Mantan Bupati Ansar dan Banggar DPRD Sikka Mesti Bertanggungjawab

Maumere, Ekorantt.com – Mantan Bupati Sikka, Yos Ansar Rera, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sikka, Rafael Raga, dan anggota Banggar lainnya adalah pihak yang paling berpotensi dimintai pertanggungjawaban dalam kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka pada tahun anggaran 2018.

Sebab, karena perbuatan merekalah, kerugian negara terjadi. Para anggota DPRD lainnya akan ikut menjadi korban karena menikmati uang hasil mark up itu.

Demikian pendapat Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus yang disampaikan kepada EKORA NTT beberapa waktu lalu.

Pada Rabu (20/3) Petrus Selestinus kembali menegaskan, Mantan Bupati Sikka Periode 2013-2018, Yos Ansar Rera masih mencoba lempar batu sembunyi tangan dan berusaha mencari kambing hitam terkait kasus dugaan korupsi

Menurutnya, Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPKP) Provinsi NTT telah menunaikan tugas memeriksa laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka.

iklan

Salah satu butir pemeriksaan adalah dana tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD tahun anggaran 2018 pada masa akhir jabatan Bupati Ansar Rera yang oleh Bupati Sikka Robby Idong dinilai tidak layak dan tidak memenuhi prosedur penentuan standar harga barang dan biaya.

“Meskipun kita belum tahu secara pasti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKP dimaksud tergolong yang mana. Apakah LHP itu mengenai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah atau mengenai kinerja yang memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi,” ungkapnya.

Menurut Petrus, dalam pemberitaan disebutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP NTT, disimpulkan bahwa dana tunjangan perumahan dan transportasi bagi anggota DPRD Sikka periode 2018 terdapat angka tunjangan yang melebihi nilai kewajaran atau kepantasan.

Hal itu terjadi karena adanya pelanggaran dalam proses penentuan nilai tunjangan yang tidak didasarkan pada hasil survei sesuai standar undang-undang.

Oleh karena itu, menurut BPKP NTT, terdapat kelebihan angka penerimaan yang tidak wajar bagi 35 anggota DPRD Sikka sebesar Rp3,393 Miliar.

BPKP NTT pun merekomendasikan agar dalam tempo 60 (enam puluh) hari, dana itu dikembalikan ke kas Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka.

Petrus mengatakan, pemeriksaan BPKP adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

“Jadi, di sini yang diperiksa adalah pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara yang menjadi tanggung jawab bupati sebagai kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mempertanggungjawabkannya,” katanya

“Tanggung jawab itu sudah ditunjukkan oleh Bupati Sikka Robby Idong sebagai koreksi total atas kesalahan Bupati Yos Ansar Rera pada periode 2013-2018 yang masih mencoba lempar batu sembunyi tangan dan mencari kambing hitam menyikapi kasus ini,” tambahnya.

Dalam wawancara dengan EKORA NTT beberapa waktu lalu, Mantan Bupati Sikka, Yos Ansar Rera mengungkapkan, kenaikan dana tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka adalah keinginan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sikka. Keinginan itu disampaikan dalam Rapat Sinkronisasi Penetapan APBD Tahun Anggaran 2018.

Pemerintah “terpaksa” menyetujui angka kenaikan dana tunjangan kerja yang diajukan Banggar DPRD Sikka agar sidang pembahasan dan penetapan APBD Sikka Tahun Anggaran 2018 bisa digelar pada keesokan harinya, yakni tanggal 22 November 2017.

Jika tidak segera ditetapkan, dikhawatirkan Pemda Sikka akan mendapat sanksi dari pemerintah pusat berupa pemotongan dana alokasi umum (DAU).

Kepada EKORA NTT, Ansar mengungkapkan, penetapan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Perubahan Perbup Nomor 35 Tahun 2017 tentang Standar Satuan Harga Barang dan Biaya yang mengatur kenaikan dana tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Sikka bersifat dilematis.

Dilematis karena pemerintah terpaksa terbitkan Perbup tersebut agar Sidang Paripurna Penetapan APBD 2018 bisa tetap berlangsung sesuai rencana jadwal pemerintah, yaitu 22 November 2017.

Apabila pemerintah tidak melaksanakan rapat paripurna sesuai dengan jadwal tersebut maka konsekuensinya Pemda Sikka akan dikenai sanksi oleh pemerintah pusat, antara lain penundaan pengalokasian dana alokasi umum (DAU).

Aktivitas pemerintah pun akan tertunda.

Apalagi terdapat beberapa hal yang harus diatur dalam APBD seperti alokasi dana desa (ADD) dan bantuan pusat.

Selain itu, jika APBD tidak segera ditetapkan, rutinitas pembangunan di Kabupaten Sikka akan terganggu.    

“Sebagai bupati, saya perhatikan hal itu. Saya utamakan kepentingan rakyat. Itu tanggung jawab pemerintah. Pertimbangan dalam Perbup itu adalah risalah sidang. Makanya dicantumkan dalam poin menimbang berdasarkan risalah rapat,” katanya.

Sebelumnya, Petrus Selestinus berpendapat, dari perspektif hukum, Selestinus mengatakan, orang yang paling berpotensi dimintai pertinggungjawabannya secara langsung sehubungan dengan kasus mark up ini adalah Bupati Ansar, Ketua Banggar, Rafael Raga, dan anggota Banggar DPRD Sikka.

Karena perbuatan merekalah, kerugian daerah terjadi.

Anggota DPRD lain yang tidak tahu akan ikut menjadi korban karena mereka menikmati uang hasil mark up itu.

Menurut Petrus, mereka harus menjelaskan kepada penyidik, mengapa terima uang itu?

“Ini akan menjadi peristiwa politik dan hukum yang paling menarik di akhir jabatan anggota DRPD Sikka. Karena bupati berangkat dari niat baik cegah korupsi dan lahirkan pemerintahan yang bersih dari KKN,” tegasnya.

“Tetapi, di pihak lain, ada sejumlah kelompok penyelenggara negara yang bertindak anti pemberantasan korupsi. Jika polemik ini tidak dihentikan, maka warga Sikka akan memvonis mereka di Pemilu 17 April nanti,” imbuhnya.

Petrus mengungkapkan, hasil risalah rapat hanya akan memperkuat dugaan, angka tunjangan sewa rumah dan sewa kendaraan anggota DPRD Sikka diperoleh berdasarkan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.

Angka itu tidak diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang matang.

Risalah itu akan mengungkap fakta persekongkolan antara Banggar DPRD Sikka dan bupati.

“Status risalah rapat sama dengan notulensi. Ia mencatat dinamika yang berkembang di dalam rapat. Risalah rapat itu tidak ungkap hasil survei. Kalau ungkap hasil survei dari lembaga survei yang akuntabel, maka risalah rapat bisa bantu mereka lolos dari perbuatan pidana. Kalau dimejahijaukan, penyidik sudah temukan bukti sempurna bahwa ada perbuatan korupsi,” katanya.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA