Maumere, Ekorantt.com – Di tengah kontroversi sekolah subuh akibat viralnya video Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, banyak pihak menanggapi kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Guru SMAK Frateran Maumere, Vinsen Ditus menilai sekolah mulai pukul 05.00 di sekolah umum sangat sulit dipraktikkan karena akan ada banyak dampak ikutannya.
“Kalau sekolah berasrama relatif mudah. Sebaiknya Pemrov NTT mulai pikirkan sekolah berasrama,” tegasnya kepada Ekora NTT, Kamis (02/03/2023).
Vinsen melanjutkan, dengan mewajibkan sekolah mulai pukul 05.00 dampak ikutannya sekolah umum dengan tempat tinggal peserta didik dan guru yang sangat bervariasi.
Selain itu, tambahnya lagi, kendaraan umum masih sangat sedikit yang beroperasi. Sebelum pukul 05.00, suasana gelap yang akan mengundang banyak tindakan kejahatan. Tambahan lagi, remaja putri pasti tidak nyaman keluar rumah saat masih gelap seperti itu.
“Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu ada kebijakan pemerintah untuk memaksa peserta didik belajar. Misalnya berlakukan kembali persyaratan naik atau tidak naik kelas. Masuk perguruan tinggi harus test dan jumlah jam sekolah diperpendek,” ungkapnya.
Diakuinya, persoalan utama saat ini adalah sekolah-sekolah kehilangan daya desak untuk anak belajar.
Kondisi sosial masyarakat, demikian Vinsen, belum cukup memaksa peserta didik untuk belajar.
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di Singapura atau kota-kota besar di Indonesia di mana masyarakat sudah sangat kompetitif.
“Dari kecil anak sudah dibiasakan dengan kondisi kompetitif. Jadi anak- anak tahu kalau tidak berkualitas pasti kalah,” ungkapnya.
Sementara Sekretaris Direksi Akademi Keperawatan Fatima Parepare Sulawesi Utara, Antonius Primus menilai, kebijakan tersebut tidak relevan dan ambisius.
“Kebijakan Pemerintah Provinsi NTT mewajibkan sekolah pukul 05.00 pagi harus segera ditarik kembali karena tidak relevan dan ambisius”.
Menurutnya, untuk iklim Indonesia masuk sekolah pukul 07.00 itu sudah standar bagi kinerja otak anak-anak Indonesia untuk bekerja efektif.
“Jika alasan Kadis Pendidikan Provinsi NTT untuk meningkatkan prestasi NTT dalam target yang ditetapkan, ini belum melulu perkara mengejar prestasi. Harus juga memikirkan aspek lain yang tidak kalah pentingnya seperti keamanan, kenyamanan dan keselamatan anak,” ujar Primus kepada Ekora NTT, Jumat (03/03/2023).
Mantan Pemred Majalah Keluarga Kana Malang menegaskan, sangat keliru jika pemerintah Provinsi NTT mengukur prestasi menurut kebijakan sekolah pukul 05.00 pagi.
“Kebijakan ini terlalu ambisius. Kalau mau berprestasi yang diperbaiki harusnya perangkat pendidikan yakni kesejahtraan guru. Itu hal utama dan pokok. Berikutnya gizi dan fasilitas serta sarana belajar dan metode pembelajaran. Ini indikator utama peningkatan prestasi sekolah,” tandasnya.
Pria asal Nangahure, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka ini menggarisbawahi hal penting terkait hasil observasi langsung bahwa jam istirahat anak-anak Indonesia harus lebih lama idealnya 8-9 jam.
Kalau dihitung, tambah dia lagi, paling cepat anak istirahat itu pukul 21.00 atau paling lambat pukul 22.00. Jika dihitung jam istirahat ideal sampai pukul 05.00.
“Dari pukul 05.00-06.00 otak manusia butuh refreshing seperti olahraga pagi atau aktivitas lain yang bersifat fisiologis. Pukul 07.00 sampai pukul 10.00 itu kinerja anak-anak bagus bekerja maksimal. Dari pukul 11.00 sampai pukul 14.00 aktivitas belajar anak sudah dikombinasikan dengan aktivitas permainan, kuiz dan lain-lain,” terang penulis dan editor buku ini.
“Bayangkan anak-anak bangun tidur langsung dipaksa untuk siap-siap pergi belajar pada jam di mana otak mereka butuh disegarkan sebelum dipakai untuk beraktivitas,” tambahnya lagi.
Pertimbangan lain, lanjut Primus, suhu udara pukul 05.00 pagi di setiap daerah tidak sama temperaturnya. Kalau pukul 07.00, suhu udara nyaris seimbang di setiap daerah.