Jalankan Strategi Inklusi Sosial, Waria Mayora Terpilih Jadi Ketua BPD Habi

Maumere, Ekorantt.com – Sesuatu yang baik telah datang dari Wairhabi-Maumere. Mayora, seorang Waria yang mulai menampakkan ekspresi gendernya sebagai transgender pada 2018 lalu, terpilih menjadi Ketua BPD Habi dalam suatu pemilihan yang demokratis. Untuk keberhasilannya, Mayora mengaku menjalankan strategi inklusi sosial.  

Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) telah menjadi salah satu isu seksi yang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat. Kehadiran mereka menimbulkan beraneka macam tanggapan, baik tanggapan positif maupun tanggapan negatif.

Namun, dari dua tanggapan ini, pada umumnya, tanggapan negatiflah yang lebih dominan muncul di kalangan masyarakat. Kaum LGBT acap distigmatisasi sebagai orang-orang aneh dan tidak normal. Stigmatisasi seperti itu membuat mereka terisolasi dari kehidupan masyarakat. Stigmatisasi oleh masyarakat berkembang menjadi lebih buruk kalau Negara juga ikut melakukan diskriminasi terhadap mereka.

Namun, tampaknya stigmatisasi masyarakat dan diskriminasi Negara terhadap kaum LGBT tampaknya tidak terjadi di Dusun Wairhabi, Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini tampak dalam suksesi pemilihan Ketua dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Habi yang berlangsung di Posyandu Wairhabi, Senin, 16 Maret 2020.

Dalam pemilihan tersebut, Hendrikus Kelen, seorang Waria yang karib disapa Mayora (34), memenangkan pemilihan dengan perolehan suara tertinggi dari pada lima (5) kandidat lainnya. Maju sebagai Calon Anggota BPD dari RT 10, Dusun Wairhabi, Desa Habi, Mayora berhasil mengantongi 60 suara dari 245 pemilih. Ia unggul dari calon lainnya, yaitu Petrus Tonce (29 suara), Anastasia Nona (20 suara), Yakobus Regang (18 suara), Yosep Mardianus (59 suara), dan Agustinus Nong Viles (59 suara).

Mayora, yang menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Papua, mengungkapkan, unggul 1 suara dari suara terbanyak kedua adalah suara Tuhan.

“Mukjizat Tuhan telah terjadi pada diri saya. Banyak yang mencemooh, kok Waria bisa terpilih? Saya menghadapi dengan kesabaran. Semua ini juga berkat dukungan doa dari para pastor dan ustadz karena ketika saya mencalonkan diri, saya minta bantuan doa dari mereka dan akhirnya doa mereka terkabul,” ujar Mayora dengan mata berkaca-kaca ketika diwawancarai Ekora NTT di kediamannya di Dusun Wairhabi, Selasa 17 Maret 2020.

Mayora sadar diri bahwa keberadaan Waria belum sepenuhnya mendapat penerimaan yang positif dari masyarakat.

Oleh karena itu, jebolan Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral Yogyakarta ini menempuh strategi inklusi sosial. Agar diterima masyarakat, dia aktif dalam kegiatan keagamaan seperti pendampingan Sekami, Katekese, dan jalan salib ekspresi gender.

Selain itu, strategi inklusi sosial yang dia jalankan adalah terlibat dalam organisasi Warga Peduli AIDS (WPA), Ketua Pokja I PKK Kecamatan Kangae, pemberdayaan kelompok tenun ikat, dan pendampingan Lansia.

“Sekarang ini, masyarakat memilih pengurus BPD karena melihat orang yang sudah berbuat sesuatu di masyarakat, bukan berteori. Yang dibutuhkan adalah skill dan aksi nyata,” kata Mayora.

Mayora mengakui, sebelum masuk BPD, dia memiliki banyak pikiran yang bernas terkait pembangunan desa. Namun, tanpa masuk ke dalam sistem pemerintahan, pikiran bernas itu akan tinggal percuma dan sia-sia

“Tetapi, kita masuk dalam sebuah sistem macam di BPD ini, suara saya akan didengar, tentu lewat musyawarah untuk mufakat,” kata Mayora bersemangat.

Menurut Mayora, masyarakat Wairhabi, yang akrab disebut Lokaria, adalah masyarakat yang plural. Oleh karena itu, pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif agar masyarakat tidak terjebak dalam paham radikalisme.

Mayora berkomitmen akan mengawal kebijakan pro-rakyat melalui Peraturan Desa (Perdes) dan berbagai macam program pendampingan. Sebagai “DPRD”-nya Desa Habi, dia akan giat mengontrol kinerja pemerintahan desa. Misalnya, dia akan mengawal dana desa agar penyaluran dana tersebut tepat sasaran.

Mayora juga menyentil keberadaan Desa Habi sebagai desa pariwisata. Di sana, bertaburan hotel-hotel mewah, restaurant, dan cafe-cafe yang bisa mem-backup dana desa jika terdapat kekurangan dana.

Sesuatu yang baik telah datang dari Wairhabi. Mayora adalah potret LGBT yang bangkit untuk berkiprah di bidang pemerintahan desa sekaligus mengubur segala stigma negatif atas kaum LGBT selama ini. Proficiat, Mayora!

Yuven Fernandez

spot_img
TERKINI
BACA JUGA