Oleh: Suroto*
Kementerian Koperasi kembali meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Koperasi Bermasalah yang bertujuan untuk membantu menyelesaikan masalah koperasi.
Pada masa kepemimpinan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, Satgas ini pernah juga dibentuk. Dalam praktiknya, Satgas Koperasi Bermasalah justru menjadi bagian dari masalah. Satgas ini tidak menggunakan pendekatan hukum koperasi namun mendorong penyelesaian masalah koperasi langsung melalui jalur pengadilan.
Koperasi diarahkan untuk mendapatkan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau Homologasi. Bahkan ada yang sampai diputuskan pailit. Kenyataannya, sangat minim uang anggota KSP yang kembali, dan bahkan nihil. Anggota koperasi lagi-lagi yang menjadi korban. Apalagi kalau sampai dipailitkan.
Penyelesaian langsung melalui jalur pengadilan potensi moral hazardnya tinggi. Mendorong koperasi akan menjadi permainan para makelar kasus.
Sebut saja misalnya yang telah terjadi pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Inti Dana. Oknum pengacara dari anggota yang melakukan gugatan ternyata justru menyogok hakim untuk melakukan homologasi dan pailit di pengadilan dengan cara menyogok hakim agung.
Jangan sampai kasus tersebut berulang. Pemerintah mesti memastikan saja bahwa koperasi itu menyelenggarakan Rapat Anggota dan menjamin bahwa Rapat Anggota berjalan secara demokratis. Ini adalah asas self-regulated organization dari koperasi yang harus dihormati.
Lalu, biarlah Rapat Anggota yang memutuskan untuk dilakukan penyelesaian masalah secara intern. Dorong bentuk manajemen penyelamat (care taker). Kalau diperlukan, Satgas masuk di dalamnya untuk memastikan kepentingan publik anggota tetap terjaga.
Pastikan dulu masalah yang terjadi akibat aspek kinerja atau ada unsur kriminalnya. Kalau masalah kinerja, bantu mereka melakukan penyelamatan (recovery). Jika memang ada unsur kriminal, diproses secara hukum. Jangan malah Satgas menjadi bagian dari masalah baru dengan turut memotivasi penyelesaian ke mekanisme pengadilan dalam membentuk homologasi atau Pailit.
Diskriminasi Regulasi dan Kebijakan
Koperasi simpan pinjam di Indonesia memang dilemahkan oleh regulasi. Tidak dilindungi seperti halnya yang didapat bank. Uang anggota KSP tidak mendapat jaminan seperti halnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti yang dialami oleh Bank Umum.
Kasus koperasi simpan pinjam gagal bayar adalah akibat kebijakan diskriminasi itu. Dikarenakan tidak adanya jaminan simpanan dari anggota maka koperasi harus memberikan iming-iming bunga simpanan mahal kepada masyarakat dan ini sebabkan biaya modal (cost of fund) dari koperasi menjadi tinggi. Cost of fund yang tinggi menyebabkan daya saing koperasi simpan pinjam menjadi lemah dan kalah dengan bank umum. Tingkat risikonya juga menjadi tinggi (high risk).
Tak hanya itu, kebijakan diskriminatif lainya yang diperlakukan oleh pemerintah terhadap KSP juga turut melemahkan KSP secara sistematis. Sebut saja pemberian fasilitas untuk bank umum berupa subsidi bunga untuk kredit program, dana penempatan, modal penyertaan negara, talangan (bailout), penghapusan kredit macet, dan lain sebagainya, di mana semua fasilitas itu tidak didapat KSP.
Jaga Citra Koperasi
Kemenkop juga secara sengaja sepertinya memang tidak serius untuk memperbaiki citra koperasi dengan membiarkan rentenir baju koperasi dan koperasi papan nama terus bertumbuh dengan memanfaatkan kelemahan regulasi. Padahal perintah regulasi sudah jelas, pemerintah punya kewajiban untuk membubarkan koperasi abal-abal sebagaimana diatur dalam UU, bahkan sudah ada peraturan pemerintah dan Permennya.
Koperasi abal-abal bahkan seperti terus dipelihara. Hingga jumlahnya jauh lebih besar ketimbang jumlah koperasi yang baik. Dari 127 ribuan koperasi, diperkirakan hampir 100 ribuan merupakan koperasi abal-abal.
Pengumuman pembubaran koperasi yang sering diumumkan oleh pemerintah sebanyak 80 ribuan itu juga sebetulnya selama ini hanya wacana. Pembubaran koperasi menurut udang-undang harus diumumkan dalam lembar berita acara negara oleh menteri. Tapi hingga sekarang, tidak dilakukan dengan berbagai alasan. Apalagi untuk membubarkan yang 100 ribuan lagi. Semoga menteri koperasi bisa lebih tegas dan berkomitmen untuk memperbaiki citra koperasi.
Koperasi Jadi Kekuatan Ekonomi
KSP dan Bank Koperasi di seluruh dunia tidak hanya menjadi kekuatan keuangan negara, tapi juga sukses menjadi agen pembangunan. Menjadi penyelamat ekonomi masyarakat ketika krisis ekonomi terjadi.
Sebut saja, misalnya Jerman, sektor keuangannya secara keseluruhan 74 persen ditopang oleh koperasi simpan pinjam (bank koperasi) dan bank tabungan yang mengadopsi prinsip koperasi. Di Perancis Koperasi Bank Populaire jadi Bank Of the Year. Demikian juga Desjardins Credit Union di Canada.
Di Amerika Serikat bahkan Credit Union memiliki tingkat risiko 5 kali lebih baik ketimbang bank umum. Ketika krisis ekonomi tahun 2008 misalnya, mereka justru melancarkan double lending mengakselerasi ekonomi rakyat ketika bank umum menjadi penuh kehati-hatian (over prudent).
Pemerintah memang harus hadir untuk menjaga kepentingan publik, terutama untuk menyelamatkan kepentingan anggota, tapi jangan justru menjadi bagian dari masalah. Pemerintah memiliki tanggung jawab juga untuk melindungi citra koperasi agar masyarakat tahu, mana koperasi palsu dan koperasi yang benar. Kalau pemerintah serius, segera bubarkan koperasi abal-abal.
Tahun 2025 telah ditetapkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai Tahun Koperasi Internasional. Mestinya ini dijadikan momentum pemerintah dan gerakan koperasi untuk mempromosikan kebaikan dan keunggulan koperasi dibandingkan dengan korporasi kapitalis.
* Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)