Direktur ADS Divonis 7 Tahun Penjara, PMKRI Minta Masyarakat Jangan Tergiur Investasi Bodong

Ende, Ekorantt.com – Direktur PT Asia Dinasti Sejahtera (ADS), Muhamad Badrun dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Bila tidak membayar denda, maka diganti enam bulan kurungan.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Ende, Putu Renatha Indra saat dikonfirmasi Ekora NTT pada Jumat (07/01/22) mengatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ende memutuskan Badrun terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Putu Renatha menjelaskan bahwa utusan pengadilan terhadap terdakwa merupakan putusan final yang tidak dapat diganggu gugat.

Jika terdakwa berkeberatan dengan putusan tersebut, jelas Renatha, ada ruang tersendiri bagi terdakwa melalui kuasa hukumnya untuk melakukan upaya banding.

Sebelumnya, berkas perkara kasus investasi bodong dengan tersangka Muhamad Badrun dinyatakan lengkap pihak Kejaksaan Negeri Ende.

Oleh penyidik Direktorat Reskrimsus Polda NTT, berkas telah dilimpahkan ke JPU dan pada tanggal 18 Mei 2021 lalu, sesuai surat Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur nomor B- 1128/N.3.4/Eku.1/05/2021 tanggal 18 Mei 2021 perihal pemberitahuan hasil penyidikan sudah lengkap (P21)

Pada 5 Februari 2021, Kasus ini dinaikkan status dari lidik ke sidik dengan laporan polisi nomor SPKT-A/253/VI/2020/SPKT Polda NTT.

Badrun dijerat dengan pasal 46 ayat (1) jo pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998, dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000 dan paling banyak Rp20.000.000.000.

Menanggapi kasus investasi bodong tersebut, Ketua PMKRI Cabang Ende, Erikson Rome meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membangun investasi ekonomi.

Praktik investasi ilegal, kata Erikson, saat ini marak terjadi, baik offline maupun online. Untuk itu, perlu edukasi kuat dari pemerintah dan lembaga pengawas lainnya.

Erikson mengingatkan agar masyarakat perlu kritis terhadap setiap jenis tawaran investasi.

“Memang sekarang banyak tawaran investasi dengan keuntungan yang berlipat ganda. Itu tidak masuk akal secara neraca ekonomi apalagi tidak ada izin. Ujung-unjungnya pasti nasabah yang dirugikan,” ujar Erikson

Menurut Erikson, investasi paling tepat dalam konsep pengembangan usaha dan semangat bergotong royong adalah berkoperasi.

“Cara lain dalam berinvestasi untuk pengembangan usaha adalah berkoperasi. Jadi jangan tergiur dengan investasi yang mengiming-iming cepat kaya dengan bunga yang tidak masuk akal. Saya pikir kasus ini jadi pengalaman berharga untuk masyarakat NTT,” terang Erikson.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA