Maumere, Ekorantt.com – Patung dada Fransiscus Xaverius Seda terpacak di pertigaan antara Jalan Trans Flores Maumere-Larantuka dengan Jalan Adi Sucipto menuju Bandar Udara (Bandara) Frans Seda Maumere.
Patung itu berwarna perak tua dan ditopang oleh tembok dudukan setinggi dua meter. Empat sisi luar tembok dipasang batu alam bercat kuning.
Pada dua sisi utara tembok tertera tulisan ‘Bank NTT’ yang kemungkinan menjadi sponsor untuk pembangunan patung tersebut.
Sedangkan, taman di sekitar patung disulap dari taman lama dengan tambahan cat berwarna hijau, hanya ditambahkan dua anak tangga dan dipasang keramik.
Beberapa jenis bunga tumbuh di halaman itu. Sementara empat buah lampu sorot ukuran kecil terpasang pada empat sudut taman dan tujuh tiang lampu taman. Meski satu tiang lampu di belakang patung telah lenyap, mungkin dicopot orang tak bertanggung jawab.
Seperti yang tertera di papan proyek, pendirian Patung Frans Seda bersumber dari APBD Perubahan Kabupaten Sikka 2024 senilai Rp186.647.539.
Komentar Kurang Puas
Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka, Akulinus, kepada Ekora NTT, Selasa, 8 Januari 2025, mengatakan pengerjaan Patung Frans Seda merupakan kerja keras pemerintah menghargai jasa-jasanya kepada daerah dan negara Indonesia.
Ia mengatakan banyak komentar kurang puas yang beredar di media sosial terhadap kehadiran patung tersebut. Bahkan salah satu fraksi mempertanyakannya dalam rapat dengar pendapat pemerintah dengan DPRD Sikka.
“Pak Penjabat Bupati Sikka sudah menjelaskan dalam rapat dengan dewan. Kehadiran patung ini merupakan kerja keras pemerintah. Pak Penjabat Bupati menyatakan pendirian patung ini disesuaikan dengan anggaran yang tersedia,” kata Akulinus.
Ke depan, kata Akulinus, menirukan penjelasan Penjabat Bupati Sikka akan diupayakan untuk mendirikan patung yang lebih besar, tentu membutuhkan dana lebih besar.
Akulinus mengatakan, semua orang mengenal sosok dan jasa besar Frans Seda kepada daerah, bangsa, negara, dan gereja semasa hidupnya. Namun bentuk patung setengah badan bukan untuk merendahkan atau menurunkan jasa dan pengabdian Frans Seda.
Dibangun Terburu-buru
Tim Pengusul Frans Seda Pahlawan Nasional, Philips Gobang menyesalkan pendirian Patung Frans Seda yang sangat berbeda dengan pembahasan awal bersama Pemkab Sikka. Patung dibangun tanpa ada komunikasi dengan tim di Jakarta.
Philips menduga pemerintah terburu-buru mendirikan patung setengah badan supaya mengejar target pertanggungjawaban dana yang diberikan Bank NTT. Sayangnya, patung yang didirikan tidak merepresentasikan sosok sesungguhnya Frans Seda.
“Yang kami sesalkan tidak ada komunikasi apapun dengan kami. Kami tahunya dari media sosial. Ternyata benar hasilnya tidak sepadan dengan sang tokoh Frans Seda, sehingga banyak netizen protes,” kata Philips.
Philips tak memasalahkan pendirian patung asalkan ada komunikasi. Karena gagasan pendirian Patung Frans Sesa sudah dipaparkan oleh arsitek Dani Wicaksono dan pematung Dolorosa Sinaga kepada Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera dan beberapa pimpinan organisasi perangkat daerah, dalam pertemuan lintas sektor di Kantor Bupati Sikka, pada Rabu, 4 Juni 2025.
Desain plaza utama Patung Frans Seda di pertigaan Jalan Trans Flores Maumere-Larantuka dan Bandara Frans Seda Maumere (Eginius Moa/Ekora NTT).
Desain Awal
Kala itu, Wicaksono menjelaskan patung setinggi 10 meter akan dibangun di plaza utama sesuai dengan ukuran asli sosok Frans Seda, yang sedang mengenakan sarung di teras rumahnya, menerima orang lain bercengkerama.
“Patung di lokasi kedua dalam posisi ukuran nyata. Seukuran asli badan Pak Frans Seda mengenakan sarung. Gesturnya duduk di kursi dengan sebuah meja di depannya. Ada juga kursi kosong untuk mengundang warga duduk dengan Frans Seda. Idenya ingin membuat seperti teras rumah Pak Frans Seda,” papar Wicaksono.
Wicaksono pernah mendatangi lokasi, menemukan banyak warga duduk di situ. Pilihan lokasi dengan bentuk patung seperti ini diyakini menghadirkan perspektif dan kesan yang lebih kuat.
Sementara Dolorasa Sinaga menjelaskan proporsi dan dimensi total tinggi patung 10 meter diuraikannya ketika dia bersama dua putri mendiang Frans Seda membuat penelitian tentang gesturnya yang paling dikenal.
“Kalau di belakang (patung duduk) bisa tangkap auranya bahwa dengan belajar, baca buku dengan kolaborasi dengan orang lain, kita bisa mengubah sesuatu dengan pikiran dan karya,” kata Dolorosa.
Dolorosa mengakui tak mengenal langsung sosok Frans Seda. Dia hanya mengenal dari buku yang dibacanya dan penggambaran dua putri Frans Seda.
“Kami sudah mendapatkan persetujuan dari Bu Ery putri Pak Frans Seda. Kami berharap semua pihak mendukung. Kita bisa membuat sejarah monumen di Maumere,” harap pengajar di Institut Kesenian Jakarta ini.
Penjelasan dari Wicaksono dan Dolorosa mendapat respons positif dari Penjelasan Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera. Apa yang disampaikan itu telah menjelaskan prinsip, nilai, dan filosofi Frans Seda.
Sosok Frans Seda
Philips Gobang mengatakan sosok Frans Seda adalah sosok yang tak mau hidup di menara gading, dia hidup sebagai orang biasa. Sosoknya bisa seperti kebanyakan orang, namun pikiran dan karyanya besar.
Kehadiran patung ini, kata Philips, sedapat mungkin merepresentasikan sosok yang dekat dengan kita sebagaimana karya dan hidup Frans Seda itu sendiri.
“Dia duduk, minum kopi, baca buku. Patung duduk dibuat seukuran asli Frans Seda. Kita menghadirkan sosok di sebuah taman. Orang datang ke sana bisa menyerap pesan disampaikan,” jelas Philips Gobang.
Diakui Philips, untuk mendirikan patung yang representatif, dibutuhkan dana sampai miliaran rupiah. Mungkin saja, pemerintah mengalami kesulitan dana.
Panitia di Jakarta, kata Philips, sudah berkomunikasi dengan beberapa pihak terkait pembiayaan pendirian patung. Namun kondisi perekonomian nasional tahun ini kurang menggembirakan, sehingga mereka harus menghitung kembali.
“Kami berusaha mencari dana yang dibutuhkan untuk bangunan plaza utama Frans Seda seperti konsep yang sudah dibahas. Bila dana telah dihimpun, kami akan komunikasikan dengan Pemkab Sikka supaya dibangun kembali sesuai dengan karakternya,” pungkasnya.
Penulis: Eginius Moa