Ende, Ekorantt.com – Menggandeng Javara Indonesia, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Au Wula Desa Detusoko Barat menyelenggarakan Sharing Session optimalisasi dan inovasi produk berbasis desa dengan standar premium untuk pasar wisata di Kantor Desa Detusoko Barat, Sabtu (21/12/2019).
Ketua Bumdes Au Wula Desa Detusoko Barat yang juga menjadi Kepala Desa terpilih periode 2019-2025, Nando Watu menuturkan, Sharing Session ini merupakan langkah awal untuk membangun kolaborasi, membuka pemahaman dan motivasi, pemikiran dan wawasan masyarakat terkait produk-prosuk apa saja yang diterima oleh pasar wisata.
“Kita pingin mengetahui potensi desa apa saja yang bisa diolah dan dimanfaatkan untuk tujuan wisata, mengetahui karakter dari wisatawan, serta apa saja kesukaan dan maunya dari wisatawan ketika berkunjung ke sebuah destinasi,” ungkap Nando.
Pasar Wisata menjadi peluang utama bagi desa dalam menciptakan aneka produk yang dikembangkan dan diolah sesuai dengan standar internasional.
Karena itu, kolaborasi sangat penting untuk membangun potensi desa. Tidak heran, kata Nando, dalam training tersebut Bumdes Au Wula melibatkan Javara, Ricolto Veco dan juga dengan komunitas usaha kreatif.
“Ini menjadi ruang belajar bersama. Tidak heran peserta yang ikut Sharing Session ada 60an orang dari berbagai latar belakang usaha dan daerah. Mereka tidak hanya dari Desa Detusoko tetapi juga ada yang dari Maumere, Ende, Negekeo Bahkan ada yang datang dari Kupang,” sebut Nando.
Nando menjelaskan, 90.000 wisatawan mengunjungi Kelimutu tiap tahun. Menuju Kelimutu, wisatawan pasti melewati Detusoko. Butuh kepekaan membaca peluang pasar mengingat Detusoko masuk dalam kawasan penyangga destinasi Danau Kelimutu.
“Potensi pasar ini perlu disikapi oleh desa-desa penyangga. Karena itu kami mencoba menggandeng Javara Indonesia melalui Sekolah Seniman Pangan untuk membantu bagaimana produk-produk lokal diolah, bagaimana label dan branding dari sebuah produk dikemas dengan standar premium/internasional,” tutur Nando.
Helianti Hilman dari Javara Indonesia mengungkapkan, potensi desa kita sangat menjanjikan. Ada ratusan pangan yang harus dikembangkan dan dilestarikan sebagai ciri khas Indonesia.
“Kita perlu mengangkat potensi yang adalah subsidi dari Tuhan, yang tidak dilirik oleh banyak orang. Komoditas yang unik dan khas dari desa perlu diolah. Kita harus mampu membuat produk itu memiliki cerita yang khas,” beber Helianti.
Hal yang perlu diperhatikan, kata Helianti, adalah siapa sasaran pasar. Dengan mengetahui psikologi pasar, apa kebutuhan mereka, karakter apa yang mereka sukai, apa kebiasaan mereka, kita bisa medesain olahan produk-produk yang ada di desa.
“Misalnya wisatawan yang kunjung ke Kelimutu adalah orang Eropa seperti dari Jerman, Italy atau prancis. Pada umumnya mereka ini tidak suka yang manis. Kebiasan mereka pagi hari suka mengkonsumsi buah sebagai breakfast,” ujar Helianti yang sudah berkolaborasi dengan lebih dari 52.000 petani/nelayan se Indonesia ini.
“Biarkan kita menyuguhkan bauah-buahan segar yang apa adanya, seperti pisang atau nenas. Begitu pula produk turunan dari buah dibuatkan Dried Fruit/buah yang dikeringkan. Ini sangat digemari oleh wisatawan tentunya”.
“Potensi di desa seperti jahe dapat kita buatkan wedang jahe, atau kopi dibuat dengan aneka olahan. Hal yang perlu adalah sedikit inovasi dan kreativitas kita”.
Sementara itu plt. Camat Detusoko, Everardus Santiasa dalam sambutannya menyampaikan bahwa Detusoko adalah sebuah Desa Penyangga Kelimutu.
“Kita sangat mengharapkan inovasi produk dari desa, perlu ada pemetaan potensi desa yang tepat, apa saja potensi di desa perlu didata secara detail, identifikasi orang-orang yang berminat, motivasi dan kemauan mereka seperti apa, harus juga di dukung dengan skill dan kemampuan mereka sehingga pelatihan seperi ini tepat sasar,” urai Santiasa.
Ia menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah sangat mendukung. Ia berpesan bahwa hal yang tidak boleh diabaikan dalam usaha yakni fokus.
“Jika fokus di produk keripik, harus mulai dari kebun, ketersediaan teknologi hingga produk jadi. Jangan sampai pelatihan terkait menjahit namun yang tahu jahit hanya satu orang,” tutur Santiasa.
Adalah satu peserta dari Kupang, Tata Yunita merasa bangga bisa ikut Sharing Session. Ia bersyukur karena bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai Komunitas dan bisa tahu lebih dalam bagaimana tentang branding, packaging yang tepat untuk pasar.
Senada dengan Yunita, Sonya Da Gama dari Sonya Art Shop Maumere merasa bersyukur karena dapat belajar banyak hal, “saya akhirnya berpikir bagaimana membuat packaging yang sederhana yang dalamnya aneka produk dikemas. Ini suatu inovasi yang luar biasa. Saya tidak sia-sia datang belajar ke sini”.