Integrasi Teknologi dalam Kelas: Pentingkah bagi Sekolah di Daerah Tertinggal?

Oleh: Fransiskus Jemadi*

Beberapa minggu terakhir, kesuksesan pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Digital (USBD) tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar di lingkup Kabupaten Manggarai Timur cukup memantik banyak komentar warga net. Komentar muncul di berbagai platform media sosial seperti Facebook.

Banyak warganet yang mengapresiasi terobosan yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Manggarai Timur ini. Namun, tidak sedikit pula yang berpendapat berbeda. Silang pendapat ini tentu beralasan.

Banyak wilayah di Kabupaten Manggarai Timur belum terjamah oleh jaringan internet yang memadai. Akibatnya, banyak siswa dan para guru bersibaku untuk tetap melaksanakan USBD ini meskipun di tengah keterbatasan jaringan internet di sekolah mereka.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk melihat inisiatif baru dari Dinas PPO Manggarai Timur ini, dalam perspektif pendidikan masa kini. Singkatnya, integrasi teknologi dalam pendidikan menjadi sangat penting.

iklan

Bila kita menelaah lebih dalam tentang integrasi teknologi dalam pendidikan, banyak literatur yang sudah membuktikan bahwa integrasi teknologi dalam pembelajaran itu berdampak positif terhadap proses dan hasil belajar siswa di sekolah. Integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi, selanjutnya disingkat TIK, memberi pengalaman belajar yang lebih baik dan lebih menarik baik bagi guru maupun siswa (Fitriyadi, 2013), mengubah kualitas pembelajaran (Lie, dkk., 2020), meningkatkan strategi belajar (Jeng dkk., 2010), dan siswa terlibat dalam pembelajaran kolaboratif (Hsu & Ching, 2013; Lai & Wu, 2006).

Selain itu, penggunaan teknologi dalam pembelajaran berpengaruh positif terhadap bidang pembelajaran siswa. Sebagai contoh, teknologi berdampak positif terhadap literasi siswa (Kim dkk., 2014), pada bidang science (Crompton dkk., 2016), pada bidang matematika (Song & Kim, 2015), pada bidang mata pelajaran sejarah (King, Gardner-McCune, Vargas, & Jimenez, 2014), dan pada bidang seni (Katz-Buonincontro & Foster, 2013). Dengan demikian, penggunaan teknologi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah berkontribisi positif terhadap prestasi belajar siswa.

Apa dan bagaimana langkah sekolah ke depan?

Langkah USBD yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Timur perlu diapresiasi. Langkah ini hendaknya dilihat sebagai titik tolak yang baik demi terwujudnya integrasi teknologi dalam pendidikan. Namun, penggunaan teknologi yang hanya menunggu di ujung akhir dari sebuah proses pembelajaran mesti ditinjau kembali.

Mestinya, perencanaan penggunaan teknologi di sekolah dan dalam proses pembelajaran mesti dirancang sejak awal. Sehingga, peserta didik tidak merasa kaget dan kaku saat sekolah ingin mengevaluasi keseluruhan proses pada akhir masa belajar dengan teknologi.

Selain itu, penggunaan teknologi sejak awal, selama dan di akhir proses pembelajaran, juga akan memberi pengalaman yang baik dan menumbuhkan kesadaran baru, serta mengasah kecakapan siswa dan guru dalam menggunakan teknologi.  Oleh karena itu, penulis ingin menawarkan beberapa langkah yang perlu dilakukan agar integrasi teknologi di sekolah dapat berjalan dengan baik.

Pertama, perlu adanya kesadaran bersama di semua sekolah. Integrasi teknologi dalam pembelajaran membutuhkan kesadaran bersama dari semua pihak atau pemangku kebijakan. Membangun kesadaran bersama ini berorientasi pada tercapainya kesinambungan, baik dalam bentuk praktik pengajaran dalam kelas maupun dalam kurikulum satuan pendidikan. Selain itu, kesadaran bersama ini perlu dibangun atas dasar kehendak baik dari setiap pemimpin yang ada pada setiap satuan pendidikan.

Kedua, pelatihan bagi para guru. Pelatihan ini menjadi langkah yang perlu ditempuh agar guru memiliki konsep yang baik tentang integrasi teknologi dan pembelajaran yang bepusat pada siswa dapat diimplementasikan dalam ruang kelas. Pelatihan ini dapat berupa pengenalan dan pengoperasian beberapa software pembelajaran atau Learning Management System (LMS) yang dapat digunakan dalam kelas untuk mengoptimalkan pengalaman belajar siswa yang berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa.

Ketiga, akses teknologi yang memadai. Kedua poin di atas dapat dilakukan jika akses teknologi sudah dimiliki pada setiap satuan pendidikan. Pengintegrasian teknologi dalam kelas akan menjadi sia-sia jika fasilitas pendukung utama seperti komputer dan internet tidak dimiliki oleh sekolah. Merupakan sebuah keharusan bagi setiap sekolah untuk memiliki fasilitas pendukung utama ini agar konsep pengintegrasian teknologi dalam kelas dan pengembangan kapasitas guru itu benar-benar terwujud.

Sebagai akhir dari tulisan ini salah satu rekomendasi yang dibuat oleh Lie, dkk (2020) dalam penelitian mereka berjudul “Secondary school language teachers online learning engagement during the Covid19 pandemic in Indonesia” bisa menjadi poin penting untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dan sekolah di daerah terpencil dalam mengatasi meluasnya digital divide dengan daerah lain di Indonesia.

Mereka mengatakan bahwa guru di daerah terpencil membutuhkan intervensi yang bersifat top-down. Pemerintah atau dinas terkait perlu merancang dan melibatkan para guru dalam kegiatan pengembangan profesionalisme guru terutama kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas technological pedagogical content knowledge (TPACK) guru di sekolah.  (Artikel tersebut bisa diunduh di https://www.informingscience.org/Publications/4626).

*Penulis adalah Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UNIKA St. Paulus Ruteng

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA