Maumere, Ekorantt.com – Kecenderungan generasi milenial yang enggan menjadi petani sudah mengkhawatirkan. Padahal profesi petani sangat menjanjikan untuk masa depan.
Menyikapi hal itu sejak tahun 2018, Yayasan Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan program pamungkas WTM ‘Go to School’, staf WTM terjun ke sekolah-sekolah di tiga kecamatan di Kabupaten Sikka binaanya yakni Mego, Tanawawo, dan Magepanda.
WTM hadir untuk menyadarkan peserta didik sejak dini bahwa petani adalah profesi yang mulia.
Demikian dikatakan Martinus Maju Pengelola Pusat Sekolah Lapangan Jiro Jaro binaan Yayasan WTM kepada Ekora NTT di Dusun Tana Li, Desa Bhera, Kecamatan Mego Kabupaten Sikka, 7 Desember 2019 lalu.
Martinus menjelaskan, kehadiran staf WTM di sekolah-sekolah lebih banyak menggambarkan hal-hal yang dihadapi para petani. Misalnya isu lingkungan, perkembangan iklim 15 tahun silam dibandingkan dengan sekarang, perkembangan musim yang tidak menentu, sumber air yang mulai mengering akibat ulah manusia yang menebang pohon di seputar sumber air.
Selain itu, kata Martinus, para peserta didik dibimbing untuk menanam pohon sebagai usaha cinta lingkungan di sekolah.
“Pihak WTM beri support dengan menyediakan bibit tanaman di lingkungan sekolah. Pada musim hujan diadakan penghijauan di daerah sumber mata air dengan tanaman yang sudah disiapkan di sekolah,” ujar Martinus yang pernah mengikuti Kursus Pertanian Taman Tani di Salatiga tahun 1991 ini.
Di samping Pusat Sekolah Lapangan, tahun 2006 WTM membangun Bengkel Usaha Tani (BUT) sebagai tempat untuk para kader tani bekerjasama dengan Plan International. Manajemen kelompok dan pembagian pupuk terjadi ditempat ini.
Menurut Martinus, hal yang tidak kalah pentingnya adalah pihak WTM terjun ke desa-desa dan terus mengadvokasi agar dana desa dapat dinikmati oleh kelompok petani di desa.
WTM, demikian Martinus, pada awal kehadirannya di Nian Sikka 1996 lalu, terus mendorong dan menyadarkan petani untuk mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain.
Semisal pupuk, tidak perlu menunggu dari toko, para petani bisa mengolah pupuk sendiri dengan bimbingan para kader.
“Para petani disadarkan untuk menanam dari benih-benih lokal. Sehingga ketahanan pangan tersedia. Dengan demikian petani merasa berdaulat dan mendorong petani untuk menjadi petani peneliti dengan membuat penelitian sendiri dan bisa menghasilkan varietas yang unggul,” tandas Martinus.
Yuven Fernandez