Kupang, Ekorantt.com– Jarum jam menunjukkan pukul tiga sore ketika tim Ekora NTT tiba di Bandara Internasional El Tari, Kupang, beberapa pekan lalu.
Kami datang dengan tujuan khusus, yakni mengeksplorasi beberapa tempat menarik di ibu kota provinsi NTT ini. Tentu saja itu tak hanya yang berkelindan di dalam kota, seperti Gedung Sasando alias Kantor Gubernur NTT yang instagramable itu, tapi juga area-area lainnya di sekitaran luar kota Kupang.
Pada kesempatan itu, yang menjemput kami adalah salah seorang peneliti muda yang baru selesai berstudi di Australia. Orangnya ramah sekali dan dia mengantar kami ke lokasi penginapan di bilangan Oesapa. Kami lalu beristirahat sejenak.
Namun, tim Ekora NTT tak mau berlama-lama melepas penat. Lima belas menit berselang, kami pun memutuskan untuk segera menikmati suasana Kupang. Anda tahu, rasa penasaran kami membuncah.
Kami kemudian pergi ke salah satu destinasi wisata di Kelurahan Oesapa Barat. Dekat-dekat saja dari tempat penginapan.
Dan menurut kawan kami tadi, lokasi tujuan kami ini memang letaknya jauh dari keramaian sehingga kami tentu dapat berseloroh santai di sana. Dia yang pegang instruksi, kami ikut saja.
Lima menit berkendara, memasuki jalan kecil dengan area tambak di kiri dan kanan, kami tiba juga di tempat termaksud. Sebuah kawasan hutan bakau, persis berhimpitan langsung dengan Pantai Oesapa di Teluk Kupang.
Kami baru tahu bahwa Pantai Oesapa ini merupakan salah satu pantai dengan pesona sunsetnya yang lumayan memanjakan mata. Tentu ini menarik dan akan kami eksplorasi kelak.
Pada bagian depan area bakau/mangrove tersebut, berdiri dua buah jembatan kayu yang berfungsi sebagai medium penghubung bagi para pengunjung ketika melakukan penjelajahan.
Jembatan itu bercatkan biru putih dan menambah efek estetika atas lanskap pohon bakau yang dominan dengan warna hjiau. Adapun di antara jembatan tersebut, terdapat sebuah papan penanda warna-warni bertuliskan “Ecowisata Mangrove”.
Artinya, tempat ini bukanlah sekadar ruang pelesiran guna bikin manja mata, melainkan mengandung aspek kelestarian alam/lingkungan yang mesti diperhatikan bersama.
Kami masuk ke dalam, menapaki jembatan yang tingginya 3 meter itu. Rimbunan pohon bakau berjejer rapih dan berikan efek nyaman tersendiri.
Ketika berjalan lebih ke dalam lagi, kami langsung di hadapkan dengan pondok juga rumah kecil. Cocok untuk beristirahat ataupun bersantai ria. Ada pula desain rumah berbentuk perahu tepat berada di ujung area hutan bakau.
Di situ juga ada sebuah menara yang memudahkan para pengunjung untuk melihat seluruh lokasi bakau. Tapi, pajangan di situ bukanlah bangunan-bangunan semata.
Ada juga beberapa informasi menarik yang memberikan injeksi pengetahuan kepada para pengunjung. Semisal, jenis-jenis bakau, manfaat tanaman bakau ataupun ajakan untuk senantiasa menjaga/merawat lingkungan.
Setelah menikmati itu semua agak lama, kami pun duduk santai di rumah perahu tadi. Hamparan teluk Kupang bisa terlihat jelas. Di bagian kanan, pusat pantai Oesapa mulai tampak ramai. Orang-orang berdatangan untuk menikmati kuliner di sana, juga pastinya merasakan pesona matahari tenggelam di ufuk barat Kupang.
Lelahnya perjalanan kami terbayar sudah. Tapi, si kawan pengantar bilang begini, “Ini belumlah seberapa. Masih ada banyak tempat lain yang harus kalian kunjungi.” Kami tunggu tantangan dia.