Penyandang Disabilitas di Flotim Rela Ojek Demi Nafkahi Keluarga

Larantuka, Ekorantt.com – Marsianus Simon Dasilva masih terlihat muda meski usianya sudah beranjak tua, 42 tahun.

Penampilannya biasa-biasa saja. Bertopi, celana panjang, dan baju blasteran hitam abu-abu.

Tiap hari ia harus bertarung dengan ganasnya terik demi menafkahi keluarga kecilnya.

Sebagai tukang ojek, Mon, begitu ia disapa, tak kenal lelah. Ia harus rela bolak balik di sekitar pantai Palo, penyeberangan Larantuka-Adonara demi menghantar setiap penumpang yang membutuhkan jasa  bantuannya.

Meski terlihat tegar, Mon sebenarnya seorang penyandang disabilitas. Ia mengalami kecelakaan di Batam hingga patah kaki kirinya.

Kisah miris itu terjadi pada 9 April 2005 lalu. Segala upaya penyembuhan alternatif pun telah ditempuh. Hal itu dilakukan semata-mata demi kesembuhan Mon.

Dalam rentang waktu yang cukup lama, pada akhirnya, 18 Maret 2010, kaki kirinya diamputasi di Solo. Dan pada 8 Januari 2011, ia pun menggunakan kaki palsu.

Tahun 2014, atas bantuan Pemerintah Kabupaten Flotim, ia pun menerima bantuan kaki palsu kedua. Hal itu dikarenakan kaki palsu Mon sudah tidak layak lagi atau rusak.

Sebagai warga Kota Sau, Kelurahan Sarotari Tengah, Kecamatan Larantuka, Flores Timur, Mon mengaku tak pernah trauma saat berkendara. Ia malah semakin berani. Soalnya, kini ia sudah memiliki seorang istri dan satu anak. Desakan ekonomi keluarga, mengharuskan Mon Dasilva harus bekerja keras. Meski sebagai tukang ojek keliling, Mon tak pernah patah arang.

“Awalnya saya ojek pakai celana pendek. Pernah ada satu mama mau naik ojek, tapi dia takut karena lihat kaki sebelah saya sudah diamputasi. Jadi sekarang saya pakai celana panjang supaya mereka jangan takut. Saya pakai dengan sepatu,” ujar Mon saat  ditemui Ekora NTT di kediamannya pada Senin, 6 Desember 2021.

Mon tak merasa minder sedikit pun. Ia malah merasa kuat, saat kaki kirinya diminta untuk diamputasi kala itu.

“Saya kuat karena banyak teman-teman disabilitas pakai alat bantu dan bisa berjalan,” terangnya.

Kini, kaki palsu, yang merupakan alat bantu bagi Mon untuk melakoni pekerjaannya sebagai tukang ojek sedang rusak.

Satu kaki palsu bantuan dari Dinas Sosial Provinsi NTT pun sudah patah. Satu lagi dari Pemkab Flotim semasa kepemimpinan Bupati Yosni pun telah aus dan bagian telapaknya sudah terbuka.

Hal inilah yang menjadi kendala bagi Mon untuk menjalani pekerjaan sebagai pengojek. Ia takut kalau-kalau kaki palsunya itu tiba-tiba saja patah. Pasti ia kewalahan saat menghantar penumpang.

Ia berkisah, suatu waktu ia pernah menghantar seorang penumpang dan tiba-tiba motor melewati tanjakan, kaki palsunya langsung terlepas. Ia pun menangis.

“Terlepas ini. Saya tidak ceritakan pada istri saya. Saya menangis dalam hati,” kenangnya kala itu.

Ia hanya berpasrah pada keadaan. Soalnya, alat bantu bagi dirinya untuk melakoni pekerjaan pun bagian telapaknya sudah tidak layak lagi.

“Dengan kondisi seperti ini, saya mau bekerja apa. Saya pernah bantu tukang bangunan. Tapi kalau kerja berat saya takut kaki ini,” tukasnya.

Mon mengaku sebagai pengojek, kaki kirnya harus lebih kuat menahan beban. Meski kaki kirinya sudah diamputasi dan kini dibantu dengan kaki buatan.

“Saat turun dari motor, kaki kiri ini harus lebih kuat tahan beban. Sehingga kalau kaki buatan ini tidak ada, maka saya tidak bisa buat apa-apa,” tandas Mon Dasilva.

Mon Dasilva berharap, bisa mendapat perhatian dari siapa saja. Pasalnya, dua alat bantu bagi dirinya untuk melakoni pekerjaan sebagai pengojek kini telah rusak. Padahal, ia harus bekerja di tengah situasi pandemi untuk menafkahi istri dan anaknya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA