Labuan Bajo, Ekorantt.com – Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik yang berkedudukan di Vatikan-Roma, mendirikan Keuskupan Labuan Bajo sekaligus mengangkat RD. Maksimus Regus sebagai uskup perdananya.
Umat di wilayah keuskupan ini pun menyampaikan bebarapa harapan terhadap Uskup Maks. Salah satunya Rofinus Rabun, seorang umat Paroki Nunang.
“Jadikanlah Manggarai Barat atau Keuskupan Labuan Bajo menjadi milik bersama, bukan malah bersekongkol bersama penguasa untuk merampas hak masyarakat kecil atau umat demi memenuhi kepentingan kelompok atau golongan,” katanya kepada Ekora NTT pada Minggu, 23 Juni 2024.
Rofinus berharap, Uskup Maks dapat menjaga wilayah keuskupannya dengan damai dan bebas dari kepentingan politik. Harus menjadi jembatan suara-suara masyarakat kecil di Manggarai Barat.
“Uskup baru diharapkan bekerja sama yang baik serta menjaga dan melindungi umatnya. Sehingga umat menyaksikan kebaikannya dan menerima terang Kristus,” terangnya.
Jelih Melihat Masalah Sosial
Gereja perlu jelih melihat masalah sosial di wilayah Keuskupan Labuan Bajo, kata Hery Jem, umat Paroki Roh Kudus Labuan Bajo.
Sebagai umat yang terdampak akibat pembangunan di Labuan Bajo, sejauh pengamatannya, Gereja Katolik belum terlibat jauh dengan urusan masyarakat kecil.
“Kiranya uskup baru nanti bisa membawa umatnya ke hal yang lebih baik, khusus dalam pengembangan iman umat,” jelasnya.
Hery juga mengkritisi fokus pastoral Gereja Katolik Keuskupan Ruteng tahun 2024 yakni ‘ekologi integral’. Ia bilang, Gereja tidak menyatakan sikapnya memihak pada warga masyarakat adat.
“Contohnya, kami komunitas Racang Buka di Labuan Bajo yang lahan kami tergerus oleh masuknya investor di Labuan Bajo,” ceritanya.
Proyek itu, kata dia, adalah proyek pariwisata Parapuar di kawasan Hutan Bowosie, Labuan Bajo yang dikerjakan oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF).

Pembangunan itu dilakukan oleh para investor dengan melakukan penebangan hutan. Ironisnya, pemerintah termasuk gereja malah menyetujuinya.
Nammun, jika hal tersebut dilakukan masyarakat, maka dianggap merusak lingkungan hidup. Padahal, masyarakat hanya membersihkan lahan mereka yang dianggap sebagai ruang hidup mereka.
“Kami sekarang sedang bergulat dengan program yang dicanangkan BPOLBF, mereka melakukan pembabatan,” terangnya.
Dengan adanya Keuskupan Labuan Bajo diharapkan agar memikirkan keberadaan umatnya. “Jangan asal mau bergabung dengan program-program pemerintah yang masuknya investor”.
“Apalagi kami di Labuan Bajo yang pintu masuk orang merebut ‘kue’ di Super Premium Labuan Bajo,” tegasnya.