Ruteng, Ekorantt.com – Mgr. Maksimus Regus, Uskup Labuan Bajo, meminta akademisi untuk “tidak jadi pengamat pasif”, namun harus menjadi peserta aktif dalam membentuk arah perubahan.
Hal itu disampaikannya saat pengukuhan Profesor Hieronimus Canggung Darung sebagai guru besar di kampus Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, Jumat, 28 Februari 2025.
Dia berkata, peran seorang profesor melampaui ruang kelas. Penelitian, wawasan, dan keterlibatannya dengan masyarakat berkontribusi pada transformasi tidak hanya wacana akademis tetapi juga kondisi kehidupan nyata.
“Kita hidup di era transformasi yang mendalam. Lanskap sosial, ekonomi, dan politik berubah dengan cepat,” ungkapnya.
Uskup Maks bilang, isu-isu seperti migrasi, kesenjangan ekonomi, tata kelola, dan kemajuan teknologi menciptakan peluang sekaligus tantangan.
“Universitas tidak boleh tetap statis saat masyarakat bergerak.”
Universitas, kata dia, harus berfungsi sebagai pusat dialog, inovasi, dan pemecahan masalah, tempat di mana pengetahuan bertemu dengan kenyataan, tempat refleksi kritis mengarah pada tindakan, dan tempat pendidikan menjadi kekuatan untuk perubahan positif.
Dalam hal ini, para profesor memainkan peran penting. Dia tidak hanya sebagai pendidik tetapi juga sebagai pemimpin pemikiran yang menjembatani kesenjangan antara teori akademis dan isu-isu sosial yang mendesak.
“Sebagai seorang profesor, Doktor Hiro Darong mengemban tanggung jawab untuk membekali para mahasiswa dan sesama akademisi dengan berbagai perangkat untuk merangkul perubahan, menantang ketidakadilan, dan mengambil peran kepemimpinan dalam membentuk masa depan yang adil dan berkelanjutan.”
Dia menambahkan, transformasi ini tidak boleh dibatasi dalam dinding kampus. Transformasi mesti menjangkau jalanan, desa-desa, dan para pembuat kebijakan yang menentukan masa depan masyarakat.
“Misi kita bukan hanya untuk membahas masalah, tetapi juga untuk menemukan solusi yang tidak hanya untuk memahami dunia, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi lebih baik,” tuturnya.
Membongkar Mitos yang Menyesatkan
Salah satu tantangan terberat yang dihadapi masyarakat adalah terus berlanjutnya mitos-mitos yang menyesatkan, keyakinan bahwa kemiskinan tidak dapat dihindari, keterbelakangan bersifat permanen, dan ketidaktahuan adalah takdir yang tidak dapat diubah.
Mitos-mitos ini, kata Uskup Maks, seiring berjalannya waktu telah menjadi ideologi yang mengakar kuat yang menghambat pertumbuhan dan kemajuan.
Akan tetapi, pendidikan hadir untuk membongkar mitos-mitos ini, juga untuk membuktikan bahwa transformasi tidak hanya mungkin tetapi juga perlu.
“Seorang profesor tidak hanya mengajar; ia membebaskan. Ia menantang rasa puas diri, mengilhami kesadaran kritis, dan menanamkan rasa tanggung jawab dan tanggung jawab pada siswa dan masyarakat,” tuturnya.
Dalam peran barunya, kata dia, Doktor Hiro Darong bukan hanya untuk memperluas pengetahuan, tetapi juga untuk memberdayakan dan menumbuhkan keberanian intelektual dan visi yang berani untuk masa depan.
“Karyanya harus memutus siklus kepasrahan dan membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk martabat manusia, keadilan sosial, dan masyarakat yang sejahtera,” tandasnya.
Jabatan profesor bukan hanya gelar, itu adalah panggilan, kata Uskup Max.
Panggilan itu dengan tujuan untuk menegakkan kebenaran, mendorong transformasi, dan membongkar ideologi yang menghambat kemajuan.
Pengakuan Dedikasi
Rektor Unika Santu Paulus Ruteng, Pastor Agustinus Manfred Habur mengatakan, pengukuhan Hironimus Canggung Darong sebagai guru besar tidak sekadar gelar akademik tertinggi, tetapi bentuk pengakuan atas dedikasi, kerja keras, dan kontribusinya dalam dunia pendidikan tinggi.
Terutama, kata dia, dalam pengembangan pembelajaran kolaboratif yang membawa kita menuju perguruan tinggi yang berkarakter dan transformatif.
“Pendidikan tinggi bukan sekadar tempat mentransfer ilmu, tetapi juga ruang untuk membentuk karakter, mengembangkan kreativitas, dan membangun kolaborasi demi perubahan yang lebih baik,” kata Romo Manfred.
Perguruan tinggi yang berkarakter adalah institusi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi menanamkan nilai-nilai luhur yakni resilien, integritas, loyalitas serta solider terhadap sesama dan lingkungan.
Dia berkata transformasi dalam dunia pendidikan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Di era yang penuh perubahan menuntut kita untuk terus beradaptasi dan berinovasi.
Hironimus Darong telah mengabdikan dirinya untuk mengembangkan model pembelajaran kolaboratif, antara lain Pendekatan Systemic Functional Linguistics atau SFL, sebuah pendekatan yang tidak hanya membangun kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan sosial dan emosional.
“Pembelajaran kolaboratif mengajarkan mahasiswa untuk bekerja dalam tim, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Ini adalah kunci untuk membentuk lulusan yang siap menghadapi tantangan dunia nyata,” pungkasnya.
Uskup Maksimus Minta Akademisi Jangan ‘Jadi Pengamat Pasif’ Saat Pengukuhan Prof. Hieronimus Darung
Dia tidak hanya sebagai pendidik tetapi juga sebagai pemimpin pemikiran yang menjembatani kesenjangan antara teori akademis dan isu-isu sosial yang mendesak.
