Dibohongi Berkali-kali, Masyarakat Nginamanu Tagih Janji PT BIS

Nginamanu, Ekorantt.com – Tujuh tahun sudah PT. Bumiampo Investama Sejahtera (PT. BIS) telah melakukan kegiatan investasi dalam bentuk usaha perkebunan dengan jenis tanaman industri Kemiri Sunan di wilayah Desa Nginamanu.

Kegiatan investasi penanaman Kemiri Sunan mulai dilakukan sejak tanggal 14 November 2013.

Luas lahan yang diberikan masyarakat tidak main-main, yaitu seluas 392,8 Ha.

Lahan itu meliputi dua anak sungai, yaitu Sungai Mowa dan Sungai Lokoko yang meliputi lokasi Mala Ana Kolo, Bei Watu, Keu Ghesu, Wolo Raza, Su’u Sewe, dan Sanga Repo.

Usaha investasi Kemiri Sunan (kemiri minyak) tersebut telah menghasilkan buah dan sudah berproduksi.

Namun, kompensasi atas penggunaan/pemanfaatan lahan belum pernah dibayarkan oleh pihak investor kepada masyarakat adat Desa Nginamanu selaku pemegang/pemilik hak ulayat.

Ketua Forum Peduli Ulayat Nginamanu (FPUN) Yohanes lingge Siran menjelaskan, pada Rabu, 4 September 2013 lalu,  PT. BIS yang diwakili Hendrik dan Alvin Dapatunga dan yang difasilitasi Thomas Dola Radho (Alm.), telah melakukan sosialisasi awal  tentang investasi Kemiri Sunan kepada masyarakat adat Desa Ngiamanu.

Sosialisasi tersebut terjadi di Kantor Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada.

Dalam sosialisasi itu, Hendrik dan Alfin Dapatunga menyampaikan konsep kerja sama investasi dengan masyarakat adat Desa Nginamanu melalui sistem bagi hasil, yaitu 80 persen untuk pemilik lahan dan 20 persen untuk PT. BIS.

Perjanjian sistem bagi hasil keuntungan itu dilakukan tanpa embel-embel yang lain.

Setelah mendengar sosialisasi dari para pejabat PT. BIS tersebut, masyarakat adat Desa Nginamanu menyatakan menerima tawaran PT. BIS untuk berinvestasi di wilayah Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze.

Masyarakat menerima karena menurut mereka investasi itu sangat menguntungkan.

“Atas dasar itu, maka forum rapat saat itu bersepakat mengutus sejumlah tokoh guna  mewakili masyarakat adat Desa Nginamanu untuk menunjuk titik yang akan dijadikan sebagai lokasi perkebunan. Lokasi awal yang ditunjuk adalah Mala Ana Kolo dan Wolo Bei Watu,” ujar Yohanes lingge Siran.

Menurut Yohanes, PT. BIS secara resmi mulai membuka lahan untuk tujuan investasi Kemiri Sunan pada tanggal 14 November 2013.

Setelah lahan disiapkan, maka dilanjutkan dengan penanaman perdana Kemiri Sunan pada tanggal 12 Maret 2014 di Mala Ana Kolo.

Hadir pada saat itu sejumlah pejabat daerah dari unsur eksekutif, legislatif, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, masyarakat adat Desa Nginamanu, dan para staf PT. BIS.

Sejak saat itu, PT. BIS terus melanjutkan perluasan lahan hingga ke titik-titik terdekat, yakni Keu Ghesu, Sanga Repo, Su’u Sewe, dan yang terakhir di Wolo Raza dengan total  luas lahan kurang lebih 392,8 Ha.

Aktivitas perluasan lahan yang meliputi lokasi tersebut berakhir pada tahun 2015.

Lima tahun kemudian, sejak  pembukaan lahan tahun 2013, tepatnya pada tanggal 18 September 2018, untuk pertama kali, Direktur Utama PT. BIS Hendru Widjaya hadir dalam rapat bersama masyarakat adat Desa Nginamanu.

Agenda rapat saat itu adalah membahas kontrak penyertaan lahan.

“Ini pertemuan terpenting dimana masyarakat adat Desa Nginamanu bertemu langsung dengan pemilik perusahaan yang sebenarnya, sekaligus mendengar secara langsung untuk mewujudkan janji kerja sama dengan sistem bagi hasil sebagaimana pernah disampaikan pada sosialisasi awal oleh perwakilan PT. BIS,” ungkapnya.

Namun, harapan masyarakat pupus karena Hendru Widjaja justru menyampaikan konsep kerja sama yang jauh berbeda dari hasil sosialisasi awal dengan sistem bagi hasil.

Pada saat itu, Hendru Widjaja menjelaskan kepada masyarakat adat Desa Nginamanu, kerja sama investasi melalui sistem bagi keuntungan dilakukan setelah pemotongan biaya investasi.

Masyarakat adat Desa Nginamanu terperangah dengan penjelasan Hendru Widjaja.

Mereka menilai, pihak perusahaan telah melakukan pembohongan.

Sejak saat itu, masyarakat semakin tak bersimpati dengan PT. BIS.

Mereka pun menyatakan menolak tawaran kerja sama dengan sistem bagi keuntungan.

Karena merasa telah dibohongi PT. BIS, sejak saat itu, masyarakat adat Desa Nginamanu  sepakat menolak konsep kerja sama bagi keuntungan yang diajukan PT. BIS.

Sebagai gantinya, mereka mengajukan konsep kerja sama dalam bentuk lain, yakni sistem sewa pakai lahan.

Itu pun jika PT. BIS masih mau melanjutkan investasi perkebunan kemiri sunan di wilayah Desa Nginamanu.

Karena perbedaan konsep kerja sama tersebut, maka terjadilah kebuntuan komunikasi.

Hendru Widjaja kemudian melakukan komunikasi kembali dengan Forum Peduli Ulayat Nginamanu (FPUN) untuk membahas lebih lanjut mengenai bentuk kerja sama yang dianggap paling pas dan menguntungkan kedua belah pihak.

Lalu, terjadilah pertemuan pada tanggal 5 November 2019 yang dihadiri oleh Hendru Widjaja beserta staf.

Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa butir kesepakatan sebagai berikut.

Pertama, sistem kerja sama adalah sewa pakai lahan.

Kedua, nilai kontrak dibahas secara bersama antara kedua belah pihak yang termuat dalam sebuah draft dengan bertumpu pada luas lahan 392,8 Ha berdasarkan pertimbangan teknis BPN Kabupaten Ngada Nomor 013/2016 dan deadline waktu penyelesaian kesepakatan pada November 2019.

Sesuai kesepakatan tersebut di atas, Hendru Widjaja meminta waktu  untuk mempertimbangkan besaran harga sewa pakai lahan.

Maka, terjadilah pertemuan pada tanggal 5 Desember 2019, yang secara khusus membicarakan besaran sewa pakai lahan.

Hasil kesepakatan tersebut selanjutnya dituangkan dalam berita acara rapat dengan poin-poin sebagai berikut.

Harga sewa pakai yang dikehendaki oleh masyarakat adat Desa Nginamanu adalah sebesar Rp3 juta rupiah/Ha/tahun.

Nilai harga sewa sebagaimana dimaksud pada point di atas berlaku untuk masa kontrak 5 tahun terhitung mulai tahun 2020.

Pihak PT. BIS meminta waktu untuk memikirkan besaran harga sewa pakai lahan dengan batas waktu paling lama satu bulan sejak tanggal ditandatanganinya berita acara tersebut.

Dalam rapat berikutnya sebagaimana dimaksud poin (3) di atas, seluruh fasilitas rapat  dibiayai oleh pihak PT. BIS.

Namun, sejak disepakati berita acara tersebut, PT. BIS tidak pernah datang lagi sebagaimana  kesepakatan pada pertemuan tanggal 5 Desember 2020.

Hal ini sangat mengecewakan masyarakat adat Desa Nginamanu.

Lagi-lagi, PT. BIS membohongi masyarakat adat Desa Nginamanu.

Atas dasar itu, FPUN melakukan rapat pada tanggal 14 Februari 2020.

Rapat memutuskan, pertama, penetapan harga sewa pakai lahan final, yakni Rp3 juta/Ha/tahun.

Kedua, durasi sewa pakai lahan sebagaimana poin (1) di atas berlaku  hanya untuk periode lima tahun dan mulai dihitung sejak tanggal 1 Januari 2020.

Ketiga, setelah periode lima tahun sebagaimana poin (2) di atas, harus disepakati kembali.

Keempat, biaya sewa pakai lahan sebagaimana poin (1) sudah harus dibayar pihak PT. BIS paling lambat, Selasa 30 Juni 2020.

Kelima, apabila poin 1-4 di atas tidak diindahkan oleh PT. BIS, maka masyarakat adat Desa Nginamanu akan menutup seluruh kegiatan atau aktivitas di lokasi perkebunan.

Belmin Radho

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA