Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur*
Perubahan iklim merupakan pola cuaca jangka panjang yang terjadi dalam skala luas. Efek dari perubahan iklim ini bersifat multisektoral dan memengaruhi kualitas hidup manusia dan lingkungan secara umum.
Penyebab terjadinya ialah adanya perubahan pada jumlah masukan dan keluaran energi di permukaan bumi. Secara umum terdapat dua sumber energi yang dominan di bumi. Radiasi matahari dan geotermal merupakan sumber energi yang berperan dalam perubahan iklim.
Dari dua sumber energi ini, sebagian besar energi bumi berasal dari radiasi matahari. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan suatu sistem sebagai bentuk antisipasi, seperti menciptakan teknologi adaptif dalam upaya pengembangan pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim.
Mengingat luasnya dampak dan aspek yang terkait, maka antisipasi, adaptasi, dan mitigasi sektor pertanian dalam menyikapi perubahan iklim harus secara holistik dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh sub sektor pertanian.
Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat dipahami sebagai tingkat ketidakberdayaan sektor pertanian dalam upaya menjaga tingkat produktivitas sektor pertanian secara optimal dalam menghadapi cengkeraman perubahan iklim.
Tingkat kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim bersifat dinamis, disesuaikan dengan penerapan teknologi pertanian, kondisi sosial-ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan.
Lebih jauh, kerentanan ini dipengaruhi oleh tingkat bahaya dan kapasitas adaptif serta dinamika perubahan iklim; di mana dampak perubahan iklim yang dialami sektor pertanian sebagai bentuk kerugian secara fisik, produk, maupun sosial ekonomi.
Sektor pertanian, terutama sub sektor tanaman pangan sebagai sub sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini, karena sub sektor tanaman pangan merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman air.
Menyelidiki Kerentanan Sektor Pertanian
Secara teknis, kerentanan pada sektor pertanian akibat perubahan iklim dialami pada sektor agroteknologi yang erat kaitannya dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman.
Faktor utama terkait dengan perubahan iklim, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah perubahan pola hujan dan cuaca ekstrem.
Perubahan pola hujan, seperti awal musim hujan yang lebih cepat atau awal musim hujan yang lebih lambat. Hal ini memunculkan keragaman iklim antar-musim dan tahunan.
Iklim ekstrem akan menyebabkan kegagalan panen, penurunan produksi dan produktivitas lahan; kerusakan sumber daya lahan pertanian; peningkatan frekuensi intensitas kekeringan; peningkatan kelembaban; dan peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman.
Tentu, perubahan iklim mengakibatkan kekeringan, dapat memicu kebakaran lahan. Kebakaran lahan berdampak terhadap penurunan produktivitas hasil tanaman secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, salah satu dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah ancaman banjir. Peningkatan intensitas banjir secara tidak langsung juga memengaruhi produksi dengan meningkatnya serangan hama dan penyakit.
Banjir dapat menimbulkan masalah serangan hama dan penyakit dan memberikan dampak signifikan terhadap mundurnya awal musim hujan dan makin panjangnya periode musim kemarau.
Di lain sisi, ada pergeseran pola hujan juga berdampak signifikan terhadap ketersediaan sumber daya sektor pertanian dan infrastruktur pertanian, pergeseran waktu taman, pergeseran musim dan perubahan pola tanam, serta degradasi lahan.
Hemat Penulis, adanya kecenderungan pemendekan musim hujan dan peningkatan curah hujan mengakibatkan perubahan awal dan durasi musim hujan.
Kondisi ini menyulitkan upaya peningkatan indeks penanaman jika tidak diikuti oleh pengembangan varietas berumur genjah, rehabilitasi, dan pengembangan jaringan irigasi. Perubahan pola curah hujan juga menyebabkan penurunan ketersediaan air khususnya ketersediaan air bersih.
Ada juga kerentanan itu disebabkan oleh peningkatan suhu; di mana terjadinya peningkatan transpirasi yang berdampak pada penurunan produktivitas tanaman pangan, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah, menurunkan mutu hasil dan berkembangnya berbagai hama penyakit.
Kebijakan Tepat Guna
Menghadapi perubahan iklim, pemerintah, petani, dan semua elemen terkait harus bijaksana. Tentu, harus ada kebijakan yang tepat guna atau tepat sasar. Misalnya, kebijakan pembangunan sektor pertanian harus mampu menekan dampak negatif dari fenomena alam perubahan iklim.
Pertama, kebijakan tersebut diarahkan untuk meningkatkan peran sektor pertanian, terutama sub-sub sektor pertanian, dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Kedua, kebijakan dapat berupa peningkatan sumber daya manusia masyarakat petani dalam upaya meningkatkan pemahaman petani mengantisipasi perubahan iklim; meningkatkan kemampuan sub-sub sektor pertanian untuk beradaptasi dengan perubahan iklim; menerapkan teknologi perubahan iklim tepat guna, meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang adaptasi dan penanggulangan perubahan iklim.
Ketiga, membuat penanggulangan dampak perubahan iklim pada sektor pertanian dan memperhatikan aksi adaptasi sub sektor tanaman pangan dalam upaya melestarikan serentak memantapkan ketahanan pangan, meningkatkan aksi mitigasi pada sub sektor perkebunan melalui pengembangan teknologi adaptif terhadap perubahan iklim dan ramah lingkungan.
Keempat, mengantisipasi perubahan iklim, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan prediksi pola hujan, musim, dan pengembangan kalender tanam, serta kemampuan prediksi dan antisipasi keadaan sumber daya air, perbaikan infrastruktur, perbaikan pengadaan dan distribusi sarana pertanian, serta pengembangan daerah pertanian melalui program ekstensifikasi.
Kelima, adaptasi dampak perubahan iklim sektor pertanian lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada sub sektor tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif dan tahan terhadap kekeringan dan atau genangan, teknologi pengolahan dan pemanfaatan lahan, pupuk dan pemupukan dan diversifikasi pangan.
Di sini, mitigasi lebih mengedepankan pengembangan aplikasi teknologi rendah emisi baik pada tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura serta peternakan.
Keenam, diperlukan teknologi adaptif seperti varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau dengan kapasitas absorpsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, penggunaan pupuk organik, bio pestisida dan pakan ternak yang rendah emisi.
Dengan melihat dampak perubahan iklim yang terus berlangsung cepat, tanpa disadari mengalami dampak serius bagi keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan.
Untuk itu, sektor pertanian harus mampu berperan dalam menghadapi dan mengatasi perubahan iklim yang telah terjadi dengan memperhatikan kebijakan yang tepat sasar.
*Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Flores, Ende, NTT