“Berapa Guru yang Tersisa di Jepang?” dan Mengapa Negara Mesti Memuliakan Guru

Pada Senin, 6 Januari 2019, puluhan Guru Tidak Tetap (GTT) di Ende mendatangi Kantor DPRD Ende. Mereka hendak sampaikan keluhan tentang belum dibayarnya honor mereka sebagai GTT sepanjang tahun ajaran 2019. Padahal, mereka sudah penuhi persyaratan administrasi sebagaimana diatur dalam Perbup No. 13 Tahun 2018 tentang Kriteria Penerima Bosda. Nama-nama mereka sudah terdaftar di data base GTT tahun 2019.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende, dari 1.056 GTT yang tercatat dalam data base, baru 779 guru yang menerima honor. Sebagai perbandingan, pada tahun 2018, 1.534 guru menerima honor GTT selama 4 bulan.

Pemerintah Kabupaten Ende sendiri menganggarkan dana Rp8 Miliar untuk membiayai honor guru tidak tetap di Kabupaten Ende. Anggaran itu termasuk ke dalam program Bantuan Operasional Daerah (Bosda). Dalam berbagai kesempatan, pemerintah sampaikan bahwa honor GTT akan dibayar pada Desember 2019. Penerima honor yang diwajibkan sesuai aturan adalah guru mata pelajaran tingkat SMP dan guru kelas untuk tingkat SD. Pemerintah juga mengakomodasi guru Penjas dan guru agama tingkat SD yang mengajar dari kelas satu sampai kelas enam untuk menerima honor GTT. Namun, hingga akhir Minggu pertama bulan Januari 2020, honor GTT tak kunjung dibayar.

Pemerintah sendiri beralasan bahwa honor GTT di Ende belum bisa dibayar karena pihak Inspektorat masih sedang melakukan validasi administrasi GTT. Validasi dilakukan untuk menghindari kecurangan, kecurigaan, dan kepentingan pihak tertentu.

Kami berpendapat, Pemda Ende wajib memenuhi hak tenaga GTT di Ende. Para guru itu sudah melaksanakan kewajiban “mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” Mereka adalah ujung tombak terdepan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana amanat UUD 1945. Dengan perkataan lain, mereka adalah sarana terpenting mencapai tujuan mulia didirikannya bangsa ini oleh para founding mothers/fathers.

Memang dalam peraturan pemerintah tidak disebutkan secara eksplisit nomenklatur Guru Tidak Tetap. Di sana hanya disebutkan “tenaga honor.” Menurut PP No. 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honor Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), tenaga honor adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu dan instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Guru adalah salah satu tenaga honorer yang diprioritaskan untuk diangkat menjadi CPNS untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru di sekolah-sekolah. Pengangkatan tenaga honor guru dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi yang dibiayai oleh APBN atau APBD.

Kelalaian dan kegagalan Dinas P dan K Kabupaten Ende dalam melakukan verifikasi dan validasi berkas administrasi GTT 2019 patut disesalkan. Kelalaian dan kegagalan itu telah menyebabkan nasib para Guru Tidak Tetap di Ende terkatung-katung. Sumiyati, guru honor bergaji Rp130 Ribu meneteskan air mata di Kantor DPRD Ende. Uang ratusan ribu diperolehnya dari komite sekolah. Guru honor di SD Inpres Onekore Ende selama 12 tahun ini sempat menerima bantuan insentif guru honor dari pemerintah pada 2018. Namun, pada 2019, dia tidak bisa terima lagi insentif tersebut karena namanya tidak terdaftar dalam daftar penerima bantuan.

Usai Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan oleh bom militer Amerika pada tahun 1945, hal pertama yang ditanyakan Kaisar adalah “berapa banyak guru yang masih hidup di Jepang?” Dengan sisa-sisa tenaga guru itulah, Jepang membangun kembali kejayaannya untuk sekarang tampil sebagai salah satu negara maju di dunia. Apakah pemerintah di Ende pernah ajukan pertanyaan yang serupa?  

spot_img
TERKINI
BACA JUGA