TKK Sta Lusia dan Kober Karya Kasih Bawalatang Aplikasikan Merdeka Belajar

Larantuka, Ekorantt.com – Lembaga pendidikan TKK Sta Lusia dan Kober Karya Kasih Bawalatang, Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang tengah mengaplikasikan Kurikulum Merdeka Belajar.

Ketika Ekora NTT menyambangi lembaga TKK dan Kober tersebut, Rabu (2/11/2022), Kepala Sekolah Lusia Ema Kwure mengatakan, anak-anak sedang mempraktikkan Merdeka Belajar dengan gembira dan menyenangkan. 

“Sebelumnya kami berjalan dengan K13, tetapi perlahan kami masuk dan harus mulai dengan Merdeka Belajar karena aturan nasional” kata Lusia yang sudah mengabdi jadi guru TK selama 34 tahun. 

Ia bilang, dalam tahun 2022, lembaga pendidikan TKK dan Kober yang dipimpinnya mengaplikasikan Merdeka Belajar walaupun masih belum memahami persis kurikulum tersebut. 

“Dengan bantuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten, membuka sosialisasi tentang Kurikulum Merdeka tingkat PKG, maka sudah dua kali kami ikut dan selaku pimpinan, kami sedang mencoba,” tandas Ema, ia biasa disapa. 

Ema menegaskan, ia dan rekan-rekan guru mencoba dahulu walaupun gagal lebih banyak.

Kepala Sekolah TKK Sta Lusia, Lusia Ema Kwure/Ekora NTT

Ia yakin bahwa dengan mencoba dan gagal, maka apa yang kurang dan lebih bisa ditambahkan dan dikurangi selama ada dalam proses.

Ema menekankan, anak-anak pada umumnya lebih senang mendengarkan, sehingga ia bersama rekan-rekan guru harus mempunyai target. 

Video dan Cerita

Target mereka adalah menjalankan dua model pembelajaran yakni video dan cerita. 

“Anak lebih senang mendengar cerita dongeng. Dari cerita itu, kami menyiapkan topik sesuai dengan lingkungan anak, atau lingkungan di mana anak berada, dan harus lebih suka dengan minat anak,” katanya. 

Aplikasi Merdeka Belajar lewat praktik tanam pepaya/Ekora NTT

Ema juga menganjurkan, jika memberikan pembelajaran dongeng, tidak boleh keluar dari topik atau modul ajar yang disiapkan untuk anak-anak pada hari itu. 

“Contohnya, kalau kita ajar pepaya, maka ceritanya juga harus pepaya,” katanya. 

Ia menjelaskan, pihaknya menyesuaikan modul ajar dengan aplikasi Merdeka Belajar. 

“Kalau ajarnya tentang pepaya, dalam metode proyek atau praktiknya harus pepaya, bukan pisang dan lainnya,” tandasnya. 

Sekolah sebagai Rumah

Ema juga menambahkan, anak-anak lebih menyukai jika para guru mengajarkan apa yang baik di rumah. 

“Anak-anak senang kalau guru mengajar seperti rumah sendiri, supaya anak-anak betah di sekolah,” ungkapnya. 

Ia mengaku, selama belasan tahun sejak 2016, ada pengalaman positif yang tampak adalah ketika jam pulang sekolah, anak-anak masih ingin berada, bermain, dan beraktivitas di sekolah.

“Anak akhirnya berpikir, untuk apa saya pulang rumah, sementara di sini juga seperti rumah,” katanya sembari mengatakan, para gurunya juga menjadi seperti orang tua di rumah. 

Sementara itu, Agnes Mone Noba, guru TKK Sta Lusia mengaku sangat betah dan menyukai proses belajar selama 8 tahun ia mengabdi. 

Agnes bilang, Kepala Sekolah memberi teladan, merangkul para guru, dan menjadi contoh untuk mengembangkan pendidikan yang berkualitas dan ramah anak. 

“Kami punya Kepala Sekolah di sini sangat baik karena mengajak para guru untuk bekerja sama, merangkul, dan memercayai kami untuk mengajar sesuai modul ajar,” katanya. 

Elisabeth Buran Puka, guru TKK Sta Lusia juga mengungkapkan, pengalaman 7 tahun ia mengajar memberikan banyak hal termasuk perbedaan karakter anak, proses belajar, dan mengajar. 

“Saya mendampingi anak-anak yang berusia 4-5 tahun dan hal-hal yang diajarkan ialah soal penanaman karakter anak, mendidik mereka cara sederhana dalam berperilaku, buang sampah pada tempatnya, salam, tegur, sapa,” ucapnya. 

Elis menambahkan, berhadapan dengan anak-anak, maka bagaimana seorang guru TK merangkul dan memimpin mereka untuk menjadi lebih percaya diri. 

“Tantangan banyak, ada yang datang ke sekolah sambil menangis, dan bagaimana cara kami menenangkan mereka supaya berhenti menangis,” katanya. 

Operator TKK Sta Lusia dan Kober Karya Kasih, Yuliana Soge mengatakan, ia baru menjadi bagian dari lembaga pendidikan tersebut. 

Akan tetapi, Yuliana mengaku bangga karena ia menjadi operator di sekolah yang sudah jauh lebih maju dan berkembang. 

“Umumnya saya melihat sudah sangat berkembang, anak-anak banyak yang aktif, diajar langsung paham, mungkin ada satu dan dua yang butuh pendampingan,” tutupnya. 

spot_img
TERKINI
BACA JUGA