Open Loop Versus Close Loop (Meninjau Model Layanan Koperasi di Era Modern)

Model Koperasi close loop mencerminkan esensi koperasi yang mengutamakan solidaritas dan kesejahteraan anggota

Oleh: Yosefina Andia Dekrita

Koperasi adalah nafas perekonomian rakyat. Koperasi kredit telah menjadi tulang punggung pemberdayaan ekonomi masyarakat. Koperasi kredit telah lama menjadi solusi finansial bagi masyarakat, terutama di kawasan pedesaan dan komunitas ekonomi menengah ke bawah.

Sebagai entitas yang berbasis pada prinsip solidaritas dan kemandirian, koperasi kredit menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan dan kompetitif di era digital.

Pada tanggal 12 Januari 2023, pemerintah telah mengesahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Undang-undang ini dibuat untuk mengatur dan menata ulang pengawasan koperasi.

Latar belakangnya adalah banyak koperasi yang melakukan praktik shadow banking, tetapi menolak untuk diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dikatakan Shadow Banking karena koperasi mengambil uang anggota dan meminjamkannya kepada pihak lain atau dikenal dengan istilah intermediasi kredit.

Koperasi Open Loop vs Koperasi Close Loop

Di tengah diskursus modern mengenai pengelolaan koperasi, muncul konsep koperasi modern yang dikenal dengan koperasi open loop dan koperasi close loop. Konsep ini memunculkan strategi baru yaitu layanan yang menjangkau bukan hanya anggota tetapi juga masyarakat luas (non anggota).

Saat ini, Kementerian Koperasi tengah melakukan pendataan dan verifikasi koperasi seluruh Indonesia untuk menentukan koperasi tersebut masuk kategori open loop (terbuka) atau close loop (tertutup). Hal ini dilakukan guna memperkuat pengawasan terhadap aktivitas koperasi.

Keberadaan UU PPSK diharapkan semakin memperjelas pengawasan usaha koperasi di mana pengawasan usaha koperasi akan terbagi menjadi open loop dan close loop.

Koperasi open loop adalah koperasi yang layanannya tidak terbatas pada anggota saja, melainkan terbuka untuk umum, termasuk non-anggota. Dalam model ini, koperasi memosisikan dirinya lebih seperti entitas bisnis pada umumnya dengan tujuan untuk menjangkau pasar yang lebih luas, meningkatkan skala ekonomi, dan memperluas manfaat koperasi kepada masyarakat.

Sementara itu, koperasi close loop adalah koperasi yang layanannya hanya terbatas pada anggota dan koperasi lainnya. Model ini mencerminkan prinsip koperasi yang lebih tradisional, di mana keanggotaan adalah kunci untuk mengakses layanan koperasi.

Koperasi Open Loop dan Ambiguitas Jati Diri Koperasi

Konsep koperasi open loop merupakan model yang menawarkan koperasi untuk memperluas jangkauan pelayanan; bukan hanya kepada anggota koperasi tetapi juga masyarakat umum. Dengan melayani masyarakat non-anggota, koperasi dapat menjadi katalisator inklusi keuangan, terutama di daerah yang minim akses layanan keuangan formal.

Namun, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati agar identitas koperasi sebagai organisasi berbasis anggota tetap terjaga. Sesuai Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, koperasi dapat mengembangkan usahanya di koperasi lain dan/atau anggotanya tetapi harus memastikan prioritas tetap pada kepentingan anggota.

Penulis memandang model koperasi open loop sebagai sebuah peluang strategis yang sangat besar dalam mendorong perluasan dampak koperasi kepada masyarakat.

Melalui model ini, koperasi dapat membuka akses kepada non-anggota, yang dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama di wilayah yang minim akses terhadap layanan keuangan formal. Dengan memberikan layanan kepada non-anggota, koperasi berpotensi menjadi agen perubahan yang dapat menjembatani kesenjangan ekonomi, mengurangi ketimpangan sosial, dan memperluas jaringan keuangan di daerah-daerah yang terisolasi.

Namun, potensi besar ini juga memerlukan perhatian yang sangat serius terhadap prinsip dasar koperasi yang berlandaskan pada keberpihakan kepada anggotanya. Meskipun koperasi diperbolehkan untuk memperluas usaha ke luar anggota, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian tetapi perlu diingat bahwa kepentingan anggota harus tetap menjadi prioritas utama.

Koperasi Close Loop: Berpijak pada Jati Diri Koperasi

Model Koperasi close loop mencerminkan esensi koperasi yang mengutamakan solidaritas dan kesejahteraan anggota. Dengan membatasi layanan pada anggota saja, koperasi dapat menjaga kepercayaan, keberlanjutan, dan kemandirian ekonominya.

Pandangan ini sejalan dengan prinsip koperasi yang diatur dalam Pasal 20 UU 25 Tahun 1992, yaitu fokus pada anggota sebagai pemilik dan pengguna layanan. Dalam praktiknya, koperasi dapat mengadopsi pendekatan hibrida yang menggabungkan manfaat kedua model ini, yakni melayani anggota sebagai prioritas utama sambil membuka peluang tertentu untuk publik. Strategi ini memungkinkan koperasi tetap relevan di era modern tanpa kehilangan jati dirinya.

Model close loop dalam koperasi menekankan pada keberlanjutan prinsip dasar koperasi, yaitu solidaritas, kepercayaan, dan kesejahteraan anggota. Dengan membatasi layanan hanya kepada anggota, koperasi tidak hanya dapat menjaga integritasnya sebagai organisasi yang berfokus pada kepentingan anggota, tetapi juga memastikan bahwa seluruh aspek operasionalnya tetap sesuai dengan tujuan awal koperasi yakni memberdayakan anggotanya secara ekonomi dan sosial.

Keuntungan utama dari model close loop adalah stabilitas keuangan dan pengelolaan yang lebih terkendali. Dengan fokus hanya pada anggota, koperasi dapat lebih mudah menyesuaikan produk dan layanan yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan anggota.

Selain itu, model ini juga meminimalkan risiko ketergantungan terhadap pasar luar atau pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap kesejahteraan koperasi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memperkuat daya saing koperasi karena anggota merasa dihargai dan diberdayakan, yang mendorong loyalitas dan peningkatan kontribusi mereka terhadap pengembangan koperasi.

Koperasi simpan pinjam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, harus berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan anggotanya. Oleh karena itu, model close loop lebih mencerminkan jati diri koperasi sebagai organisasi yang berasaskan kekeluargaan dan gotong-royong. Model ini memastikan bahwa seluruh kegiatan dan layanan koperasi fokus pada anggota sebagai pemilik dan pengguna utama.

Sebagai organisasi berbasis anggota, koperasi simpan pinjam yang menerapkan model close loop lebih mampu menjaga nilai-nilai inti koperasi, menciptakan stabilitas finansial yang berkelanjutan, dan memperkuat kepercayaan antar anggotanya.

Dengan demikian, penerapan model close loop adalah pilihan terbaik untuk memastikan koperasi tetap relevan, kuat, dan konsisten dengan prinsip-prinsip dasar yang menjadi fondasinya.

*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Nusa Nipa Maumere

TERKINI
BACA JUGA