Jungkir Balik Urus Rakyat

Maumere, Ekorantt.com – Tak ada sebutan yang lebih pantas untuk disematkan pada sosok Laurensius Wolo Sina Ritan, selain aktivis ulung.

Pria kelahiran Larantuka 14 Januari 1978 ini memang terkenal sebagai seorang aktivis yang pantang menyerah memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang dimarginalkan oleh sistem kapitalis.

Lahir dari latar belakang keluarga petani yang sederhana, Lorens kecil dididik secara demokratis oleh kedua orang tuanya.

Hal ini turut membentuk Lorens untuk hidup ugahari.

Sejak kecil potret ketidakadilan sudah dirasakannya.

iklan

Di saat harga pupuk naik, sementara harga jagung di pasar anjlok atau di saat musim paceklik mencekik dan para petani harus berburu ubi di hutan, namun di saat yang sama para politisi sibuk berburu jatah proyek.

Kondisi ini sudah akrab dalam hidupnya.

Lorens mulai tergerak memperjuangkan keadilan bagi masyarakat.

Sejak tahun 2001, ketika masih disibukkan dengan kuliah filsafatnya di STFK Ledalero, Lorens sudah mulai menggabungkan diri dengan Forum Studi dan Studi Mahasiswa Flores (Formares).

Berbekal berbagai pemikiran para filsuf, ia mulai berani membumikan konsep-konsep filsafat yang berat di otak, namun menjadi ringan diterapkan di masyarakat.

Dari forum ke forum, entah itu forum yang sudah lama dibentuk atau yang baru dibentuknya bersama teman-teman aktivis lainnya, Lorens selalu lantang berbicara tentang kesetaraan.

Tak ayal, banyak forum yang dibentuknya menjadi corong masyarakat untuk meneriakan ketidakadilan yang dirasakan.

Forum yang dibentuknya tidak hanya sebatas diskusi belaka di kalangan akademisi tetapi juga menyentuh langsung kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan yang paling bawah.

Hingga saat ini, sudah banyak forum masyarakat yang dibentuknya guna memperjuangkan hak-hak rakyat.

Sejak tahun 2004-2006, Lorens bersama aktivis Formares (Agymus Geor) dan masyarakat tani di Kecamatan Bola membentuk Forum Komuniasi Masyarakat Tani (FORKOMASTA) untuk memperjuangkan nasib petani vanili yang saat itu mengalami problem kualitas dan anjloknya harga Vanili di pasaran.

Tak hanya itu saja, pada tahun 2005-2006 ia bersama  masyarakat Desa Wairbleler membentuk  Aliansi Masyarakat Desa Wairbleler untuk memperjuangkan pembangunan Jalan dari Habiheret-Hoder hingga akhirnya ruas jalan itu dibangun.

Pada saat yang bersamaan, Lorens berjuang bersama Masyarakat Pedagang Pasar Kota Baru Maumere membentuk organisasi Serikat Pedagang Pasar Kota Baru Maumere untuk melawan Koperasi Beringin yang saat itu sebagai pengelola pasar.

Mereka berusaha mengembalikan pengelolaan pasar kepada Pemerintah Daerah.

Kala itu, mereka berhasil menggagalkan usaha pemerintah membangun supermarket di lokasi pasar sekarang karena mereka berpandangan bahwa di tengah kota harus ada pasar untuk masyarakat kecil mengases ekonomi.

Lorens memang dekat dengan masyarakat kecil. Buktinya, sejak tahun 2005-2008 Lorens menggerakan masyarakat Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda membentuk Aliansi Masyarakat Desa Reroroja guna  memperjuangkan hak atas tanah yang dikontrakan perusahaan Mutiara milik Jepang “Kyoko Sinju Indonesia”.

Kemudian pada tahun 2009-2010 ia bersama Masyarakat Wuring membentuk Aliansi Masyarakat Wuring dan berhasil menolak rencana Pemerintah Pusat melakukan Pelebaraan Pelabuan Laut Wuring ke arah Timur.

Pasalnya, pelebaran itu berdampak pada penggusuran beberapa rumah penduduk dan Masjid. Akhirnya pemerintah mengubah gambar yang rencananya dilebarkan ke arah Timur diubah ke arah barat sehingga masjid dan rumah penduduk luput dari penggusuran.

Masih ada lagi bukti getolnya ayah 4 anak ini berjuang demi rakyat.

Pada tahun 2010-2011, ia bersama masyarakat nelayan Pamana, Wuring, Pulau Besar membentuk Aliansi Masyarakat Nelayan Kabupaten Sikka.

Mereka melawan praktek pemerasan yang dilakukan oknum aparat atas nelayan terutama mengenai perpanjangan surat izin berlayar dan surat izin tangkap.

Alhasil, perjuangan ini berhasil. Dinas perikanan dan syahbandar memberi kemudahan bagi nelayan.

Sementara itu, pada tahun 2012-2013, Alumni Seminari San Dominggo Hokeng ini bersama masyarakat di pesisir Waioti memperjuangkan pembangunan turap penahan gelombang, karena setiap tahun saat musim barat mereka selalu diterjang gelombang laut hingga merusak rumah mereka.

Suami Imelda Muda ini memang selalu jungkir balik mengurus rakyat.

Kegigihannya patut diacungi jempol. Perjuangan Lorens dari dulu hingga sekarang tetap sama yakni memastikan agar rakyat tidak terus-menerus diabaikan negara.

Baginya, negara mesti hadir di saat rakyat kesulitan karena itu merupakan tujuan dibentuknya sebuah negara.

Kini Lorens memastikan dirinya ikut dalam proses pencalonan menjadi anggota legislatif di Kabupaten Sikka.

Mengapa Harus Menjadi Anggota DPRD?

Bagi Lorens, menjadi politisi adalah panggilan hidup guna menjawab apa yang menjadi cita-cita luhur para pendiri bangsa yaitu masyarakat adil makmur.

Agar masyarakat menjadi makmur maka harus ada kebijakan politik yang adil.

Bagaimana kebijakan politik yang adil itu bisa terwujud?

Menurut Lorens, hal utama dari persoalan ini adalah aturan yang ditetapkan dan penegakan aturan itu sendiri.

Menurutnya, sekarang rakyat mesti bebas dari kungkungan kerangkeng kekuasaan yang menjadikan rakyat sebagai “sapi perah.”

Rakyat mesti berdaulat atas hasil jerih payahnya lewat pengumpulan pajak. Karena itu, Lorens tergerak menggambil peran dalam politik dan menjadi anggota DPRD agar bisa terlibat dalam mendistribusikan APBD kabupaten Sikka  bagi masyarakat.

Baginya, salah satu fungsi DPRD yakni fungsi Budgeting akan dimanfaatkannya sebaik mungkin mulai dari proses perencanaan.

Dengan begitu, usulan masyarakat akan diprioritaskan kebutuhanya bukan hanya kebutuhan-kebutuhan publik tapi juga kebutuhan secara individu dan keluarga dalam pemenuhan hak dasar sebagai warga Negara.

Riwayat Pendidikan

1985-1991: SDK Lewokung

1991-1994: SMP Negri 2 Larantuka

1994-1995: SMA Negeri 468 Larantuka

1995-1999: SMA Seminari San Dominggo Hokeng

1999-2000: TOR Lela

2001-2007: Kuliah di STFK Ledalero

Riwayat Organisasi

Tahun 2001: Bergabung di Formares (Forum Studi dan Komunikasi Mahasiswa Flores) hingga tahun 2004 dipercayakan menjadi Sekretaris Formares.

Tahun 2002-2006: Mendirikan 10 Lingkar Diskusi Mahasiswa yakni, Lingkar Diskusi Analisis Kebijakan Ekonomi dan Politik Lokal dan Nasional di 4 kampus (STFK Ledalero, ABA Santa Maria Maumere (Sudah Tutup), PGSD Bhaktyarsa (Sudah Tutup), Universitas Kelas Jauh Muhamadyah Maumere (Sekarang IKIP Muhamadyah). Dari 10 lingkar diskusi mahasiswa ini kemudian didorong untuk menghidupkan kembali PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) St. Thomas Morus Cabang Sikka. Sejatinya, PMKRI Maumere didirikan pada tahun 1999 di Sikka tetapi pada tahun 2001-2005 tidak berjalan normal (masalah internal kepengurusan), sehingga berjalan kembali di tahun 2005-sekarang.

Tahun 2004: Bersama beberapa aktivis FORMARES Mendirikan BOM Sikka (Barisan Oposisi Muda Sikka).

Tahun 2005: Mendorong didirikannya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sikka dengan medorong Aktivis LMND Ekskot Sikka yang saat itu sudah lebih dulu terorganisir untuk menjadi pendiri GMNI Cabang Sikka.

Tahun 2005: Mendirikan organisasi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Sikka.

Tahun 2005: Terlibat Mendirikan Forum Komunikasi Masyarakat Tani (FORKOMASTA).

Tahun 2005: Mendirikan Struktur Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sikka.

Tahun 2006: Mendirikan organisasi Gerakan Tani Maumere (GERAM) yang terdiri dari 35 kelompok Tani di 4 Desa (Desa Wolomotong, Desa Iantena, Desa Wairbleler, dan Desa Reroroja).

Tahun 2006: Sebagai salah satu Inisiator terbentuknya Komite Tani Ende (Kota Ende).

Tahun 2006: Mendirikan Struktur Partai Rakyat Demokratik (PRD) Kabupaten Ende.

Tahun 2007: Sebagai  salah satu Inisiator terbentuknya Serikat Tani Flores Timur (STFT).

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2006: Mendirikan Lembaga SRKP (Solidaritas Rakyat untuk Kedaulatan Pangan)

Tahun 2006-2009: Menjadi direktur lembaga dan Koordinator Program “Membangun Kedaulatan Pangan Berbasis Solidaritas Rakyat”. Program ini didukung oleh “Pikul Kupang” (Oxfam Australia dan Oxfam New Zealand) dengan membantu dana Rp400 juta

Tahun 2009-2014: Menjadi pelaksana program PRB (Penguran Resiko Bencana) bersama Wahana Tani Mandiri (WTM) yang didukung oleh OXFAM GB (Inggris) di kawasan Gunung Egon. Bekerja di 5 desa diantaranya 4 desa di Kecamatan Mapitara (Desa Hebing, Desa Hale, Desa Natakoli, Desa Egon Gahar) dan 1 Desa di Kecamatan Doreng (Desa Nenbura)

Tahun 2014 – sekarang: Wiraswasta

 

TERKINI
BACA JUGA