Ruteng, Ekorantt.com – Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unika St. Paulus Ruteng, Yohanes Mariano Dangku mengingatkan bahwa Pendidikan Profesi Guru (PPG) bukan ajang untuk mengejar sertifikat.
Di balik proses PPG, kata Pastor Ini, tentu saja ada upaya melahirkan guru yang profesional dalam perilaku dan tindakan.
Dia berharap, dengan karakter yang dibentuk melalui PPG, para guru akan mampu mencetak generasi yang tidak hanya siap menghadapi tantangan era digital, tetapi juga mampu menjadi pemimpin masa depan yang berdaya saing global.
“Lulusan PPG FKIP Unika St. Paulus Ruteng diharapkan membawa spirit edukatif, transformatif, dan kolaboratif ke lingkungan pendidikan mereka,” jelasnya dalam sambutan acara seminar bertajuk “Menjadi Guru Profesional yang Transformatif, Kolaboratif, dan Berkarakter di Era Digital” pada Sabtu, 14 Desember 2024.
“Guru harus berubah dan mengantar orang kepada perubahan.”
Pastor Ino bilang, guru tentu saja memiliki peran penting dalam transformasi pendidikan di era digital.
“Ada ungkapan inspiratif, In digital age technology can do everything, but it has no soul,” jelasnya.
Pastor Ino berkata, transformasi pendidikan tidak hanya berhenti pada teori atau sertifikasi, tetapi juga pada implementasi konkret dalam aksi dan kinerja guru.
Di era digital, ucap dia, manusia hidup sebagai digital visitor dan digital native, bahkan lebih dalam lagi sebagai homo digitalis.
Ino menegaskan pentingnya “penyertaan jiwa” dalam pemanfaatan teknologi digital, agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga.
“Guru profesional adalah agen perubahan yang membawa spirit edukatif, transformatif, dan kolaboratif,” ujarnya.
Guru Harus Mampu Beradaptasi
Dalam sesi utama seminar, Pastor Ino membahas redefinisi profesionalisme guru di era pascahumanisme.
Ia menekankan bahwa guru harus mampu beradaptasi dengan teknologi digital sambil tetap mengedepankan nilai-nilai edukatif.
Transformasi pendidikan adalah perjalanan berkelanjutan. Guru tidak hanya mengajar, tetapi menjadi figur transformatif yang mendidik dan membimbing siswa untuk menjadi generasi berdaya saing di era global.
Pemateri lain dalam seminar ini adalah Marselus R. Payong dan Kristianus Viktor Pantaleon.
Kristianus membahas bagaimana pendidikan berbasis nilai dapat menciptakan generasi yang berintegritas, resilien, dan berdaya saing global.
Ia menjelaskan, guru harus menjadi teladan dalam mengintegrasikan nilai-nilai luhur seperti resiliensi, solidaritas, dan integritas ke dalam pembelajaran berbasis teknologi.
“Keteladanan guru adalah kunci pembentukan karakter peserta didik. Teknologi hanyalah alat, tetapi nilai-nilai itulah yang akan membentuk generasi masa depan,” ungkap Kristianus.
Sedangkan Marsel membahas tantangan era kelimpahan informasi. Ia menyoroti pentingnya penguasaan teknologi oleh guru untuk menciptakan pembelajaran berbasis teknologi yang adaptif dan menarik.
Menurutnya, guru harus mampu mendesain pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa yang kini hidup di tengah arus digitalisasi.
“Pembelajaran berbasis teknologi bukan pilihan, tetapi keharusan untuk mengatasi keragaman gaya belajar siswa,” tegas Marsel.
Seminar ini memberikan panduan strategis bagi guru untuk terus bertransformasi, berkolaborasi, dan menjadi agen perubahan.
Diketahui, jumlah peserta yang hadir dalam ruang seminar online itu terpantau 765 peserta.