Stef Sumandi: Pokir Sebagai Pendekatan Politis

Maumere, Ekorantt.com – Masyarakat sipil mendesak agar Pemerintah Kabupaten Sikka menghentikan proyek Pokir karena dinilai merupakan modus korupsi dan ladang duit para legislator.

Modus ini disinyalir guna mengakumulasi kekayaan pribadi dan agar dapat membiayai ongkos politik elektoral yang kian mahal.

Respon pun datang dari beberapa anggota DPRD Sikka.

Pokir sebagai Pendekatan Politis

Anggota DPRD Sikka dari Fraksi PDIP, Stef Sumandi saat dihubungi EKORA NTT, Jumat (8/3) membantah opini masyarakat sipil bahwa Pokir adalah modus korupsi para legislator.

iklan

Dia beralasan, Pokir hanya ada dalam proses perencanaan. Kalau sudah masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka tidak ada lagi Pokir.

“Yang ada itu dokumen APBD yang pelaksanaannya menjadi kewenangan penuh pemerintah. DPRD hanya terlibat pada saat perencanaan dan penganggaran dalam pembahasan dan ditetapkan menjadi Perda APBD. Selanjutnya, pada saat pelaksanaan, itu urusan pemerintah. Tugas DPRD selanjutnya mengawasi,” ungkapnya.

Menurut Stef Sumandi, sistem Pokir mulai diterapkan di Kabupaten Sikka sejak tahun 2013.

Sistem Pokir mulai diterapkan di Indonesia paska penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2010.

Dasar hukum lain dari Pokir adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010, Peraturan DPR RI Nomor 21 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Stef Sumandi berpendapat, Pokir adalah salah satu pendekatan yang digunakan pemerintah untuk menyaring aspirasi masyarakat.

Menurut undang-undang, terdapat tiga (3) jenis pendekatan penjaringan aspirasi masyarakat, yakni pertama, pendekatan partisipatif melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di tingkat dusun, desa, kecamatan, hingga kabupaten.

Kedua, pendekatan teknokratis melalui rencana kerja (Renja) organisasi perangkat daerah (OPD).

Ketiga, pendekatan politis melalui pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD.

“Sejauh pengalaman saya, justru Pokir membantu masyarakat yang usulannya tidak diakomodasi lewat Musrenbang dan perencanaan teknokratik pemerintah. Sebab, melalui DPRD, masyarakat dapat menyampaikan langsung kebutuhan di wilayahnya,” katanya.

Jebolan Fakultas Filsafat Unwira Kupang ini memberikan tamsil, kalau tikus masuk rumah dan merusak perabot, bukan rumahnya yang dibakar, melainkan tikusnya yang harus diusir. Substansi masalah mesti dicari.

“Jangan ada masalah, lalu yang dipersalahkan Pokir. Apakah dengan banyak masalah, lalu kita bubarkan pemerintahan? Tidak mungkin,” katanya.

Stef bersaksi, ia tidak tahu, apakah ada korupsi atau tidak dalam pelaksanaan pembangunan yang bersumber dari pendekatan politis atau Pokir.

Sebab, ia sendiri belum pernah berurusan langsung dengan proyek di lapangan.

“Tetapi, pokok-pokok pikiran anggota DPRD diatur dalam regulasi. Jadi, tidak ada yang salah,” katanya.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA