Kasus Rabies di Sikka Meningkat Sementara Pasokan Vaksin Tak Mencukupi

Maumere, Ekorantt.com – Fenomena yang lazim terjadi di Kabupaten Sikka sekarang adalah virus rabies. Virus ini sangat mematikan dan sudah menelan banyak korban di beberapa wilayah.

Lalu, bagaimana cara penanggulangan virus berbahaya ini?

Persoalan rabies pada umumnya sudah dianggap biasa oleh kalangan masyarakat di Kabupaten Sikka. Tanpa disadari, virus ini sudah menyebar dan menghilangkan puluhan nyawa warga Negara di Kabupaten Sikka sejak masuk pertama kali pada tahun 1998.

Menurut Satuan Medis Fungsional Penyakit Dalam RSUD TC Hillers Maumere dr. Asep Purnama dalam diskusi bersama dengan Ekora NTT, Jumat (10/5/19), virus rabies masuk ke Flores Lembata pertama kali pada tahun 1997 di Sarotari, Flores Timur dan menyebar ke Sikka pada tahun 1998.

Virus mematikan ini berasal dari Sulawesi Selatan yang diduga disebarkan oleh para pedagang yang berlayar pada saat itu. Dalam ilmu kesehatan, virus yang berasal dari hewan dan masuk ke dalam tubuh manusia ini lazim disebut dengan istilah zoonosis.

iklan

Keberadaan virus rabies bisa dilihat melalui kepala anjing yang dipotong dan diperiksa di Laboraturium Balai Besar Veteriner Denpasar.

Adapun gejala atau tanda-tanda seseorang terkena virus antara lain adalah menggigil karena takut dengan udara dan/atau air.

Salah satu cara menghentikan penyebaran virus rabies adalah mencuci luka dengan sabun minimal 12 jam setelah digigit anjing dan segera divaksin.

Di Sikka, Pemda Sikka bertanggungjawab menyelesaikan persoalan rabies ini. Sebab, jumlah kasus gigitan anjing rabies semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Laju perkembangan penyebaran virus rabies sangat cepat. Sebab, berbeda dengan virus HIV/AIDS yang memiliki Global Van sebagai pendonor tetap, rabies tidak memilikinya.

Beberapa pertanyaan seperti apakah Dinas Pertanian Kabupaten Sikka punya anggaran dan stok vaksin yang memadai mesti dijawab oleh Pemda Sikka.

Pada Jumat (17/5/19), Ekora NTT menemui Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Ir. Hendrikus Blasius Sali di ruang kerjanya.

Hendrikus mengungkapkan, pihaknya akan segera menanggulangi virus rabies di Sikka dan akan meningkatkan penyediaan vaksin hingga 65%.

Menurutnya, pada tahun 2018, terjadi peningkatan kasus positif rabies di Sikka khususnya dan daratan Flores Lembata umumnya.

“Di Kabupaten Sikka, pada 2018, sudah terjadi 2 kasus meninggal dunia (kasus Lyssa) di Kecamatan Hewokloang dan Waigete,” ungkapnya.

Menurut Hendrikus, pada 2018, dari 12 kecamatan dan 36 desa di Kabupaten Sikka, 60 spesimen otak anjing terindikasi positif rabies.

Pihaknya sudah melakukan vaksinasi di seluruh wilayah Kabupaten Sikka. selain itu, kampanye rabies juga digalakkan melalui kegiatan penyuluhan, imbauan, pengumuman, rapat koordinasi instansi teknis, talk show, seminar, perlombaan bagi anak-anak sekolah, hingga pembentukan tim koordinasi tingkat kabupaten dan kecamatan.

Pada awal tahun 2019, lanjut Hendrikus, terjadi lagi satu kasus Lyssa, yakni korban meninggal karena rabies di Desa Egon, Kecamatan Waigete.

Lima (5) spesimen otak anjing positif Rabies, yaitu masing-masing di Desa Bola-Kecamatan Bola, Desa Nenbura-Kecamatan Doreng, Desa Egon dan Desa Hoder-Kecamatan Waigete, dan Desa Iligai-Kecamatan Lela.

Berkaitan dengan vaksinasi HPR, target populasi anjing di Sikka mencapai 60.000 ekor. Sementara itu, pada tahun 2019, alokasi vaksin rabies sebanyak 22.000 dosis yang terdiri atas 12.000 dosis dari dana APBN dan 10.000 dosis dari dari dana APBD. Alokasi vaksin ini tidak mencukupi untuk memvaksinasi 70% populasi anjing target.

Hendrikus mengatakan, karena keterbatasan atau kekurangan vaksin, pada tahun 2019 ini, pihaknya hanya akan melakukan lakukan vaksinasi darurat di beberapa desa tertular saja seperti Desa Nenbura-Kecamatan Doreng, Desa Wolokoli dan Desa Bola-Kecamatan Bola, Desa Habi-Kecamatan Kangae, Desa Egon dan Desa Hoder-Kecamatan Waigete, Kelurahan Waioti-Kecamatan Alok Timur, dan Desa Iligai-Kecamatan Lela.

Vaksinasi darurat ini pun menggunakan bantuan vaksin buffer stock provinsi sebanyak 4.000 dosis.

Menurut Hendrikus, dalam rangka meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), pihaknya sudah melakukan sosialisasi di Desa Egon dan melakukan Rapat Tim Koordinasi Pengendalian Rabies Tingkat Kecamatan di Kecamatan Talibura dan Kecamatan Waigete.

“Penyakit rabies ini sudah mendarah daging di wilayah Kabupaten Sikka. Di satu sisi, kasus rabies terus meningkat dari tahun 2018 hingga tahun 2019. Di sisi lain, penyediaan vaksin tidak mencapai target. Untuk mencapai 70% target, maka perlu adanya penambahan lagi vaksin di tahun 2019 sebanyak 33.000 dosis,” ungkapnya.

Pemerintah menyarankan agar masyarakat terus berwaspada dengan mengurung atau mengikat anjing, tidak mengganggu anjing, melaksanakan tindakan mencuci luka untuk setiap kasus gigitan, dan menutupi wilayah, yaitu tidak memasukan dan/atau membawa keluar anjing ke desa atau wilayah lainnya. (Okto Muda/Kontributor)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA