24 Tahun Bergelut dengan Kelapa

Maumere, Ekorantt.com – Bermacam cara yang dilakukan setiap orang untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Apalagi hidup di lingkungan perkotaan yang semuanya serba dihargai dengan mata uang.

Hal ini menjadi potret kehidupan keluarga Suyanti (62) berdasarkan pengalaman yang memilukan di masa silam.

Suyanti mengingat kembali dikala kehidupan ekonominya benar-benar merosot. Persis saat krisis moneter 1998 di mana rakyat mengalami permasalahan ekonomi yang sangat serius akibat nilai uang Indonesia anjlok.

Pengalaman itu membuat Suyanti harus bangkit dari keterpurukan kehidupan ekonomi sejak dari masa itu. Ia mulai berusaha sendiri agar ekonomi keluarganya berdiri tegak dari usaha parut kelapa.

Suyanti memang tak memiliki suami. Ia hidup bersama sepupunya Markus Majing (34) yang kini sudah mempunya istri dan dikarunia tiga anak. Mereka hidup bersama satu rumah di Jalan Cakalang, Kelurahan Kota Baru, Kota Maumere, Kabupaten Sikka.

iklan

“Krisis moneter tahun 1998 membuat ekonomi benar-benar terpuruk. Sungguh sengsara hidup kami,” kisah Suyanti, mengenang.

Dalam keadaan terpuruk kehidupan ekonomi keluarga kala itu, ibu yang hanya menamatkan pendidikan di sekolah dasar mulai putar otak bagaimana agar asap dapur mereka terus mengepul.

Sejak itu (1998) atau 24 tahun lalu, Suyanti mulai fokus pada usaha jasa parut kelapa. Berlahan usaha yang digelutinya pelan-pelan beranjak naik dari tahun ke tahun.

Hingga peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM) pada masa Presiden Susilo Bambang Sudhoyono (SBY), Suyanti nekat meminjam uang sebesar Rp 2 juta untuk menambah modalnya.

Ia membeli sebuah mesin pemarut kelapa yang baru dari hasil pinjaman itu. Dari situ, pendapatan dari usaha itu mulai meningkat. Ia mulai rajin menabung untuk membiayai kehidupan sepupunya, Markus Majing. Karena usia Suyanti semakin tua, kini usaha parut kelapa itu diambil alih oleh Markus.

Markus mengatakan meski di tengah situasi pandemi Covid-19, usahanya itu masih dikunjungi warga baik kalangan rumah tangga maupun pebisnis kuliner.

“Ketika warung ditutup saat itu memang ada penurunan dalam kaitan dengan penghasilan sehari-hari tapi bagi kebutuhan rumah tangga dan pembuatan kue dan minuman yang butuh santan tetap saja ada pembeli,” jelasnya.

Markus mengaku setiap hari bisa mencapai 50-70 buah kelapa yang diparut. Omset yang didapat per hari mencapai Rp 300 ribu. Jika dikalkulasi dalam sebulan bisa menghasilkan uang sebesar Rp 9 juta. Setahun bisa memperoleh pendapatan sebesar Rp 108 juta.

“Tapi kalau hari raya kadang kewalahan menghadapi banyaknya pelanggan,” ujar pria drop out SMP itu.

Dengan hasil usaha itu, Markus bersama istrinya sebagai ibu rumah tangga dan Suyanti berkomitmen akan menyekolahkan ketiga anak dan cucu mereka yang kini masih kecil.

“Kami sudah tidak sekolah jadi anak-anak harus sekolah dan menjadi orang berhasil,” kata Markus.

Yuven Fernandez

TERKINI
BACA JUGA