Kupang, Ekorantt.com – Perjalanan masa kecil seorang Frans Aba menuju remaja dan dewasa menyimpan banyak cerita berharga. Suka duka. Pahit manis. Susah senang. Pengalaman-pengalaman itu membentuknya menjadi pribadi yang tangguh.
Bahkan tersirat pula keutamaan-keutamaan yang menjadi modal baginya untuk menjadi seorang pemimpin. Dan figur seperti dirinya sedang dinantikan penuh harap oleh orang-orang NTT.
*
Frans Aba tidak menyerah meskipun mengalami kesulitan ekonomi dalam keluarga. Ia tetap gigih dan tanpa gengsi apalagi putus asa menjadi seorang buruh kasar sewaktu masih muda belia.
Di sela-sela aktivitasnya sebagai buruh, ia rupanya sudah dipercaya menjabat sebagai Ketua Remaja Bhayangkara Club (RBC) dari 1991-1993.
Tamat dari SMA, Frans masuk ke jurusan ekonomi Unwira Kupang. Alasannya adalah bukan hanya karena minat tetapi, terutama karena merasa ditantang dengan rumor bahwa jurusan Ekonomi Unwira adalah jurusan sulit yang diisi oleh banyak dosen killer.
Frans Aba akhirnya masuk dan menepis rumor tersebut dengan menggondol prestasi akademiknya (IPK) sangat memuaskan. Selama mahasiswa, ia terus berjuang dan melangkah lebih jauh menginisiasi serta menggagas pembentukan kelompok belajar mahasiswa ekonomi yang akhirnya bisa mendongkrak prestasi akademik teman-teman lainnya.
Frans Aba berprinsip bahwa tujuan utama pendidikan bukan sekadar meraih nilai akhir tertinggi oleh beberapa mahasiswa saja, tetapi menjadi momen membentuk soliditas dan solidaritas intelegensia yang saling mendukung satu sama lain.
Sebab, seorang pemimpin mesti memiliki kepekaan terhadap kekurangan sesama. Meski harus miskin harta, tidak pernah boleh pelit ide atau kikir ilmu.
Prinsip etis ini rupanya semakin matang ketika menjadi Wakil Sekretaris Pengurus Daerah NTT Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri ABRI (FKPPI) 1994-1998.
Frans Aba kemudian secara intens terlibat dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Dalam keterlibatannya di KNPI, Frans membangun relasi dan komunikasi yang baik dengan Profesor Allo Liliwery, Pak Kanis Pasa, Pak Frans Kape, dan Pak Frans Tulung. Inilah momen paling penting baginya untuk belajar politik praktis dengan segala tanggung jawab beserta risikonya.
Memasuki semester III perkuliahan, Frans Aba makin bersemangat untuk terlibat dalam berbagai aktivitas positif di luar maupun di dalam lingkungan kampus.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah salah satu organisasi utama tempatnya bergabung (1994-1999) dan bertukar pendapat dengan politisi senior seperti Pak Niko Frans, (Alm.) Pak Frans Lebu raya, dan Pak Viktus Murin.
Berbekal kemampuan yang telah diasah pada beberapa organisasi tersebut, Frans lalu dipercayakan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandira Kupang (1995-1996).
Karier kepemimpinannya sebagai mahasiswa kian menanjak karena ketokohannya yang mampu membangun konsolidasi dengan semua pihak dan sukses menakhodai sesama mahasiswa sejurusan.
Ia dipercayakan lagi menjadi Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Universitas Widya Mandira Kupang, NTT periode (1997/1998)
Dari sini lingkaran pelayanan dan jejaring komunikasi Frans Aba tidak lagi terbatas pada wilayah Kupang atau bahkan NTT. Ia mulai memiliki relasi dengan aktivis lain di seluruh Indonesia.
Berbekal rekomendasi Prof. Alo Liliweri, Frans Aba jadi lebih sering berkomunikasi, bertukar pendapat, dan terutama memberi sumbangan pemikiran untuk (Alm) Herman Musakabe di masa kepemimpinannya sebagai Gubernur NTT.
Sejak itu, semua kegiatan kampus yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi, pasti selalu dihadiri (alm.) Herman Musakabe. Lebih lanjut merekomendasikan Frans Aba untuk mewakili aktivis pemuda dari NTT untuk terlibat dalam berbagai aktivitas sosial, pendidikan politik, dan pertemuan-pertemuan sejenis tingkat di nasional di Jakarta.
Frans Aba sering dipertemukan dengan banyak politikus nasional seperti Surya Paloh dan tokoh nasional lainnya.
Ia akhirnya dipercayakan untuk jabatan baru sebagai Fungsionaris dan Deklarator Ikatan Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi se-Indonesia (ISMEI) periode 1998/1999.
Banyak hal baru di kampus yang digagas dan diinisiasi olehnya, di antaranya kegiatan Studi Banding mahasiswa keluar NTT (pertama di NTT) dan kegiatan sosial kemasyarakatan berupa bakti kerja kemanusiaan dan sosial di Flores dan pulau-pulau lainnya.
Frans Aba juga bergabung di Pemuda Katolik di bawah nakhoda kepemimpinan Adri Resila.
Selain terlibat dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan, ia ternyata sudah terlibat dalam Partai Politik sejak tahun 1999. Kala itu Frans Aba bergabung ke PKB bersama Pak Yukun dan kawan-kawan dan berhasil mendatangkan (Alm) Gusdur dan Prof. Mahmud MD ke Kupang khususnya dalam perjumpaan di Unwira.
Artinya Frans telah terlibat di dalam dinamika politik tanah air sejak mahasiswa dan bahkan telah menjabat pengurus di tingkat Provinsi NTT, yakni Wakil Ketua PKB NTT.
Di masa itu, Frans Aba harusnya menjadi calon DPRD Provinsi NTT, namun karena ada kecurangan politis di tingkat pusat, namanya tidak diakomodir dalam bursa pencalonan.
Tahun 2005, Frans Aba turut serta dalam Muktamar PKB di Semarang, tapi kemudian keluar dan ikut mendirikan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) di Tuban. Dia menjadi tokoh pendiri partai termuda dan satu-satunya yang non-Islam. Frans Aba kemudian menjabat sebagai Ketua PKNU NTT.
Serangkaian pengalaman politik Frans Aba yang banyak bersinggungan dengan banyak tokoh agama lain membuatnya semakin taat dalam iman, tetapi juga rasional dalam beragama.
Inilah titik awal pemahaman Frans tentang moderasi beragama, yakni satu prinsip dasar tentang sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri dan penghormatan pada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan. (bersambung)