Pemda Matim Rampungkan Ranperda Kabupaten Layak Anak

Borong, Ekorantt.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur (Matim) melalui Dinas DP2KBP3A dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Wahana Visi Indonesia Kabupaten Manggarai Timur  melakukan penyusunan naskah akademik dan Ranperda Kabupaten Layak Anak Tingkat Kabupaten Manggarai Timur.

Kegiatan penyusunan naskah akademik dan Ranperda ini berlangsung selama tiga hari sejak Senin, (16/09) hingga Rabu (18/09/2019 di ruangan lantai dua koperasi simpan pinjam Abdi Manggarai Timur. 

Turut hadir dalam kegiatan itu, Wakil Bupati Manggarai Timur Drs. Jaghur Stefanus, wakil ketua tim Penggerak  PKK Matim Alexsandria Jaghur, pimpinan OPD terkait, dan para pelajar tingkat SMP serta SMA.

Bupati Manggarai Timur Agas Andreas, SH, M.Hum dalam sambutannya yang dibacakan oleh wakil Bupati Matim Drs. Jaghur Stefanus saat itu menjelaskan, perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya, demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosial.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

iklan

Sejalan dengan tujuan tersebut, maka hakikat perlindungan anak Indonesia adalah perlindungan yang berkelanjutan, dan hal ini juga harus diwujudkan oleh setiap elemen pemerintahan, termasuk pemerintah daerah.

Wakil Bupati Jaghur mengatakan, upaya pemerintah daerah menjadikan Matim sebagai kabupaten layak anak merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang isinya antara lain menegaskan bahwa Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan salah satu urusan wajib Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten atau Kota yang bersifat non pelayanan dasar.

Dengan dasar tersebut, lanjut Jaghur, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia sejak tahun 2006 telah mengembangkan Kebijakan Kabupaten Layak Anak dan tahun 2009 diterbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten Layak Anak.

“Tujuan akhir yang hendak dicapai adalah bahwa pada tahun 2030 Indonesia telah mencapai kondisi Indonesia Layak Anak (IDOLA),” ungkap Jaghur.

Ia menjelaskan, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011, Kabupaten Layak Anak adalah Kabupaten atau Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.

Sesuai dengan Konvensi Hak Anak, tambah Jaghur, ada lima klaster hak anak yang dijabarkan dalam indikator dan ukuran Kabupaten Layak Anak yakni,  (1) Hak Sipil dan Kebebasan, (2) Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, (3) Disabilitas, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, (4) Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, dan (5) Perlindungan Khusus.

Adapun strategi untuk mewujudkan Kabupaten Layak Anak di antaranya, (1) Pengarusutamaan Pemenuhan Hak Anak (PUHA), (2) Penguatan kelembagaan, (3) Perluasan jangkauan, (4) Membangun jaringan, (5) Pelembagaan dan pembudayaan Kabupaten Layak Anak, (6) Promosi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (PKIE) dan (7) Sertifikasi dan apresiasi.

Masih kata Jaghur, dalam kaitan dengan upaya pemerintah daerah menuju Kabupaten Layak Anak, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan hal tersebut.

Pertama, peraturan perundangan dan kebijakan pemenuhan akan hak anak, payung hukum untuk melakukan pemenuhan hak yang mencakup berbagai kepentingan dan kebutuhan anak, baik anak yang hidup secara normal maupun anak yang hidup dengan memerlukan pelayanan khusus.

Kedua, anggaran untuk adanya pemenuhan hak anak. Hal tersebut perlu diatur dalam Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penganggaran oleh dinas atau badan yang menangani masalah kebutuhan anak.

Ketiga, jumlah peraturan perundang undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari forum anak dan kelompok anak lainnya. 

Keempat, tersedia sumber daya manusia terlatih dan mampu menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan.

Kelima, tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur dan kecamatan.

Keenam, keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak. Lembaga Swadaya Masyarakat harus mendorong Negara dan pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya yang secara optimal dan terarah. 

Ketujuh, keterlibatan dari dunia usaha dalam pemenuhan hak anak.

Dengan melihat hal-hal yang diuraikan tersebut di atas, lanjut Jaghur,  tampak dengan jelas bagaimana peran pemerintah dalam upaya mewujudkan Kabupaten Layak Anak.  Terlepas dari hal tersebut, perlindungan anak ini harus bergerak dari orang tua, keluarga dan masyarakat tempat anak biasa beraktivitas.

“Pemerintah daerah tentu akan mendukung melalui pembuatan komitmen berupa penyusunan Peraturan Daerah dan penganggaran yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan anak. Karena itu kegiatan pemaparan hasil assesment naskah akademik yang ditindaklanjuti dengan penyusunan draft Peraturan Daerah Kabupaten Layak Anak merupakan sebuah momentum untuk mewujudkan Manggarai Timur menuju Kabupaten Layak Anak”, jelas Jaghur.

Untuk diketahui proses assessment dan penyusunan Ranperda Kabupaten Layak Anak Matim dilakukan secara bersama-sama oleh Pemda Matim, Wahana Visi Indonesia, dan wakil dari Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT.

Sementara itu ketua panitia kegiatan Mikael Dohu menjelaskan, permasalahan anak telah merasuki hampir semua aspek kehidupan baik di bidang kesehatan seperti adanya kasus kematian bayi saat melahirkan, hingga meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, belum ada rute ke sekolah yang aman bagi anak yang berdampak pada kasus kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya.

Disamping itu, ungkap Dohu, kebijakan pemerintah untuk menyatukan isu hak anak ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten atau kota masih lemah serta belum terintegrasi.

Kata Dohu, upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak telah mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan melakukan ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

“Indonesia berkomitmen untuk mendukung gerakan dunia untuk menciptakan ”World Fit for Children” (Dunia yang layak bagi anak) melalui pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), yang dilakukan di era otonomi daerah” jelasnya.

Ia menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk membangun kabupaten atau kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi PBB dari kerangka hukum tentang hak anak dalam definisi, strategi dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, kelembagaan, program dan kegiatan yang peduli terhadap anak.

Mulia Donan

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA