Agar Tidak Terjebak Investasi Bodong

Ende, Ekorantt.com – Siang itu, kantor PT. Asia Dinasti Sejahtera (ADS) di Jalan Soekarno Ende tampak sepi. Gerbang pintu masuk tertutup rapat. Menurut warga sekitar, aktivitas pelayanan di kantor ini terhenti sejak meluasnya pemberitaan tentang penangkapan dan penahanan bos ADS, Muhamad Badru alias Adun.

“Kami lihat sudah tidak ada aktivitas. Biasanya ada pegawai yang masuk kantor. Beberapa hari ini sudah tidak lagi. Mungkin tidak operasi lagi, kami tidak tahu,” kata Selvi, pemilik warung makan yang berdempetan langsung dengan kantor ADS pada 2 Juni 2021.

Ekora NTT sempat bertemu dengan beberapa nasabah. Mereka datang untuk mengambil uang tabungan. Mengetahui bos ADS ditahan, mereka cukup kaget.

“Tidak mungkin. Pak Direktur bilang aman, uang tidak hilang. Tapi kalau benar dia ditangkap, saya hancur,” kata Rion, salah satu nasabah ADS.

Nasib yang sama di alami Ibu Simpli, seorang guru sekolah dasar di Ende. Ia tak menyangka Adun ditahan karena masalah investasi bodong.

iklan

“Saya tahu hari ini setelah saya baca berita di media. Saya antara percaya dan tidak kalau Direktur PT ADS ditangkap,” ucapnya.

Ibu Simpli mulai bergabung di ADS sejak bulan Agustus 2020. Ia terpukau dengan materi sosialisasi yang diberikan oleh manajemen ADS.

Semula, ia bersama suaminya berinvestasi sebesar 30 juta rupiah. Dari angka itu, sang suami menabung 15 juta rupiah. Begitu juga dirinya, menginvestasikan 15 juta rupiah ke ADS. Setelah berinvestasi, mereka menerima profit sebesar Rp2.880.00 setiap bulan. Berjalan lancar.

Sampai bulan kelima, kata Ibu Simpli, pembayaran profit mulai tidak lancar. Ia pergi ke kantor untuk mempertanyakan soal itu. Tidak ada jawaban yang jelas dari pihak manajemen.

“Memang kami juga sudah mulai merasa ada tanda-tanda akan terjadi seperti ini,” ujarnya sembari meminta agar uangnya segera dikembalikan.

Konfrensi Pers Polda NTT terkait kasus investasi bodong PT. ADS pada Rabu (2/6/2021)

Pada hari yang sama, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur berhasil membongkar praktik investasi bodong dengan menangkap Direktur ADS, Muhamad Badrun di Kupang. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto  mengatakan, sejak beroperasi pada 10 Februari 2019, PT. ADS mengumpulkan 1.800 nasabah dengan total dana yang terkumpul mencapai Rp28.078.500.000.

“Pada tanggal 5 Februari 2021 dinaikkan status dari lidik ke sidik dengan laporan polisi nomor SPKT-A/253/VI/2020/SPKT Polda NTT, dengan menetapkan satu orang tersangka atas nama Muhammad Badrun alias Adun selaku direktur PT Asia Dinasti Sejahtera, alamat di Jalan Kelimutu, RT 005, RW 002, Kelurahan Ende, Kecamatan Ende Tengah, Kabupaten Ende,” jelas Rishian.

Polisi menyita barang bukti berupa satu buku salinan akta pendirian PT yang dikeluarkan oleh notaris, satu lembar struktur organisasi PT, satu lembar surat izin usaha perdagangan, satu lembar tanda daftar perusahaan perseroan terbatas, uang tunai sebesar Rp1.139.000.000, aset tidak bergerak berupa tanah dan bangunan, dengan nilai taksiran kurang lebih Rp17.500.000.000 dan 22 barang bukti pendukung lainnya.

Adun diterbangkan ke Ende pada Kamis (3/6/2021) pagi. Polisi kemudian melimpahkan berkas perkara ke Kejari Ende. Setelah empat jam diperiksa, Adun digelanggang ke sel tahan Mapolres Ende.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ende, Romlan Robin melalui Kepala Seksi Perdata dan Tata Negara (Kasidatum), Slamet Pujiono menjelaskan, tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk selanjutnya menjalani persidangan.

Dikatakan Pujiono, tersangka dikenakan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.

“Alasan subyektif dan obyektif penahanan agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mempercepat persidangan. Kita usahakan sebelum 20 hari akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” kata Pujiono.

Investasi Bodong di NTT

Tidak hanya ADS, munculnya banyak investasi bodong di NTT sangat meresahkan. Ada investasi ilegal yang masuk dari luar. Ada pula yang muncul di NTT sendiri.

Berdasarkan data pengaduan konsumen di Provinsi NTT sejak tahun 2015, terdapat  lima entitas ilegal yang berkantor pusat di Provinsi NTT, yakni Mitra Tiara di Larantuka, Wein Grup di Kupang, Koperasi Amanda Permata di Waingapu, Komnaspan di Sikka dan Asia Dinasty Sejahtera di Ende.

Hal ini terungkap dalam Rapat Koordinasi Semester I Tahun 2021 yang diselenggarakan Satuan Tugas Waspada Investasi Daerah (SWID) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Hotel Aston Kota Kupang pada 22 Juni 2021. Beberapa isu yang dibahas diantaranya terkait dengan perkembangan investasi ilegal berupa pinjaman online ilegal, kegiatan cryptocurrency dan Asia Dinasty Sejahtera serta efektivitas penanganannya di Provinsi NTT. Sebagai informasi, Satuan Tugas Waspada Investasi Daerah (SWID) Provinsi NTT dibentuk sebagai wadah koordinasi dalam penanganan tindak pelanggaran hukum dalam penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.

SWID Provinsi NTT beranggotakan sembilan instansi dengan Ketua dari OJK Provinsi NTT dan Anggota terdiri dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT, Kepolisian Daerah Provinsi NTT, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTT, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT, Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi NTT, Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT dan Dinas  Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTT. Dalam kegiatan Rakor kali ini, hadir juga secara virtual beberapa OPD terkait setingkat Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT.

Rapat koordinasi ini menemukan bahwa perkembangan investasi ilegal di NTT terutama disebabkan masih rendahnya tingkat literasi masyarakat mengingat pelaksanaan edukasi dan sosialisasi belum sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah dan lapisan masyarakat di Provinsi NTT.

Hal ini ditambah dengan kondisi geografis dan akses terhadap informasi yang terjamin kebenarannya sangat terbatas, sehingga menjadi peluang bagi mudahnya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan penawaran secara online melalui situs-situs web dan media sosial.

Untuk menjangkau dan mengefektifkan koordinasi SWID Provinsi NTT, terdapat usulan untuk memperluas keanggotaan dari yang saat ini hanya terdiri dari lembaga vertikal dan OPD setingkat provinsi, menjadi diperluas dengan memasukan OPD pada tingkat Kabupaten/Kota agar koordinasi dapat dilakukan lebih efektif untuk menjangkau setiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT.

Kenapa Masyarakat Tertarik?

Pengamat Ekonomi, Thomas Ola Langoday menuturkan bahwa investasi bodong selalu menjanjikan keuntungan menggiurkan. Masyarakat kita secara psikologis selalu tergiur dengan janji keuntungan yang fantastik dalam jangka pendek tetapi tidak pernah menganalisis resiko jangka menengah dan panjang.

“Yang penting untung besar bahkan berlipat ganda jika dibandingkan suku bunga bank atau koperasi. Hari ini banyak bank dan lembaga keuangan lainnya seperti koperasi masih tetap eksis karena analisis resiko jangka panjangnya bagus. Lembaga keuangan ini keuntungannya berimbang dengan hasil yang didapatkan investor atau nasabahnya,” jelasnya.

Mengapa masyarakat kita masih tertarik dengan investasi bodong? Menurut Langoday, disebabkan karena kurangnya edukasi dari semua pihak, baik pemerintah maupun lembaga keuangan resmi. Masyarakat selalu mendapatkan asimetri information. Informasi yang tidak berimbang antara lembaga keuangan resmi dan tidak resmi, antara berbagai risiko pada berbagai lembaga keuangan yang ada.

“Ada lembaga keuangan dengan resiko bunga yang kecil tetapi investasinya aman. Ada lembaga keuangan dengan bunga berlipat ganda tetapi berisiko tinggi kehilangan bunga dan total investasi dalam jangka menengah dan panjang. Tugas kita semua, pemda, lembaga agama, lembaga keuangan bank dan non bank untuk tiada henti mengedukasi masyarakat kita terutama terkait berbagai resiko pada berbagai lembaga keuangan baik bank maupun non bank bahkan investasi pada sektor riil,” pungkasnya.

Kepala OJK Provinsi NTT, Robert HP Sianipar saat memberikan sambutan dalam acara edukasi keuangan melalui aplikasi zoom pada 16 Oktober 2020

Literasi Finansial

Diakui Kepala Kantor OJK NTT, Robert Sianipar bahwa tingkat literasi finansial  masyarakat NTT mesti digenjot. Menukil data nasional tahun 2019, indeks literasi atau pemahaman masyarakat Provinsi NTT mengenai produk dan jasa keuangan hanya sebesar 27,82%. Sedangkan indeks inklusi atau penggunaan dari produk dan atau jasa keuangan di Provinsi NTT hanya sebesar 60,63%.

Untuk itu, kata Sianipar, OJK NT terus berupaya memberikan pemahaman tentang literasi finansial kepada masyarakat. Misalnya, program peningkatan pemahaman para guru terhadap lembaga jasa keuangan. Diharapkan para guru dapat mengajarkan kembali kepada anak didiknya berbagai pengetahuan mengenai OJK dan industri jasa keuangan dengan baik dan tepat.

Sianipar pun mengimbau masyarakat untuk selalu mewaspadai tawaran investasi ilegal dengan cara sederhana Menurutnya, ada dua hal yang harus diperhatikan yakni logis dan legal.

Penting untuk mencerna apakah bunga investasi yang ditawarkan logis atau tidak. Bagi Sianipar, adalah tidak logis kalau entitas investasi menawarkan model investasi dengan bunga yang tinggi. Misalnya ada yang menghimpun dana dari masyarakat dengan mematok bunga hingga 10 persen.

“Kan tidak logis. Mana mungkin itu terjadi kalau investasi yang sebenarnya. Kalau pun demikian, kenapa mereka tidak pakai uang mereka sendiri. Kan lebih untung,” jelasnya.

Selain itu, legalitas investasi harus ditelusuri. Masyarakat harus mengecek badan hukum entitas investasi, apakah sudah terdaftar di OJK atau belum. Kalau sudah terdaftar, bisa dipercaya. Tapi seandainya belum, kata Sianipar, harus hati-hati dan tidak boleh terjebak di dalamnya.

Irenius J. A Sagur & Ansel Kaise

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA