Kesahajaan Jadi Nada Dasar Hidupnya, Berkenalan dengan Frans Aba (1)

Kupang, Ekorantt.com – Fransiskus Xaverius Lara Aba lebih akrab disapa Frans Aba. Akademisi dan pengusaha muda asal Nusa Tenggara Timur yang satu ini tengah berkarya di Jakarta.

Kendati demikian, Frans Aba tetap memiliki ikatan emosional dan tanggung jawab sosial-politis yang begitu kuat dengan kampung halamannya di NTT. Tanggung jawab itu ditunjukkannya dengan menyatakan diri untuk maju di Pemilihan Gubernur NTT 2024 mendatang.

Ikatan serta rasa tanggung jawab tersebut telah terjalin sejak masa kecilnya.

Frans lahir dan dibesarkan dari keluarga sederhana yang menjunjung tinggi kedisiplinan dan ketekunan.

Ayahnya adalah seorang pensiunan sersan polisi (kala itu ABRI) yang mengabdi di wilayah Kupang dan Rote.

iklan

Di usianya yang keempat tahun, Frans bersama ibu dan kedua saudarinya sempat kembali ke Ende, karena ayahnya bertugas di Pulau Rote untuk satu misi khusus.

Frans pun menjalani dua tahun pertama Pendidikan sekolah dasar di SD Katolik Nggela (1984).

Masa-masa tersebut menjadi momen emas bagi Frans untuk berkenalan dengan adat dan kekayaan budaya lokal yang pada akhirnya menjadi modal kultural bagi perkembangan kepribadiannya di masa depan.

Ketika akan naik ke kelas 3, Frans bersama ibu dan kedua saudarinya kembali lagi ke Kupang, dijemput oleh sang ayah yang telah menyelesaikan tugas.

Waktu berlalu, Frans akhirnya tamat dengan rata-rata nilai cukup tinggi dari Sekolah Dasar Negeri Tingkat Oebobo, Kupang (1989).

Melanjutkan pendidikan menengahnya, Frans Kembali ke Ende, ditempah di lingkungan asrama SMPK Katolik Ndao (1990).

Pada jenjang ini, Frans masuk dalam klasifikasi anggota kelas berprestasi dan tamat sebagai siswa dengan peringkat yang membanggakan.

Ditunjang kualitas pendidikan di sekolah Katolik, Frans tumbuh menjadi pribadi yang berkembang secara intelektual, emosional, maupun spiritual.

Akan hal ini Frans memilih tetap di Ende dan lanjut ke SMA Katolik Syuradikara Ende (1991).

Setahun digembleng di Syuradikara, Frans sangat mampu bersaing dengan rekan sekelasnya. Namun, sebagaimana roda yang terus berputar, kondisi ekonomi dalam keluarga menurun drastis, terutama ketika ayahnya pensiun.

Frans pindah ke Kupang dan melanjutkan sekolah yang biayanya lebih terjangkau.

Mula-mula Frans masuk ke SMN 2 Kupang dan bertahan selama satu semester. Frans lalu hijrah lagi ke SMAN 1 Kupang hingga tamat.

Sesaat setelah lulus dari SMA, Frans juga mendapat berita yang menggembirakan yakni terpilih sebagai calon mahasiswa PMDK untuk Universitas Udayana dan Universitas Nusa Cendana, yakni calon mahasiswa yang lolos seleksi penelusuran minat dan kemampuan atau seleksi jalur prestasi.

Tetapi cobaan belum selesai untuk seorang Frans. Lagi-lagi karena alasan ekonomi, Frans harus mengundurkan diri dan tidak kuliah selama beberapa tahun.

Ia bekerja sebagai seorang buruh (tukang) bangunan. Uang hasil pekerjaannya tidak hanya digunakan membantu kehidupan keluarga, tetapi sebagian ditabung dengan harapan bisa menjadi bekal biaya perkuliahannya di kemudian hari.

Frans kemudian masuk ke Unika Widya Mandira Kupang, sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi dan tamat pada tahun 2001.

Kegigihan dan kesahajaan Frans dalam mencari ilmu inilah yang menghantarnya pada tingkat pendidikan paling tinggi. (Bersambung)

TERKINI
BACA JUGA