Miris, Siswa Kelas 5 SD di Sikka Belum Bisa Baca Tulis

Maumere, Ekorantt.com – Potret miris dunia pendidikan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali terkuak. Seperti laporan komunitas ‘Relawan Mengajar’ Sikka, banyak siswa kelas 5 SD belum bisa membaca dan menulis. Hal itu dialami puluhan siswa kelas jauh SDK 064 Watubala di sebuah dusun Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka.

Dusun tersebut berada di kawasan hutan kemasyarakatan Wairbukan, Desa Wairterang. Karena jarak yang jauh ke SDK 064 Watubala maka muncul inisiatif untuk membuka kelas jauh.

Sejak tahun 2012 sistem pendidikan kelas jauh SDK 064 Watubala dibuka dan dibina oleh Yayasan Cerdas Anak Bangsa (YCAB). Namun, belakangan yayasan itu lepas tangan dan nasib pendidikan anak-anak diabaikan begitu saja.

Penelusuran media ini, puluhan anak usia sekolah di wilayah itu tak dapat lagi mengenyam pendidikan layaknya anak-anak lainnya. Nasib mereka terlunta-lunta. Jangankan dapat belajar di ruang kelas yang nyaman, mendapat bimbingan guru sekali dalam satu minggu pun sulit.

Akibatnya, kemampuan para siswa sangat jauh di bawah standar kompetensi yang harus mereka miliki. Bahkan belum bisa membaca dan menulis, padahal sudah kelas 5. Para siswa kelas 4 lebih parah, belum mengenal huruf.

iklan

Dusun tersebut saat ini dihuni oleh 44 kepala keluarga dengan 26 anak usia sekolah, ada 24 orang yang aktif dan 2 diantaranya non aktif (tidak sekolah). Selain sulit dijangkau, juga status kawasan hutan kemasyarakatan menyebabkan mereka hampir tak pernah mengecap laju pembangunan.

Di dalam kawasan hutan lindung mereka membangun rumah-rumah sederhana terbuat dari pelupuh. Satu-satunya bangunan semi permanen yang ada adalah sebuah posyandu.

Peran PKL YCAB

Media ini kembali mencoba menelusuri peran YCAB kepada beberapa komunitas ‘Relawan Mengajar’ yang sering datang ke Wairbukan sejak 2016-2021 untuk memberikan bantuan, dan ditemukan jawaban serupa bahwa kegiatan belajar hampir tidak ada.

Seharusnya guru (YCAB) datang 3-4 kali seminggu, namun hal itu tidak terjadi. Di sisi lain berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, kegiatan mengajar tak berjalan baik di sana.

Isu tak sedap tentang dugaan penyalahgunaan dana BOS pun kian merebak, sejalan dengan kondisi peserta didik yang semakin tertinggal.

Hal itu terus berlangsung hingga masa pandemi Covid-19 tiba. Selama masa pandemi anak-anak total tidak mendapatkan pendidikan apapun.

Kepala Desa Wairterang, Ignasius Nong Salves Mana, saat dikonfirmasi media ini membenarkan kondisi pendidikan di wilayah itu.

Ia menuturkan, pada mulanya kelas jauh SDK 064 Watubala terbentuk pada tahun 2009-2010, berjalan dua tahun karena penganggarannya sudah dihentikan (saat itu ia masih sebagai Ketua BPD).

Kemudian saat ia terpilih sebagai Kepala Desa Wairterang, kelas jauh mulai diagendakan untuk dilanjutkan.

Dalam perjalanan ia mendapat informasi bahwa sekolah Pendidikan Layanan Khusus (PLK) akan dibuka di Kabupaten Sikka. Tak lama berselang datang seorang yang mengaku sebagai pemilik Yayasan Cerdas Anak Bangsa (YCAB) bernama Godifridus Gaudensius dan menawarkan agar yayasannya dapat mendampingi anak-anak sekolah.

Ia merasa bahwa hal itu baik. Sehingga pada tahun 2012 kelas jauh SDK 064 Watubala dialihkan kepada YCAB. Semula berjalan baik, hingga belakangan Pemdes Wairterang mendengar berbagai isu tak sedap.

Yayasan tersebut tidak memiliki keuangan dan data pokok pendidikan (Dapodik) belum ada maka 4 orang guru yang direkrut mendapat pesangon 500 ribu dari desa. Keempat guru tersebut mengajar 4 kali dalam satu minggu di Wairbukan.

Sampai tahun ajaran keempat, siswa drop out yang diterima PLK sudah memasuki masa UN namun Dapodik belum muncul. Desa pun memfasilitasi ujian siswa PLK tersebut.

Tahun 2017 Dapodik sudah ada Dana BOS juga sudah diterima. YCAB mulai berdiri sendiri. Sementara pihak desa pun perlahan mulai melepas yayasan tersebut.

“Pihak yayasan mulai menjaga jarak pelan-pelan dari desa. Saya pikir ya sudah lah kita tidak perlu intervensi lagi. Biarkan mereka mandiri seperti sekolah lainnya yang berada di wilayah Desa Wairterang,” ucap Ignas.

Pemerintah desa sempat mendengar bahwa YCAB telah merekrut tiga guru tambahan dan seorang kepala sekolah. Saat masa jabatannya (Kades) berakhir ia pun tak mengetahui lagi kondisi PLK tersebut.

Tahun 2019, saat Ignas kembali menjabat Kepala Desa Wairterang, setahun menjabat (tahun 2020) ia mencari tahu kembali keberadaan PLK YCAB. Ia mendengar banyak informasi dan laporan dari komunitas atau pihak-pihak yang datang ke Wairbukan.

Menurut laporan yang Ignas terima, kegiatan KBM anak-anak tersebut sudah tidak berjalan lagi. Bahkan sekolah darurat yang dibangun secara swadaya oleh warga hanya tinggal sisa-sisa pelupuh yang sudah rapuh. Sekolah tersebut pernah dibangun kembali dan berpindah tempat (masih dalam wilayah Wairbukan) namun kondisinya tetap sama. Tak ada aktivitas KBM.

Melihat kondisi tersebut, Pemdes mencoba menelusuri persoalan tersebut. Kades Ignas memanggil pihak YCAB untuk menanyakan hal tersebut. Pihak YCAB bilang nomenklatur PLK di Kemendikbud provinsi sudah tidak ada lagi.

Kades Ignas menilai hal tersebut juga menjadi penyebab yayasan tidak berjalan baik.

Dirinya mengaku cukup kecewa dengan pihak YCAB yang kurang bertanggung jawab terjadap pendidikan. Bahkan Oktober 2021, ia didatangi pihak YCAB, meminta agar niatnya untuk mengembalikan murid PLK tersebut pada kelas jauh SDK Watubala dibatalkan.

“Kalau anak-anak dipindahkan ke SDK Watubala nanti kami tidak ada murid,” Ignas menirukan perktaan pihak YCAB.

Namun Ignas tak memberikan rekomendasi YCAB berada di wilayahnya.

“Silahkan memberikan pendampingan di wilayah lain, tapi untuk di desa ini tidak,” pungkasnya.

Cucun Suryana

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA