadi lagi seperti oleh almarhumah Adelina Sau,” pungkas Gabriel.

Sekaligus, lanjut Gabriel, melalui dinas sosial dan lembaga agama membangun rumah aman bagi korban TPPO dengan program rehabilitasi dan reintegrasi.

TERKINI
BACA JUGA