Isu Hoaks Pemilu Naik Hampir 10 Kali Lipat, Pemerintah Siapkan Tiga Langkah Strategis

Jakarta, Ekorantt.com – Pemilu serentak 2024 sudah di depan mata. Sejumlah tahapan telah dimulai sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

Sejalan dengan itu, isu hoaks merebak luas. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.

“Sepanjang 2022 hanya terhadap 10 hoaks Pemilu, namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks Pemilu,” tutur Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam Konferensi Pers Awas Hoaks Pemilu! di Media Center Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Oktober 2023.

Kata Budi Arie, berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu. Sejak Juli 2023 terjadi peningkatan signifikan dari bulan-bulan sebelumnya.

Oleh karena itu, Menteri Budi Arie menegaskan Kementerian Kominfo bersiap merespons penyebaran hoaks terkait Pemilu yang belakangan meningkat penyebarannya.

“Penyebaran hoaks dan disinformasi meski beragam, dapat ditemukan di beragam media sosial. Catatan kami menunjukkan penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform facebook yang Meta kelola. Saat ini kami telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta,” ujarnya.

Menkominfo menyatakan kondisi itu harus menjadi perhatian bersama. Pasalnya, keberadaan hoaks mengenai Pemilu tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi namun berpotensi memecah belah bangsa.

“Sebagai salah satu bentuk information disorder, akibatnya Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya serta menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) antarwarga,” tandasnya.

Menteri Budi Arie juga menyebut beberapa contoh hoaks berkaitan dengan Pemilu yang beredar di platform digital. Seperti Disinformasi Prabowo Gagal Mencalonkan Diri sebagai Presiden Setelah MK Kabulkan Batas Usia, Disinformasi Komisi Pemilihan Umum Menolak Pendaftaran Ganjar Pranowo menjadi Capres karena Ingin Menjegal Anies Baswedan.

“Tidak hanya menyasar para bacapres dan bacawapres. isu hoaks dan disinformasi yang kami temukan turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu untuk menimbulkan distrust terhadap Pemilu kita,” ungkapnya.

Tiga Langkah Strategis

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyiapkan tiga langkah strategis dalam memberantas hoaks mengenai Pemilu 2024.

Budi Arie menyatakan langkah itu mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat, penanganan konten hoaks bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial serta peningkatan patroli siber.

Pertama, Kementerian Kominfo akan lakukan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya hoaks Pemilu dan pentingnya memverifikasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya.

Kedua, Kementerian Kominfo juga melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menangani penyebaran konten hoaks Pemilu.

Ketiga, Kementerian Kominfo meningkatkan upaya patroli siber dan penerimaan aduan masyarakat terkait hoaks Pemilu.
Menkominfo mengakui bahwa langkah dan upaya tersebut tidak dapat serta merta menanggulangi peredaran konten hoaks Pemilu.

Oleh karena itu, Budi Arie mengimbau agar masyarakat jangan sampai terpancing berita sensasional yang berpotensi memicu emosi.

Lebih dari itu, Menkominfo mendorong masyarakat tidak membagikan berita tanpa mengecek kebenaran terlebih dahulu.

“Pastikan bahwa berita tersebut didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya berdasarkan opini subjektif,” tegasnya.

Bahkan, Menteri Budi Arie mengajak masyarakat untuk mencari informasi serupa dari beberapa sumber yang berbeda untuk memastikan kebenarannya.

“Bandingkan berita ketika menemukan berita yang terdengar mencolok atau kontroversial,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semual A. Pangerapan mengingatkan saat ini teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sudah mulai digunakan dalam menciptakan hoaks.

“Kemarin mungkin teman-teman juga sudah melihat bahwa video Presiden tahun 2015 dilakukan editing menggunakan Ai dan seolah-olah Presiden Jokowi mengucapkannya dalam bahasa Mandarin,” tuturnya.

Oleh karena itu, Dirjen Semuel mendorong masyarakat mencari informasi dari sumber  terpercaya khususnya dari media besar. Harapannya agar penyebaran hoaks dapat ditekan.

“Masyarakat mulai hati-hati karena penggunaan ya ini sudah makin canggih. Sepintas itu hampir seperti aslinya, dengan kemajuan teknologi ini para pemain (pembuat dan penyebar hoaks) sudah mulai menggunakan teknologi,” tutupnya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA