Jogja Coffee Week Hadirkan Joko Pinurbo dan Gunawan Maryanto

Yogyakarta, Ekorantt.com Rangkaian kegiatan Jogja Cofee Week (2-8 Agustus 2019) di kompleks Jogja Expo Centre, Yogyakarta, menghadirkan dua sastrawan nasional, Joko Pinurbo dan Gunawan Maryanto, untuk terlibat dalam bincang-bincang santai bertemakan “Sastra dan Puisi Kopi”.

Acara yang berlangsung pada Rabu (7/8/19) itu dipandu oleh host Budiman yang pada kesempatan pertama menanyakan hubungan antara puisi dan kopi menurut kedua penyair. Joko Pinurbo, atau lebih sering dikenal dengan Jokpin, katakan bahwa dia sesungguhnya punya hubungan batin yang erat dengan kopi. Bukan hanya soal inspirasi yang disuguhkan, melainkan sisi pemenggalan kata pada namanya yang bisa membentuk kata “kopi” itu sendiri.

“Nama saya itu memang sudah ada unsur kopi-nya. Joko dan Pinurbo. Ko dan Pi,” demikian ujar dia, mempertegas pancingan pemandu.

Penulis buku puisi Surat Kopi itu juga menandaskan, kopi sudah memiliki unsur magisnya, bahkan sebelum diseduh juga diseruput. Kata “kopi” itu sendiri secara sastra sudah punya unsur sugestifnya. Dan letak kemagisan itu malah sudah ada sejak dari dalam pikiran, demikian dia.

“Saya baru memikirkan kopi saja, itu sudah membuat saya tidak ngantuk,” dalihnya sembari tambahkan bahwa minum kopi berarti penegasan kerinduan akan kopi itu sendiri.

Lain Joko PInurbo, lain pula Gunawan Maryanto. Gunawan Maryanto memulai dengan kisahnya bahwa sebagai orang Jawa, dia sebetulnya terbiasa minum teh (Jawa). Namun, kesukaannya pada kopi bermula ketika dia mulai banyak jalan-jalan ke daerah-daerah di luar Jawa, seperti Aceh, Sulawesi atau Flores.

“Di luar Jawa, saya temukan ada tradisi minum kopi. Tradisi nongkrong. Awalnya saya ikut hanya duduk, lalu mulai suka,” paparnya.

Mengaitkan dengan proses kreatif kepenulisan, sosok yang juga dikenal sebagai aktor teater dan film ini bilang bahwa kopi itu kawan. Ketika menulis, dia butuh minum kopi juga.

Para peserta tampak sedang menyimak diskusi.

Meskipun begitu, kedua penyair tersebut sepakat bahwa mereka punya visi personal masing-masing terhadap kopi. Entah itu berkaitan dengan dimensi penciptaan karya, ataupun hal-hal lain yang berkelindan di luarnya.

Jokpin, misalnya, pernah membuat puisi berjudul Ibu Kopi pada tahun 2014 untuk mengenang tragedi politik yang menimpa penyair cum aktivis Wiji Thukul. Sementara Gunawan Maryanto sendiri sudah punya petilan naskah tentang kopi, yang mungkin akan diterbitkan, membicarakan peristiwa kerusuhan ’98.

“Itu artinya kopi selalu bergerak, membaca tanda-tanda zaman,” ringkas Jokpin menarik kesimpulan.

Di sela-sela kegiatan itu, para peserta yang hadir dibagikan seratus cangkir kopi gratis oleh panitia. Sebagai bentuk perayaan terhadap kopi pun merekat kebersamaan satu sama lain.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA