Alasan STFK Ledalero Mesti Mempelajari Marxisme

Ledalero, Ekorantt.com – STFK Ledalero baru saja merayakan hari jadi ke-50 pada Minggu, 8 September 2019 lalu.

Berbagai doa dan harapan telah didaraskan bagi sekolah Katolik milik Tarekat Misi Societas Verbi Divini (SVD) itu.

Salah satu harapan itu adalah agar STFK Ledalero beri ruang lebih luas bagi studi-studi marxisme.

Filsafat Marxisme Patut Dipelajari

Emilianus Y.S. Tolo

Dosen STFK Ledalero Emilianus Y.S. Tolo berpendapat, sebagai sebuah institusi ilmiah yang mengajarkan filsafat, teologi dan ilmu agama, Filsafat Marxisme patut dipelajari di STFK Ledalero karena pembahasan tentang tema-tema ini selalu bersinggungan dengan Marxisme entah secara positif maupun negatif.

iklan

Karena itu, para dosen dan mahasiswa perlu dibuka cakrawala berpikirnya untuk memahami berbagai macam konsep, termasuk konsep Filsafat Marxisme, untuk memahami realitas hidup hari ini.

Menurut Emil, demikian dosen muda ini biasa dipanggil, di STFK Ledalero, sosiologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting, yang hari ini sedang diajar dan dipelajari oleh para dosen dan mahasiswa di STFK Ledalero.

Sebagaimana menurut Alfred North Whitehead, semua Filsafat Barat hari ini selalu merupakan catatan kaki dari Plato, maka sosiologi hari ini selalu merupakan catatan kaki dua sosiolog besar: Max Weber dan Karl Marx.

Bedasarkan hukum dialektika, sesuatu hanya bisa dipahami secara memadai bila tesis dan anti-tesisnya bisa diketahui secara bersamaan.

Oleh karena itu, menurut Emil, seseorang hanya memahami secara memadai Weber bila membaca Marx dan vice versa.

Atas alasan ini, semua institusi yang mengajarkan sosiologi perlu juga secara serius memperkenalkan Marxisme.

Karena STFK Ledalero sudah sejak lama menjadikan sosiologi sebagai mata kuliah wajib dan penting di samping studi-studi Filsafat, maka Filsafat dan sosiologi Marxisme harus diajarkan kepada mahasiswa.

Apalagi, dalam perayaan pesta emas STFK Ledalero 2019, STFK Ledalero diajak untuk mendekati dan mempelajari realitas melalui pendekatan multi displin agar yang abstrak dan riil bisa dipahami dan dialami secara secara lebih memadai, baik secara dialektik dalam kehidupan di kampus maupun di tengah masyarakat Indonesia.

“Sebagaimana pernah saya jelaskan bahwa dialektika materialisme Marxis adalah kunci keberlangsungan hidup dan berkembangnya STFK Ledalero ke depan (Flores Pos, 14/9/2019), maka ilmu-ilmu Marxisme dan non-Marxisme perlu diajarkan secara bersama-sama di STFK Ledalero. Dialektika antara ilmu Marxisme dan non-Marxisme, menurut saya, akan menjadikan STFK Ledalero menjadi sebuah institusi yang berwarna akademik, yang membiarkan pertarungan dialektik antara berbagai pandangan berseberangan sebagai suatu yang wajar dan biasa,” ungkap Emil.

Namun, menurut Emil, baik ilmu Marxisme maupun non-Marxisme dalam dunia kampus, khususnya STFK Ledalero, tidak boleh digeluti dan dipelajari sebagai sebuah ideologi, melainkan sebagai ilmu.

Sebagai ideologi, sebuah konsep, seperti Marxisme, cenderung menutup diri terhadap kritikan, perbaikan dan, karena itu, menjadikannya dogma yang tidak jarang terlepas dari dunia yang terus berubah-ubah.

Sebaliknya, sebagai ilmu, Marxisme harus dipelajari, dikritik, diperbaiki dan dikembangkan secara terus menurus sesuai dengan perkembangan dunia.

Kehadiran ilmu-ilmu non-Marxis, dalam hal ini, penting dalam sebuah institusi pendidikan untuk menantang perkembangan Marxisme sebagai ilmu.

Hal yang sama juga berlaku untuk ilmu-ilmu non-Marxis lainnya.

Kehadiran Marxisme adalah juga untuk menantang reproduksi ilmu-ilmu non-Marxis dalam dunia yang terus berubah-ubah ini.

“Karena itu, bagi saya, ketegangan dialektik antara ilmu Marxis dan non-Marxis dalam sebuah institusi pendidikan, seperti STFK Ledalero, harus terus dijaga dan dipelihara. Hanya dengan menjaga ketegangan dialektik seperti ini, sebuah institusi pendidikan, seperti STFK Ledalero, dapat menghampiri kebenaran yang membebaskan, yang adalah tujuan dari keberadaannya di dunia ini,” pungkas dia.

Teologi Kontekstual dan Kritik Agama

Pater Dr. Otto Gusti Nd. Madung

Ketua STFK Ledalero Pater Otto Gusti Nd. Madung berpendapat, marxisme perlu dipelajari di STFK Ledalero karena dua alasan berikut. 

Pertama, setiap teologi adalah teologi kontekstual. Artinya, teologi adalah refleksi tentang wahyu Allah dalam terang konteks sosio budaya tertentu. Dan Marxisme adalah salah satu metode analisis sosial terpenting dalam ilmu sosial. Marxisme membantu kita membaca realitas perjuangan kelas kelas sosial untuk pembebasan secara komprehensif. Dan teologi tidak lain dari kisah tentang realitas sosial dari perspektif kaum tertindas.

Kedua, Marxisme mengajarkan metode kritik agama. Marx mengajarkan kita untuk tidak menjadikan agama sebagai das Opium des Volkes. Opium adalah obat penenang yang dipakai sebagai obat penenang guna melupakan getirnya perjuangan hidup konkret. Kritik ini menjadikan agama-agama sebagai inspirasi untuk perjuangan pembebasan.

Menurut Pater Otto, di STFK Ledalero, marxisme diperkenalkan lewat kuliah tentang teori kritis Mazhab Frankfurt dan juga lewat sejumlah karya Chantal Mouffe dan Ernesto Laclau tentang kritik demokrasi liberal yang teknokratis.

Beberapa alumnus bercerita, ruang studi marxisme di STFK terlalu sempit. Bagaimana sistem perkuliahan atau SKS yang mesti diterapkan agar mahasiswa bisa benar-benar kuasai marxisme? Apa ada rencana beri porsi besar untuk ruang studi marxisme di STFK?

Pater Otto menjelaskan, studi marxisme sangat bergantung pada dosen yang menguasai teori Marx.

Di samping itu, ada sejumlah dosen yang menggunakan pendekatan Marxian tanpa harus menyebut nama Marx. Pater John Prior, misalnya, bicara tentang teologi rakyat, tetapi sesungguhnya itu metode marxian.

Menurut Pater Otto, kalau kita baca seluruh injil, seluruh pesannya bicara tentang pembebasan.

“Kadang kadang, saya bertanya-tanya, apakah Yesus seorang Marxis? Atau secara historis, apakah Marx seorang Yesuanis?” ungkap Pater Otto.

Pater Otto menginformasikan bahwa STFK Ledalero akan membuka Prodi S-2 Filsafat pada tahun 2020.

Beberapa dosen sudah sedang menyelesaikan program S-3 untuk menjadi tenaga dosen di Prodi S-2 Filsafat di STFK Ledalero.

Dalam kurikulum S-2 tersebut, marxisme akan mendapat porsi yang cukup.

Anno Susabun

Mahasiswa STFK Ledalero Anno Susabun berpendapat, STFK Ledalero sebagai lembaga akademis yang mempelajari filsafat tidak perlu ditanyai soal penting tidaknya belajar Marxisme.

Sebab, filsafat (sosial) tanpa marxisme itu buta.

Jika filosof mempelajari pemikiran idealis Plato hingga Hegel, mengapa materialisme historis Marx tidak dipelajari juga?

Lebih jauh, demikian Anno, STFK Ledalero adalah lembaga akademis berbasis agama.

Dalam sejarah, marxisme adalah musuh agama-agama karena dianggap ateis dan tidak punya basis moralitas.

Akan tetapi, marxisme dimusuhi ternyata karena menawarkan pemikiran alternatif yang mengganggu status quo penguasa, termasuk dalam lingkaran Gereja Katolik dan mungkin juga STFK Ledalero.

Menurut Anno, marxisme justru punya peran penting bagi mahasiswa, bukan hanya di STFK Ledalero.

Sebab, marxisme memberikan peluang bagi produksi pemikiran materialis yang kritis dan berusaha putus dari dominasi teori dan praktik berwatak penindasan.

Singkatnya, demikian Anno, STFK ledalero sebagai lembaga pendidikan filsafat sangat perlu mempelajari marxisme karena selain marxisme punya peran penting dalam sejarah filsafat tetapi juga karena dia menjadi pisau analisis paling mantap dalam menyelesaikan problem sosial hari ini.

Menurut Anno, pembelajaran marxisme di STFK Ledalero belum terlalu mantap.

Akan tetapi, mahasiswa sendiri selalu berusaha mempelajari literatur marxisme, baik yang disediakan di kampus maupun yang diupayakan sendiri.

Ideologi yang Berpengaruh dan Pisau Analisis

Are de Peskim

Pegiat Sosial Are de Peskim berpendapat, terdapat dua alasan mengapa STFK Ledalero mesti mempelajari marxisme.

Pertama, Marxisme adalah ideologi yang berpengaruh di dunia.

Walau dia punya banyak kekurangan, dia mampu menguliti persoalan-persoalan yang ada sekarang.

Dia jadi ideologi alternatif dan pedoman bagi para aktivis membaca dan merespons situasi sekarang.

Kita harus terbuka pada semua pemikiran.

Kedua, sebagai lembaga pendidikan calon imam dan awam Katolik dengan teologi pembebasan sebagai salah satu teologi kontekstual Gereja Katolik, mau atau tidak mau STFK Ledalero harus belajar marxisme.

Sebab, teologi pembebasan bersilangan dengan marxisme.

Menurut Are, kelompok aktivis ‘98 pakai marxisme sebagai pisau analisis untuk melawan kekuasaan Suharto.

Are mengatakan, marxisme tidak bisa direduksi hanya sekadar menjadi kritik agama dalam filsafat ketuhanan.

Pembicaraan tentang Tuhan selalu bertitik tolak dari kritik atas kondisi sosial ekonomi politik. Sebab, marxisme lebih fokus pada sosial ekonomi politik.

Pahami Struktur Ketidakadilan

Romo Louis Jawa

Alumnus STFK Ledalero Romo Louis Jawa berpendapat, konsep Marxisme dibutuhkan sebagai wawasan pembanding agar tamatan STFK Ledalero bisa memahami struktur ketidakadilan di tengah masyarakat.

Di samping itu, Marxisme mesti dipelajari agar tamatan STFK Ledalero tidak cenderung menjadi penjabat agama dan penjabat publik yang elitis, koruptif, dan arogan.

Menurut Romo Louis, STFK Ledalero masih dihuni kalangan tradisional konservatif ketimbang kalangan progresif.

“Apakah STFK siap untuk ide progresif visioner dalam perkuliahan dan juga efeknya dalam pembentukan di konvik-konvik calon imam?” tanya Pastor Desa di Reo yang aktif menekuni pastoral anak-anak muda ini.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA