Oleh: Valentinus Robi Lesak*
Pada Sabtu, 29 April 2023, penulis mengikuti sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhumiksara. Kegiatan ini diadakan sebagai rangkaian Perayaan Dies Natalis ke-35 dari Yayasan Bhumiksara itu sendiri.
Adapun tema yang diangkat yakni “Memilih Pemimpin yang Berintegritas di Tahun Politik,” sebuah tema yang aktual, relevan dan selalu mendesak untuk dibicarakan. Tema ini dikupas dan dibedah secara tajam oleh kedua narasumber yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia yakni Yunarto Wijaya (Direktur Eksekutif Charta Politika) dan Romo Franz Magnis Suseno (Rohaniwan dan ahli etika).
Uraian ini merupakan sebuah ringkasan atas beberapa poin penting yang disampaikan oleh kedua narasumber.
Tiga Tantangan Serius di Indonesia
Dalam konteks bangsa Indonesia, kita tentu membutuhkan para pemimpin yang mampu menghadapi dan menjawabi berbagai macam tantangan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini. Romo Magnis menyebut ada tiga tantangan serius yang segera ditangani selain krisis ekologi dan ektremisme ideologi. Ketiga tantangan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, bagaimana kita memperkuat kesediaan untuk saling menerima dalam perbedaan. Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai macam budaya, suku, agama dan ras.
Di tengah pluralitas yang ada, para calon pemimpin harus mengecek dan menangani kecenderungan-kecenderungan intoleransi dan eksklusivisme yang sudah seringkali mencederai persatuan bangsa itu sendiri.
Selain itu, masyarakat wajib menuntut suatu komitmen yang meyakinkan dari para calon pemimpin untuk menolak segenap diskriminasi atas dasar agama, identitas etnik dan suku.
Kedua, perwujudan keadilan sosial. Di Indonesia terlihat sangat jelas kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Sekitar 50% masyarakat Indonesia belum betul-betul sejahtera dan sekitar 10% masih hidup dalam kemiskinan.
Ada suatu kekhawatiran bahwa situasi yang ada dapat menimbulkan perpecahan secara vertikal. Di mana orang-orang kecil dan yang terpinggirkan membangun sebuah anggapan bahwa bangsa Indonesia ini hanyalah milik orang-orang kelas atas atau orang-orang yang berduit. Anggapan seperti ini mendorong mereka untuk mencari orientasi ideologi lain daripada Pancasila.
Karena itu, penghapusan kemiskinan dan perwujudan kesejahteraan bagi semua masyarakat perlu menjadi prioritas pertama (numero uno) pembangunan di Indonesia bahkan prioritas pertama politik di Indonesia.
Ketiga, korupsi. Korupsi berarti bahwa nurani sudah membusuk menjadi nafsu ingin kaya. Seringkali para pejabat publik menyalahgunakan kekuasaannya; bukan untuk melayani kepentingan rakyat tetapi mencapai keuntungan pribadi.
Pemimpin yang Dicari
Boleh dikatakan bahwa materi yang disampaikan, baik oleh Mas Toto maupun oleh Romo Magnis, dapat dimaknai sebagai pedoman yang hidup dan menjadi bekal bagi masyarakat Indonesia dalam mengikuti pemilu yang akan datang.
Lebih jauh, supaya pesta demokrasi lima tahunan ini benar-benar dijadikan sebagai momen yang berharga (precious moment) dalam memilih pemimpin yang berkarakter baik dan berintegritas serta mampu mengemban amanah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penulis merasa terkesan dengan apa yang disampaikan oleh kedua narasumber bahwa dalam pemilu kita tidak mungkin memilih seseorang yang tidak bercela atau seorang yang suci.
Kita memilih pemimpin politik dan tidak ada pemimpin politik yang sempurna. Tetapi perlu diingat, kita memilih kandidat yang baik dan mencegah yang terburuk (yang jahat) untuk berkuasa. Oleh karena itu, beberapa keutamaan berikut ini harus dimiliki oleh para calon yang layak kita pilih.
Pertama, berintegritas. Integritas pada tempat pertama tidak korup, pribadi yang dapat dipercaya (kredibel), berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan tugas yang mereka embani, berkualitas yakni memiliki kemampuan untuk memenuhi tugas sebagai seorang pemimpin atau wakil rakyat.
Kedua, berbela rasa. Artinya mempunyai hati bagi mereka yang paling membutuhkan perhatian, masyarakat lemah. Ketiga, inklusif. Menjadi pemimpin berarti seseorang itu hadir untuk mewakili seluruh bangsa tanpa kecuali. Karena itu, ia tidak boleh hanya mengutamakan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok yang lain.
Selain itu, para pemimpin yang dibutuhkan dalam menghadapi pemilu 2024 adalah pemimpin yang aspiratif dan visioner. Artinya seorang pemimpin harus mampu menyerap aspirasi masyarakat. Ia adalah pemimpin yang moderat di mana seseorang itu harus mampu melanjutkan program kerja yang pro rakyat dan mengubahnya jika bertentangan dengan asas kesejahteraan bersama, ia harus merangkul atau toleran tetapi berani menegakkan demarkasi, tidak mendiskriminasi.
Ia juga harus reliable (dapat diandalkan), berani tetapi tidak otoriter, toleran terhadap perbedaan politik tetapi tidak toleran terhadap korupsi, berani mengakui kesalahan jika dirinya keliru dan dengan segera melakukan koreksi.
Keutamaan lain yang harus dimiliki adalah kesamaan pada nilai-nilai yaitu berkhidmat pada konstitusi dan berorientasi pada kesejahteraan umum.
Sikap Kritis Masyarakat
Seringkali terjadi bahwa politik di tanah air kita selalu mengalami penyempitan makna. Begitu pun dengan sistem demokrasi kita yang hampir kehilangan substansinya.
Banyak orang menerjemahkan dan memahami politik itu sebatas cara untuk mencapai kekuasaan atau untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan.
Tujuannya bukan lagi untuk mencapai bonum commune tetapi malah untuk mengeruk uang sebanyak mungkin demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Di sisi lain, kita tidak bisa menyangkali bahwa ada begitu banyak praktik minus dari para pemimpin yang turut mengkerdilkan dan menodai nilai luhur dari demokrasi itu sendiri. Sebut saja, demokrasi transaksional dalam bentuk money politic, intervensi politik dan berbagai manipulasi lainnya.
Mengingat hakikat dari demokrasi itu sendiri adalah kedaulatan rakyat (siapa pun nanti yang menjadi pemimpin harus mendapat mandat dari demos), maka dalam menyambut pemilu 2024 ini, sikap kritis dari masyarakat warga dalam menentukan pilihan politiknya, mesti dijadikan sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).
Artinya, masyarakat warga terutama yang melek politik harus mampu menilai dan memahami serta mengkritisi program kerja, visi dan misi, komitmen dan rekam jejak yang dimiliki oleh para calon pemimpin.
Sikap kritis masyarakat warga ini ditegaskan oleh Romo Magnis di awal pembicaraannya.
“Sampai sekarang dalam diskursus politik menghadapai tahun politik 2024, yang dibicarakan semata-mata; siapa dengan siapa, koalisi antara partai yang mana. Dengan sepatah kata pun tidak dibicarakan, manakah kualitas yang kita tuntut dari mereka (para calon pemimpin) yang mau kita pilih. Kualitas dari mereka yang akan kita pilih adalah unsur kunci. Kita harus memilih manusia-manusia yang berkualitas.”
Nicolo Machiavelli seorang politikus dan filsuf kelahiran kota Firence (Italia) pernah menegaskan bahwa seorang politikus, seorang pejabat pemerintah, perlu memiliki karakter singa dan kancil.
Bagi Machiavelli, seorang pemimpin tidak perlu takut jika tidak dicintai, yang penting tidak dibenci oleh rakyat. Karena itu, supaya tidak dibenci rakyat, pemimpin harus berkarakter singa bukan untuk menakut-nakuti rakyat tetapi untuk membuat dirinya tidak pernah takut berada bersama rakyat.
Supaya tidak dibenci rakyat, pemimpin mesti pula harus berkarakter kancil yang tidak cerdik untuk melakukan hal yang buruk tetapi lihai dalam menyusun rencana, program kerja dan strategi demi kemakmuran rakyat.
Dengan demikian, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berintegritas dan bukan pemimpin yang hanya tahu mengucapakan janji lalu mengingkarinya. Pemimpin yang mampu bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bukan kesejahteraan pribadi atau kelompok tertentu.*
*Rohaniwan Katolik, Tinggal di Vietnam.