Kupang, Ekorantt.com – Berjalan menyusuri Kota Kupang, melewati jalan Piet A. Tallo – sebuah jalan mulus yang dihiasi pepohonan hijau – sungguh memanjakan mata.
Di tengah keindahan itu, ada satu pemandangan kontras yang dapat kita saksikan di salah satu sudut Kota Madya satu-satunya di NTT ini.
100 meter mendekati hotel Neo Aston, kita menyaksikan sebuah gubuk reyot: beratapkan terpal robek, lantainya beralaskan potongan-potongan papan.
Gubuk reyot berukuran 1×2 meter itu, menjadi tempat tinggal Nahok Fanone, seorang pria asal Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
“Saya tinggal di sini, sudah setahun ini,” tutur Nahok saat Ekora NTT menyambangi gubuknya pada Senin (29/3/2021).
Nahok tinggal sendirian di gubuk itu. Ia bertahan hidup dengan menjual bunga.
Di sekeliling gubuk itu, tampak aneka bunga seperti bunga talas, mawar, kamboja, bambu hias, dan berbagai jenis bunga lainnya. Nahok menanam bunga-bunga itu di polybag.
Nahok menuturkan, bunga-bunga tersebut ia pungut dari tempat sampah. Ia kemudian menanamnya di polybag dari barang-barang bekas yang juga ia pungut di tempat sampah, seperti plastik dan beberapa lainnya.
“Saya tanam sekarang 100 pohon tapi banyak yang mati. Kalau dari awal, sekitar satu tahun ini, sudah bisa sampai 600 anakan bunga. Saya jual murah-murah saja. Dari 25 ribu rupiah, bisa tawar saja. Tergantung ukurannya,” tuturnya penuh semangat.
Diduga Gangguan Jiwa
Menurut salah seorang warga di sekitar lokasi itu, Nahok dikenal sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa.
“Orang sudah tahu, bahkan dari pemerintah juga sudah tahu kalau dia sakit (gangguan jiwa). Kalau bulan yang datang dia baik, maka kita omong dia nyambung. Kalau, datang bulan tidak baik, kita omong dia tidak nyambung. Tapi biasanya hal itu tidak lama,” ungkap warga tersebut.
Kendati mengalami gangguan jiwa, kata warga tersebut, Nahok bisa diajak komunikasi dan dikenal sebagai pekerja yang ulet.
“Dia buat bunga. Dia buat pupuk. Lalu dia jual. Penghasilannya dari jual bunga bisa sudah sampai dua juta rupiah Tapi sayang, bunga dan pupuk itu sering dicuri. Bahkan uang dua juta rupiah yang ia mau pakai untuk buat beli terpal juga hilang dicuri,” tuturnya.
Minta Segera Diperhatikan
Aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Kupang, Eduardus Wenggu, meminta pihak Dinas Sosial setempat untuk segera memperhatikan Nahok.
Menurutnya, gelandangan psikotik merupakan bagian dari “fakir miskin dan anak-anak terlantar yang wajib dipelihara oleh negara.”
Hal itu, kata dia, telah diatur dalam UUD 1945, pasal 34.
“Selanjutnya dalam pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jadi, negara dalam hal ini Pemerintah Kota Kupang, segera memperhatikan nasib Om Nahok,” ungkap pria yang biasa disapa Edwin itu.
Edwin melanjutkan, selain Dinas Sosial, Dinas Kebersihan dan Tata Kota juga harus ambil bagian. Sebab, kata dia, bagian tengah jalan Piet A. Tallo merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH), di mana lokasi tersebut tidak boleh ada aktivitas liar di dalamnya.
“Wilayah tersebut adalah lokasi khusus untuk Ruang Terbuka Hijau. Tidak boleh ada bangunan dan aktivitas liar masyarakat di situ. Jadi, Dinas Kebersihan dan Tata Kota bisa berkoordinasi dengan Dinas Sosial agar memikirkan jalan keluar untuk nasib Bapak Nahok dan Keselamatan RTH tersebut,” tutupnya