Kekhawatiran Pemilik Warung dan Peternak Babi di Sikka Saat Demam Babi Afrika Datang Lagi

Maumere, Ekorantt.com – Suasana Warung Makan Angel yang berlokasi di Jalan Wairklau, Kelurahan Madawat, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Minggu, 22 Januari 2023, masih lengang. Belum ada tamu yang datang.

“Selamat siang, mau pesan apa?” tanya seorang pelayan perempuan sembari berjalan mendekati saya yang baru saja duduk di salah satu pojok warung. Ia menunjukkan daftar menu makan yang tertempel di dinding warung makan itu.

“Nasi babi rica-rica,” timpal saya singkat. Warung Makan Angel tidak memiliki menu makan lain selain menu nasi babi dengan berbagai varian rasanya.

Made Sulastri (55), pemilik Warung Makan Angel, rupanya mengembangkan warung makan khusus bermenu daging babi sejak awal merintis usaha kuliner 20 tahun lalu. Hal itu ia sampaikan saat berbincang-bincang dengan saya, usai melahap nasi babi rica-rica siang itu.

Tapi wajah Sulastri tampak khawatir ketika mendengar informasi soal wabah Demam Babi Afrika (African Swine Fever) yang datang lagi. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan.

iklan

Setahun lalu, Sulastri sempat menelan pil pahit akibat serangan wabah yang sama. Ia kehilangan pelanggan hingga membuat usahanya goyah.

“Satu tahun yang lalu saat babi-babi di sini (Kabupaten Sikka) terserang virus ASF. Warung ini tutup total selama 4 bulan,” kenangnya.

“Warung terpaksa kami tutup karena pelanggan benar-benar kosong mungkin takut kalau kami menggunakan babi yang terserang virus,” sambungnya.

Sulastri bilang, situasi sulit dialami juga oleh para pedagang nasi babi yang lain di Maumere. Mereka kehilangan pendapatan karena ketiadaan pelanggan.

Sulastri baru membuka lagi warung saat wabah mulai reda. Itu pun butuh waktu beberapa bulan agar jumlah pelanggan yang berkunjung kembali seperti sedia kala

“Saya paksakan untuk buka warung dan benar saja banyak masyarakat yang datang dan makan daging babi,” kisahnya.

Warung Makan Angel milik Sulastri

Kekhawatiran yang sama dialami oleh Arifin Tiang, seorang peternak babi skala rumahan dari Napungliti, Desa Hepang, Kecamatan Lela, Kaupaten Sikka.

Tiang, begitu ia biasa disapa, menuturkan bahwa ASF yang menyerang pada 2020 lalu telah menewaskan tiga ekor babi miliknya. Tersisa empat ekor yang tetap bertahan hidup.

“Waktu itu ada tujuh babi dan tiga yang kena demam babi. Saya mengalami kerugian sekitar Rp15 juta karena saya hitung satu ekor babi sudah kena harga Rp5 juta,” tuturnya.

Takut babi yang lain mati, tutur Tiang, ia menerapkan biosecurity kandang ternak babinya secara ketat. Di mana dirinya mengatur kebersihan kandang, menjaga sanitasi lingkungan, dan membatasi hewan predator seperti anjing maupun ayam tidak bisa masuk ke dalam kandang.

“Begitu juga saat ada pembeli mau beli babi, babi saya giring dari dalam kandang sampai di depan pintu. Saya tidak izinkan pembeli masuk ke dalam kandang,” tuturnya.

Tiang pun menginginkan kejadian yang sama tidak terulang kembali. Pasalnya, beternak babi memberikan keuntungan ekonomis bagi dirinya.

“Saya sudah ternak babi sebelum ada ini wabah ASF. Lelah memang tapi untungnya lumayan,” tuturnya sembari mengatakan, dengan beternak babi ia bisa memenuhi kebutuhan hidup dan urusan adat.

Atong Gomez mendampingi tenaga kesehatan hewan yang datang untuk mengecek ternak babi miliknya

Harga Babi Anjlok

Kasus kematian babi di beberapa daerah juga berdampak pada anjloknya harga babi. Dalam beberapa hari terakhir, harga babi di tingkat peternak turun 25-50 persen. Peternak pun pesimis bisa menikmati keuntungan dari penjualan babi.

Arton da Gomez, salah satu peternak skala besar di Desa Watubaing, Kecamatan Talibura bilang bahwa harga babi anjlok dalam sekejab bersamaan dengan beredarnya pemberitaan tentang wabah demam babi Afrika.

“Anak babi yang biasanya dijual dengan Rp1,5 juta turun menjadi Rp750 ribu. Kalau babi yang harga Rp5 juta turun jadi Rp2 juta,” tutur Atong, demikian sapaan akrabnya, kepada Ekora NTT pada, Senin, 23 Januari 2023.

“Itu lumayan bikin bingung dan panik masyarakat,” tambahnya singkat.

Meski begitu, Atong masih mempertahankan harga jual Rp1,5 juta untuk anak babi dan Rp3-8 juta untuk babi besar sesuai ukuran.

Pria yang menekuni usaha ternak babi sejak 2015 lalu ini mengaku tidak bisa berbuat banyak berhadapan kondisi sekarang. Ia hanya bisa pasrah sambil berharap wabah ini cepat berlalu.

Pada saat serangan wabah ASF tahun 2020-2021, Atong berhasil menyelamatkan 26 ekor babinya dari serangan virus ASF. Ia memperketat biosecurity di kandangnya dan mengubah pola pemberian pakan kepada ternak.

Kini, di kandang miliknya, ada 35 ekor babi, yang terdiri dari 20 ekor anak babi dan 15 ekor babi besar. Ia berusaha agar babi-babi miliknya tetap sehat dan bugar.

Ancaman Virus ASF

Menukil data Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, virus flu babi Afrika menewaskan 11.919 ekor babi sejak 2020 hingga Maret 2021. Kini virus itu datang lagi.

Kadis Pertanian Kabupaten Sikka, Yohanes Emil Satriawan Sadipun kepada Ekora NTT, mengatakan bahwa 16 ekor babi di Sikka mati selama sebulan terakhir.

Kadis yang biasa dipanggil Jemi Sadipun ini menambahkan, dari 16 babi yang mati, tiga di antaranya positif terjangkit virus demam babi Afrika.

“Kita kirim tujuh sampel darah babi ke Balai Besar Veteriner Denpasar Bali untuk pemeriksaan. Hasilnya empat negatif, tiga positif ASF. Dan penyebab terkena demam babi hingga saat ini belum diketahui,” ujar Jemi Sadipun

Ketiga babi yang positif ASF itu berasal dari Kelurahan Nangameting, Kecamatan Alok Timur. Dan ketiganya merupakan bantuan dari pemerintah pusat untuk warga Kabupaten Sikka pada 2022.

“Ada 25 ekor ternak bantuan. Bantuan itu disalurkan untuk dua kelompok yang ada di Kelurahan Nangameting dan Desa Egon, Kecamatan Waigete,” ujarnya.

Kadis Pertanian Kabupaten Sikka, Yohanes Emil Satriawan Sadipun Kadis Pertanian Kabupaten Sikka, Yohanes Emil Satriawan Sadipun (Foto: Kompas.com)

Terapkan Biosecurity

Jemi meminta masyarakat agar waspada dan menerapkan biosecurity terhadap ternak babi mereka. Langkah ini dilakukan mengingat vaksinasi babi belum ada.

“Peternak harus menerapkan biosecurity dengan cara menjaga kebersihan kandang dengan disinfektan dan memberikan vitamin dan nutrisi yang cukup sehingga meningkatkan daya tahan tubuh ternak babi,” jelasnya

“Juga membatasi orang keluar masuk kandang dan melakukan disinfeksi kepada orang yang keluar masuk kandang,” tambahnya.

Dalam waktu dekat, masyarakat tidak membeli ternak babi, daging babi ataupun olahannya dari wilayah yang belum diketahui status kesehatan ternaknya, tandas Jemi Sadipun.

“Kalau ada ternak yang mati jangan dibuang di tempat terbuka melainkan harus dikubur agar memutus rantai penularan penyakit,” ujarnya.

Bila ada babi atau ternak lain yang sakit, kata Jemi Sadipun, segera dilaporkan kepada tenaga kesehatan hewan setempat. Dinas Pertanian melalui petugas kesehatan hewan di setiap Kecamatan sudah mulai mendata dan memberikan edukasi kepada peternak agar menerapkan biosecurity sehingga ternaknya terhindar dari virus ASF.

Penunjang Ekonomi

Harus diakui babi menjadi salah satu hewan ternak yang berpotensi menunjang perekonomian di Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan Sikka pada khususnya.

Badan Pusat Statistik NTT mencatat, babi termasuk hewan ternak dengan populasi terbanyak di NTT, dengan jumlah 2.598.370 ekor, diikuti sapi dengan jumlah 1.248.930 ekor, kambing 1.032.344 ekor,  kerbau 190.833 ekor, kuda 125.670 ekor, dan domba 92.427 ekor.

Khusus di Kabupaten Sikka, jumlah ternak babi pada tahun 2020 sebanyak 88.198 ekor. Angka ini bertambah pada tahun 2021 sebanyak 97.723.

Sejumlah rumah tangga memelihara 2-5 ekor babi. Bahkan ada yang beternak babi dalam skala besar, seperti Atong.

Keuntungan yang didapat dari beternak babi pun lumayan besar. Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi daging babi di Sikka sangat tinggi, terutama saat acara adat.

Tidak heran bila Sulastri dan Atong berharap, wabah ASF tidak merambat ke seluruh Kabupaten Sikka dan segera berakhir agar usaha mereka tetap berjalan dengan baik.

“Semoga pemerintah segera memberantas wabah ini, sehingga semua babi di Sikka bisa aman dan terhindar dari ASF,” tandas Sulastri.

Atong berharap, Pemerintah Kabupaten Sikka menyikapi situasi ini dengan memberikan sosialisasi dan edukasi tentang cara pencegahan penyebaran virus ASF agar populasi babi di Sikka aman dan harga babi kembali normal.

Nivan Gomez

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA