Teror Rabies di Flores-Lembata; Bukan Isu Seksi hingga Salah Kaprah Vaksinasi

Maumere, Ekorantt.com – Seluruh peserta diskusi di ruangan Redaksi Ekora NTT terdiam. Layar proyektor Liquid Crystal Display (LCD) menampilkan kisah para korban gigitan rabies di Manggarai, Moni, dan Bajawa.

Tampak seorang dokter mengetes gejala rabies dengan cara memberi segelas air dan meniupkan udara ke arah korban. Korban menunjukkan reaksi takut pada air dan udara.

Tidak lama berselang, para korban gigitan anjing rabies tersebut menghembuskan nafas terakhir.

“Selang dua hari kemudian, korban itu meninggal,” kata Dokter Asep Purnama, Satuan Medis Fungsional Penyakit Dalam dan Saraf RSUD Dr. Tjark Corneille Hillers Maumere.

Dr. Asep menjadi pembicara tunggal dalam diskusi bertajuk “Penanggulangan Rabies di Flores Lembata” yang digelar Surat Kabar Ekora NTT di ruang redaksi Ekora NTT di Jalan Anggrek, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Jumat (10/5) tersebut.

Hadir para jurnalis dari Kompas.com, Kumparan.com, dan Maumere TV.

Dr. Asep menjelaskan, rabies pertama kali masuk ke wilayah Flores-Lembata pada tahun 1997 di Sarotari, Flores Timur.

Pada tahun 1998, virus rabies menyebar ke Sikka, pada 1999 menyebar ke Lembata, dan pada 2000, menyebar luas di seluruh kabupaten di Flores, mulai dari Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai, hingga Manggarai Barat.

Virus rabies di Flores-Lembata berasal dari Sulawesi Selatan karena hubungan perdagangan.

Menurutnya, sejak masuk pertama kali di Flores pada tahun 1997, rabies sudah merenggut kurang lebih 300-an nyawa.

Namun demikian, menurutnya, para bupati di Flores-Lembata terksesan kurang peduli dengan persoalan rabies. Rabies tidak pernah menjadi isu politik yang seksi.

Misalnya, dalam Pemilu 2019 yang baru saja berlalu, tak satu pun politisi berbicara tentang isu rabies di Flores Lembata. Ketidakpedulian para bupati tersebut tampak dalam anggaran penanggulangan rabies yang sedikit.

Bikin Rabies Jadi Sejarah

Pada setiap tanggal 28 September, dunia memperingati Hari Rabies. Momen ini dipakai untuk mengkampanyekan propaganda “Make Rabies History.”

Rabies bisa dibikin jadi cerita sejarah masa lalu saja. Sebab, rabies punya vaksin. Misalnya, penyakit cacar hilang pada tahun 1980 karena ada vaksinasi.

Menurut Dr. Asep, 99% hulu masalah rabies adalah anjing. Oleh karena itu, vaksinasi anjing sangat penting untuk menanggulangi bahaya rabies di Flores-Lembata.

Persoalannya adalah apakah Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, dan instansi terkait lainnya di seluruh kabupaten di Fores Lembata mengganggap penting program vaksinasi anjing ini?

Jika mereka mengganggapnya penting, berapa alokasi anggaran penanggulangan masalah rabies di Flores-Lembata? Berapa tenaga kesehatan yang dipersiapkan untuk menanggulangi masalah rabies? Berapa vaksin yang disiapkan dinas terkait untuk memvaksinasi anjing?

Menurut data yang dirangkum dr. Asep, pada tahun 2018, jumlah anjing di Kabupaten Sikka adalah 60.000-70.000 ekor. 60 ekor di antaranya terdeteksi kena virus rabies.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Ir. Henderikus Blasius Sali saat ditemui Ekora NTT di ruang kerjanya, Jumat (17/5) mengatakan, dari 12 kecamatan dan 36 desa di Kabupaten Sikka, 60 spesimen otak anjing terindikasi positif rabies.

Pada tahun 2018, terdapat dua (2) kasus meninggal dunia (kasus Lyssa) akibat gigitan anjing rabies di Kecamatan Hewokloang dan Kecamatan Waigete.

Awal tahun 2019, terjadi lagi satu kasus Lyssa, yakni orang meninggal karena rabies di Desa Egon, Kecamatan Waigete. Hingga awal Mei 2019, lima (5) spesimen otak anjing teridentifikasi virus rabies masing-masing di Desa Bola, Kecamatan Bola, Desa Nenbura, Kecamatan Doreng, Desa Egon dan Desa Hoder, Kecamatan Waigete, dan Desa Iligai, Kecamatan Lela.

Menurut Kadis Hendrikus, pemerintah sudah melakukan vaksinasi anjing di seluruh wilayah Kabupaten Sikka.

Kampanye rabies melalui kegiatan penyuluhan, himbauan, pengumuman, rapat koordinasi instansi teknis, talk show, seminar, dan perlombaan bagi anak-anak sekolah juga sudah dilakukan sampai ke desa-desa.

Akan tetapi, menurutnya, alokasi vaksin belum mencukupi untuk memvaksinasi 70% populasi anjing di Kabupaten Sikka.

Pada tahun 2019, total vaksin rabies hanya 22.000 dosis yang terdiri atas 12.000 dosis dari dana APBN dan 10.000 dosis dari dana APBD.

Dengan jumlah vaksin yang terbatas, maka pihaknya hanya mampu melakukan vaksinasi darurat di beberapa desa tertular saja seperti Desa Nenbura, Kecamatan Doreng, Desa Wolokoli dan Desa Bola, Kecamatan Bola, Desa Habi, Kecamatan Kangae, Desa Egon dan Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur, dan Desa Iligai, Kecamatan Lela.

Vaksinasi darurat ini pun menggunakan bantuan vaksin buffer stock dari pemerintah provinsi sebanyak 4.000 dosis.

Menurut Dr. Asep, Flores-Lembata bisa bebas rabies apabila minimal 70% atau bahkan sebaiknya 100% dari populasi anjing di Flores-Lembata dilakukan vaksinasi secara serentak. Sebab, anjing di Flores-Lembata umumnya kurang gizi.

“Apalagi, di Flores-Lembata, manusia gigit anjing lebih banyak dari pada anjing gigit manusia,” seloroh dokter senior ini.

Dr. Asep mengatakan, vaksinasi anjing liar jauh lebih penting dari pada anjing rumah. Sebab, anjing liar merupakan sasaran pertama terkena virus rabies dari anjing yang datang dari luar.

Akan tetapi, selama ini, dinas terkait lebih suka memvaksinasi anjing rumah dari pada anjing liar. Sebab, anjing rumah lebih gampang divaksinasi. Cara kerja seperti ini tidak menyelesaikan hulu masalah.

Sebab, jika anjing liar tidak divaksinasi, ia akan tularkan virus ke anjing-anjing lainnya, termasuk anjing rumah.

Dr. Asep mengingatkan, rabies merupakan penyakit zoonis. Artinya, virus penyakit menular dari hewan ke manusia.

Oleh karena itu, penanggulangan masalah rabies mesti bersifat “one health, one hearth,” mengurus hewan dan mengurus manusia.

Fokus penanggulangan rabies mesti berpusat pada anjing. Sebab, vaksinasi anjing mencegah rabies, sedangkan vaksinasi manusia mencegah kematian.

Dari sudut biaya, vaksin anjing butuh biaya Rp5.000,00, sedangkan vaksin manusia mesti keluarkan biaya Rp300.000,00

“Kerja dinas kesehatan itu seperti penjaga gawang. Dia boleh kerja keras cegah kematian, tapi selama anjing belum divaksinasi dinas peternakan misalnya rabies akan terus bertambah,” katanya.

Pada kesempatan itu, Dr. Asep juga memberikan tips-tips menanggulangi virus rabies pada saat terkena gigitan anjing rabies. Minimal 12 jam setelah digigit, korban harus membersihkan luka dengan sabun.

Selanjutnya, periksakan diri ke Puskesmas terdekat dan usahakan melakukan vaksinasi secepat mungkin. Untuk mendeteksi ada tidaknya virus rabies, kepala anjing mesti dikirim ke Laboraturium Balai Besar Veteriner Denpasar Bali untuk diperiksa.

Tempat kejadian perkara gigitan anjing perlu dipetakan untuk mengetahui persebaran anjing rabies di wilayah tersebut. Data lokasi diserahkan ke Puskesmas, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Peternakan untuk ditandai sebagai kawasan bahaya rabies.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA