Yohanes Jetu, Melawan Mitos Peti Jenazah

Maumere, Ekorantt.com – Yohanes Jetu (70) sedang mengerjakan pesanan peti jenazah ditemui di rumahnya di kelurahan Kota Uneng, kecamatan Alok, Sikka pada awal Desember 2018 lalu. Yohanes adalah mantan karyawan di misi Keuskupan Maumere sampai akhir tahun 2006 lalu.

Dengan modal pertama 2,5 juta, Yohanes merintis usaha peti jenazah sejak tahun 2008.

Waktu itu permintaan peti jenazah cukup tinggi sementara belum ada yang membuat peti jenazah, begitu awalnya mengapa ia beranikan diri melirik peluang usaha ini.

Awal memulai tahun 2008 Yohanes bergabung bersama tiga teman sebelum akhirnya sepakat memutuskan untuk pisah dan menjalankan usaha sendiri. Ia melayani permintaan di seluruh Maumere sampai ke Larantuka.

Baginya tidak ada kendala saat mengerjakan peti jenazah walau hanya sendiri. Peti jenazah dikerjakan sesuai permintaan yang datang.

Biasanya hanya membutuhkan satu hari untuk menyelesaikan satu peti jenazah.

“Saya kerja kalau ada yang minta buatkan, tapi saya juga buat beberapa untuk persediaan” kata ayah tiga anak ini.

Kualitas dan konsisten jadi jualannya. Tak heran sampai saat ini banyak yang mempercayakan hasil kerjanya.

Bahan pembuatan peti ini adalah batang pohon kemiri yang didatangkan langsung dari Nirangkliung, kecamatan Nita.

Dari satu kubik kayu kemiri, Yohanes bisa menghasilkan tujuh peti jenazah. Peti yang dibuat memiliki ukurannya masing-masing, tergantung pesanan.

Dalam setiap pengerjaan selalu ia pastikan sempurna sampai ke rumah duka. Dari hasil usahanyaini beliau mampu menyekolahkan ketiga anaknya sampai perguruan tinggi.

Tempat ia mengerjakan peti jenazah tepat di samping rumahnya, lantas bagaimana orang rumah dan sekitar tempat tinggal memaklumi aktivitas kerja pria sepuh ini?

“Peti sebelah, saya tidur di sebelah, aman.”

Dulu masih kental kepercayaan orang-orang bahwa tidak boleh menyimpan peti di tempat tinggal, pamali atau pire dalam bahasa Maumere.

Bahkan orang rumah pun tak cukup berani ketika awal bapak Yohanes putuskan mengerjakan peti jenazah di rumahnya.

Banyak omongan simpang siur bahwa beliau pasti pakai guna-guna. Sebab beberapa temannya yang sama bergerak pada usaha peti jenazah mengaku tidak nyaman mengerjakan peti di rumah.

“Mereka tidak bisa tidur malam hari, sering dengar bunyi-bunyi dari peti peti,” katanya singkat.

Ketidaknyamanan teman-temannya saat itu, sama sekali tidak menyurutkan semangat kerja Yohanes sampai tahun kesepuluh ia menggeluti usaha ini.

Banyak pengalaman unik dialaminya. Termasuk sempat tidur di dalam peti kosong saat masih bekerja di keuskupan.

Dari pengalaman-pengalamannya itu ia belajar melawan mitos dalam masyarakat tentang peti yang selalu menakutkan dan lekat dengan unsur tidak baik.

“Saya tidak takut, sekarang jamannya sudah berubah” bapak Yohanes tetap yakin mengerjakan setiap peti jenazah bukan karena ia berharap selalu ada yang meninggal untuk memberinya rezeki.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA