Anggota Kopdit Pintu Air Mendulang Rupiah dari Jualan Songke

Ruteng, Ekorantt.com – Anastasia Nanus, wanita asal Kumba-Ruteng, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, terlihat sibuk merapikan sarung-sarung adat yang menumpuk di lapak jualannya.

Ia juga melayani pembeli yang hendak memboyong barang jualannya yang berlokasi di Pasar Inpres Ruteng, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.

“Mari, Bu! Barang-barang ini bagus-bagus,” tawar Anastasia kepada pembeli yang datang dan singgah di depan lapaknya beberapa waktu lalu. Tak lama kemudian, ia mempersilakan Ekora NTT untuk duduk santai di lapak miliknya dan memulai perbincangan tentang usahanya.

Dalam kesempatan itu, wanita yang acap disapa Mama Anas ini mengisahkan bahwa dirinya telah menggeluti bisnis jualan songke, sebutan kain sarung adat di Manggarai, sejak 10 tahun silam.

Kala itu, terbersit dalam benaknya untuk tidak boleh tinggal kosong alias tanpa aktivitas di rumah. Sebagai seorang ibu rumah tangga, ia juga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menghidupi keluarganya.

iklan

“Dulu, awalnya jual perlengkapan pertanian seperti parang, skop, sabit, dan pisau,” sebutnya.

“Tapi untuk jualan itu hanya setengah tahun saja,” tambahnya sembari mengatakan dirinya perlahan merintis jual kain songke.

Kain itu ia membeli songke dari pedagang di sekitar pasar, lalu dijual kembali dengan mengambil keuntungan 10 persen. Dalam perjalanan waktu, usaha miliknya itu semakin berkembang pesat karena kegigihannya.

Mama Anas akhirnya berpikir untuk melakukan pinjaman ke Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Pintu Air Cabang Ruteng untuk menambah modal usahanya. Hal tersebut dilakukannya lantaran dirinya telah lama menjadi anggota di koperasi yang berkantor pusat di Sikka itu.

“Saya sudah jadi anggota Pintu Air sejak 2011,” sebutnya.

Ia menceritakan lebih jauh, produk jualannya itu yakni kain songke, kain Todo, kain Sumba, kain Ende, kain Sabu, dan kain Maumere. Kemudian ada juga kain meter untuk membuat jas.

Selain songke, kata Anas, ia juga menjual selendang, topi songke, topi Bali, bali belo (mahkota kecantikan wanita Manggarai ketika mengenakan pakaian adat), dan tas songke dari Manggarai.

Ia mengatakan bahwa, harga kain songke berkisar Rp500 ribu hingga Rp1 juta lebih.
“Harganya tergantung kualitas kain dan motifnya,” ucap perempuan kelahiran 1965 ini.

Lebih jauh, kata Anas, harga topi berkisar Rp50 ribu-Rp100 ribu. Harga ini juga tergantung pada model topi, sedangkan harga selendang Rp80 ribu.

Ia bilang, jenis jualannya itu bukan hasil tenunan sendiri, tetapi ia membeli dari pedagang tenunan dari berbagai daerah di Manggarai, maupun di luar wilayah Manggarai.

“Saya membeli 3 kali dalam sebulan. Biasanya sekali ambil 10 kain. Itu tergantung kebutuhan pasar,” jelasnya.

Menurutnya, yang paling laris adalah selendang, topi, dan tas. Sedangkan towe (kain) hanya dua lembar yang laku dalam sehari.

Dari usahanya, Mama Anas mengaku dirinya meraup keuntungan Rp15 juta hingga Rp20 juta dalam sebulan. Dengan keuntungan tersebut, ia telah membiayai pendidikan anak hingga sarjana, walaupun anaknya yang telah mencapai gelar sarjana itu telah meninggal dunia pada satu tahun silam.

Setiap hari, Mama Anas membuka lapaknya dari pukul 07.00 hingga pukul 06.00 sore. Ia bertahan dalam bisnis karena manajamen keuangannya bagus.

“Prinsipnya harus hemat, konsisten, dan harus bangkit ketika jatuh,” tutupnya.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA