Borong, Ekorantt.com – Keunikan alam di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa tenggara Timur (NTT) sungguh tak tertandingi.
Di ujung utara kecamatan Kota Komba, Kabupaten Matim, tersimpan banyak keindahan alam mulai dari obyek wisata alam maupun kisah sejarah yang sungguh menarik dan mempesona.
Salah satunya adalah Watu Waru. Watu Waru adalah batu yang memiliki nilai sakral tersendiri bagi Suku Melong di Manggarai Timur.
Watu Waru sendiri terletak di atas puncak bukit Golo Melong, Desa Mokel. Di mana di bawah kaki bukit itu terdapat dua kampung besar yakni Kampung Pedak dan Kampung Deru.
Untuk sampai di tempat ini, dari Kota Borong, ibu kota Kabupaten Matim, para pengunjung hanya butuh waktu kurang lebih 2 jam.
Batu unik ini memang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas karena jalur transportasi menuju lokasi ini belum ada. Apalagi pemerintah desa belum sama sekali melirik pesona Watu Waru sebagai salah satu potensi wisata.
Konon, Watu Waru diwariskan turun temurun oleh seorang Embo (nenek moyang) Suku Melong yang datang dari Golo Meleng (Gunung Meleng) yang terletak di kampung Sita, Kecamatan Borong.
Zakarias Riba (76) yang merupakan Tua Teno (Tuan Tanah) Suku Melong, saat ditemui di kediamannya Selasa, (10/06) sore mengisahkan, nenek moyang yang tinggal pertama kali di puncak bukit Melong (Golo Melong) adalah Meka Matu.
Menurutnya, batu-batu unik tersebut muncul secara misterius dengan sendirinya di hadapan Meka Matu. Batu-batu tersebut terdiri dari berbagai macam ukuran, ada yang ukuran besar dan ada juga yang berukuran kecil.
“Satu persatu batu itu datang berkumpul mengikuti jumlah keturunan yang ada di dalam suku melong hingga sampai sekarang,” ungkapnya.
Selang beberapa tahun kemudian, Meka Matu dipanggil oleh tua adat Suku Mokel untuk tinggal bersama Suku Mokel di sebuah kampung yang diketahui bernama kampung Deru.
Walaupun Meka Matu tinggal bersama suku mokel di kampung Deru namun tanah yang Meka Matu tinggal sebelumnya masih menjadi hak penuhnya Meka Matu.
Zakarias menjelaskan, batu unik yang berbentuk bulat tersebut sampai saat ini masih terkumpul rapi di atas bukit Golo Melong.
Batu-batu tersebut memiliki daya magisnya tersendiri. Pasalnya, kalau ada anggota keluarga dalam Suku Melong meninggal dunia, batu unik yang ada di atas bukit Golo Melong itu tiba-tiba hilang dengan sendirinya.
Sebaliknya, jika ada anggota keluarga dari Suku Melong yang hendak mengambil istri maka batu itu bertambah dengan sendirinya.
Begitupun kalau dalam Suku Melong yang melahirkan keturunan baru, maka batu tersebut muncul dengan sendirinya bergabung dengan batu-batu lainnya.
“Watu Waru akan mengikuti umur anggota keluarga yang berada dalam suku tersebut,” tuturnya.
Anehnya, jika suku lain datang mengambil batu ini dan bawa ke tempat lain, batu ini akan kembali dengan sendirinya dan berkumpul lagi dengan batu-batu yang lain.
Zakarias menjelaskan, hingga saat ini di dalam Suku Melong terdapat lima keturunan yakni, keturunan Meka Matu, keturunan Meka Rasi, keturunan Meka Langging, keturunan Meka Rambang, dan keturunan Meka Zakarias Riba.
Zakarias sendirilah yang kini melanjutkan kedudukan sebagai Tua Teno.
Ia berharap, generasi muda khususnya generasi Suku Melong tetap menjaga kelestarian batu-batu tersebut.
“Tolong jaga batu itu dengan baik, jangan membuat rusak dan jangan buang sembarang jaga batu itu baik-baik agar tetap jaga kelestariannya. Karena batu ini merupakan batu yang memiliki nilai sakral tersendiri dan batu tersebut juga merupakan bagian dari keluarga kita khususnya dalam Suku Melong itu sendiri, ungkapnya. Mulia Donan