Nasionalisme, Keluarga, dan Mutual Respect

Oleh Yandris Tolan*

“Tempora muntantur et nos mutamur in illis; waktu berubah dan kita pun turut berubah di dalamnya.” Inilah bunyi pepatah Latin yang merujuk pada pengalaman eksistensial manusia dalam mencari identitas baik personal maupun kolektif.

Pada zaman yang cenderung menorehkan dampak negatif, kita mengalami dinamika dan dialektika. Jika kita menghindar dan tak mengambil langkah, maka bisa membawa dampak kolektif yang kelam.

Kita dituntut terlibat dalam semua ruang gerak kehidupan. Keterlibatan itu tak sebatas wacana yang digaungkan dalam rubrik sosial media, tetapi lebih nyata bersentuhan dengan realitas konkret. Aksi dan reaksi merupakan modal utama bagaimana tindakan kita terarah dan meyentuh segala lini kehidupan.

Berangkat dari realitas demikian, kita perlu menerapkan suatu keutamaan asas yang menjadi gagasan utama dalam menjiwai dan memotivasi seluruh itikad dan kehendak baik yang ingin kita bangun.

Nasionalisme

Asas utama yang hendak kita gelorakan adalah semangat nasionalisme. Sebab nasionalisme sejatinya adalah, paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan sama dengan “makin menjiwai bangsa Indonesia.”

Menurut KBBI, nasionalisme berarti ada kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Semangat nasionalisme urgen diterapkan karena jadi parameter dalam tataran kolektif maupun dalam lingkup kecil seperti keluarga, misalnya.

Berpijak pada makna etimologis di atas, nasionalisme kaya akan nilai-nilai peradaban. Di dalamnya, kita temukan adanya sikap mencintai, pengorbanan, adanya unsur totalitas yang terarah pada pengalaman eksistensial, rasa saling memiliki, idealisme kolektif, menjunjung tinggi integritas, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan golongan.  Singkatnya, adanya kerelaan untuk mengejar keutamaan kolektif daripada kepentingan individual.

Atas dasar inilah, sikap nasionalisme dipertahankan dalam sebuah sistem. Layaknya negara yang memiliki sistem dan dinamika pembangunan, demikian halnya alur dan siklus dalam keluarga.

Semangat nasionalisme sangat ideal dijadikan role model kehidupan keluarga karena menjamin adanya unsur kebersamaan dan punya misi. Nasionalisme adalah wadah yang mempertemukan beragam gagasan untuk menyoal dan mencari solusi di balik suatu permasalahan umum.

Pada satu sisi, nasionalisme dibutuhkan untuk menyikapi setiap persoalan yang berbenturan dengan etika dan moralitas publik. Di lain sisi, semangat nasionalisme jadi tameng untuk membendung gempuran fenomena global yang berciri ekslusif, pragmatis, dan tendensius.

Wujud utama penerapan nasionalisme adalah mencitpakan misi, menjunjung integritas, mempertahankan identitas kolektif, serta berperan sebagai mode utama timbulnya nilai-nilai etis dan bermartabat.

Beberapa dekade terakhir, semangat nasionalisme tampak surut dalam seluruh ranah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan ini bisa terjadi karena kuatnya pengaruh globalisasi disertai maraknya teknologi canggih.

Semangat nasionalisme dalam sistem peradaban adalah hal potensial.  Oleh karena itu, kita tidak lagi gamang dan bertanya-tanya mengapa sejak semula para pendiri bangsa begitu sigap memproklamirkan adagium nasionalisme di balik kibaran Sang Saka Merah Putih?

Tentu, di sanalah para pioner dan peletak dasar negara menemukan adanya nilai dan unsur pemersatu yang begitu kokoh merekatkan yang retak dan terpisah, menghubungkan yang putus dan terpisah jauh, serta jadi wadah yang memperkokoh identitas kebangsaan.

Relevansi dari semangat nasionalisme terus-menerus tumbuh dan dirasakan dalam setiap kesempatan. Bahkan, dalam hajatan penting kenegaraan, gelora nasionalisme menghipnotis sejuta anak bangsa untuk berkiprah penuh optimisme dan kaya idealisme.

Kita gelorakan dan benamkan sedalam nurani terkhusus dalam perjuangan membangun keluarga sebagai wadah utama dalam menerawang nasib bangsa di balik persepsi publik yang kadang dipelintir ke ruang perpecahan.

Menjadi relevan apabila optimisme membumikan nasionalisme saat ini. Mengingat situasi bangsa dan negara saat ini tengah dihantui berbagai persoalan seperti radikalisme, terorisme, dan lain-lain.

Keluarga

Bicara terminologi keluarga, kita dibawa pada pemahaman yang berhubungan dengan nilai kebersamaan. Sebab ada orang bijak mengatakan, harta yang paling indah dan berharga adalah keluarga.

Mengapa begitu? Karena banyak nilai dan keutamaan didapatkan, naluri dan idealisme dibentuk dalam bingkai optimisme, ada ruang belajar mandiri yang melibatkan setiap pribadi tanpa ada batasan wewenang, titik temu gagasan yang bersanding dalam relasi vertikal-horisontal antar anggota, dan adanya etika publik.

Demikianlah, konsep keluarga. Hemat saya, perlu dimaknai dalam semua kalangan. Melalui keluarga, kita ditempa bagaimana cara bersikap kritis tapi santun, hidup mandiri namun berwawasan global, kreatif dan punya daya saing, mengekspresikan diri secara bebas tanpa memberikan tekanan (pressure) pada pihak lain, belajar berkorban tanpa menuntut imbalan, dan berbagai nilai etis lain yang begitu ideal dan relevan dibutuhkan.

Alasan paling utama mengapa keluarga dijadikan model peradaban karena keluarga jadi seminari dasar atau tempat paling pertama dan utama benih-benih kebaikan dan nilai kehidupan sosial diterapkan dan dihayati.

Ada juga nilai moral yang muncul melalui suatu seleksi alamiah yang tidak dimengerti hanya pada konsep logika semata. Nilai-nilai etis muncul tanpa adanya desakan atau pun tuntutan norma. Tetapi nilai moral itu muncul karena adanya mutual respect atau respon timbal balik yang terjadi berkat satu akar persoalan.

Esensi keluarga ibarat sebuah harta yang menyimpan begitu banyak daya tarik serta menawarkan aneka pilihan etika yang populer. Alasannya, karena nasionalisme adalah representasi dari esensi keluarga yang memprioritaskan misi kebersamaan.

Mutual Respect

Mutual respect perlu diterapkan dalam hidup berkeluarga. Aspek ini dipandang penting karena membantu setiap anggota keluarga untuk memupuk sikap saling menghargai dan mengedepankan kepentingan bersama daripada kepentingan individu atau golongan.

Aspek mutual respect atau lebih terarah pada respon timbal balik dalam sebuah semangat kebersamaan sangat esensial karena memediasi setiap bentuk relasi yang dibangun dalam keluarga.

Aspek ini merupakan salah satu dari sekian banyak nilai yang memotivasi kita membangun keluarga secara santun dan elegan. Makna korelatif yang tersirat dalam aspek ini adalah bahwa kebersamaan merupakan bentuk tanggapan dalam mencari solusi di balik suatu persoalan.

Dalam keluarga, misalnya, aspek mutual respect memegang peranan penting karena menjadi barometer sekaligus matra khas dalam ruang lingkup keluarga.

Kita tidak hanya berkutat pada persoalan atau terminologi tentang apa arti dan makna konseptual keluarga tetapi sejauh mana memposisikan keluarga sebagai keutamaan nilai yang selaras zaman.

Apsek ini urgen dan ideal karena bisa memberi warna baru dalam potret dan prospek keluarga idaman.

Dengan demikian, zaman yang semakin maju dengan banyak kemudahan ini, harus diantisipasi dan disikapi secara lebih nasionalis agar tidak terjebak pada polarisasi kepentingan dan daya bius egoisme.

Kita berjuang dari waktu ke waktu untuk tidak menjadikan keluarga sebagai sandaran semata tetapi menjadi locus untuk menimba segala macam nilai kehidupan.

*Penulis adalah Kepala Desa Narasaosina, Kecamatan Adonara Timur

spot_img
TERKINI
BACA JUGA