Oleh: Suroto*
Hingga sekarang, fungsi Kementerian Koperasi sebagai garda terdepan untuk melindungi koperasi belum berjalan. Padahal tingkat kerusakan koperasi akibat ulah profit seeker atau pengejar keuntungan yang memanfaatkan koperasi, korbannya sudah terlalu banyak dan terus menerus terjadi.
Sebut misalnya kasus delapan koperasi besar seperti Indosurya, Intidana dan lain-lain yang menimpa masyarakat. Kasusnya belum selesai hingga sekarang.
Kasus yang terjadi bahkan merupakan fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan terlalu sedikit jika dibandingkan yang tidak terkuak. Mereka, para profit seeker memanfaatkan kelemahan regulasi serta ketidaktahuan masyarakat untuk melihat mana koperasi yang benar atau yang salah.
Menyeruaknya kasus penipuan berkedok koperasi itu hanya sebagian kerugian masyarakat. Sesungguhnya kerugian yang terjadi, jika dilihat dari modus operandi, para rentenir yang berbaju koperasi jauh lebih banyak di lapangan.
Kondisi tersebut bukan hanya merugikan masyarakat secara materiil, namun secara imateriil masyarakat pun menilai citra koperasi menjadi semakin buruk dari waktu ke waktu. Ini akhirnya juga berdampak pada masalah serius masyarakat menjadi kehilangan kesempatan untuk mengembangkan koperasi sebagai pilihan untuk ciptakan praktik ekonomi yang berkeadilan.
Koperasi Papan Nama dan Abal-abal
Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah koperasi berbadan hukum terbanyak di dunia. Menukil data Kemenkop, diklaim hanya sekitar 127 ribu unit koperasi. Padahal jika ditambah koperasi yang sudah dibekukan namun belum dibubarkan secara resmi sesuai prosedur perundangan sebanyak 60 ribu maka total masih sebanyak 187 ribuan unit koperasi.
Jumlah koperasi yang besar, jika dilihat dari kriteria tidak aktif dan yang aktif berdasarkan ketentuan selenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) saja maka jumlahnya kurang lebih hanya 40 ribu. Ini artinya koperasi papan namanya sebanyak 147 ribu atau 78 persen dari total jumlah koperasi yang ada.
Jumlah koperasi papan nama terjadi karena motivasi pendiriannya adalah terstimulasi program atau proyek pemerintah di masa lalu atau dari program bantuan donor. Setelah program atau proyek selesai dan donor tidak lagi yang membiayai maka aktivitas koperasi itu rontok.
Pendirian koperasi papan nama biasa memiliki niat awal yakni hanya ingin memanfaatkan fasilitas. Dalam praktiknya, fasilitas ini pun kebanyakan dinikmati oleh segelintir elite di koperasi yang menguasai informasi. Anggota yang tadinya hanya difungsikan untuk memenuhi syarat administrasi, tidak tahu menahu tentang koperasi sebenarnya.
Dari jumlah kurang lebih 40 ribuan koperasi yang menyelenggarakan rapat anggota, jika ditelisik lebih jauh lagi saya perkirakan hanya 3 persen atau tidak lebih dari 6 ribu koperasi. Hal ini mengacu pada kriteria koperasi yang benar-benar menjalankan prinsip koperasi sesuai dengan ketentuan perundangan maupun pedoman International Cooperative Identity Statement (ICIS).
Artinya jika dijumlahkan, koperasi papan nama dan koperasi abal-abal mencapai 97 persen dari jumlah total koperasi. Kondisi koperasi sekarang ibarat pohon jati yang ingin kita tanam dan telah terancam mati perlahan tertutup semak belukar.
Tanggung Jawab Kemenkop
Sesuai Undang-undang Perkoperasian, tugas terpenting Kementerian Koperasi adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh berkembang koperasi. Kementerian koperasi mestinya menjadi avant garda atau garda terdepan untuk membela koperasi yang baik agar tidak termakan ditelan oleh perusak citra koperasi. Salah satunya adalah dengan diberikannya kewenangan penuh kepada Kementerian Koperasi untuk membubarkan koperasi yang tidak aktif, papan nama, dan tentu koperasi abal-abal.
Semenjak Kementerian Koperasi didirikan, baru dua kali upaya pembubaran koperasi papan nama dan koperasi abal-abal dilakukan, yaitu tahun 1967 yang dilakukan pembubaran terhadap 40 ribu koperasi dari 48 ribu koperasi yang tercatat tersisa tinggal 8 ribu. Lalu upaya pembekuan yang dilakukan pada tahun 2019 terhadap 68 ribu koperasi dari 212 ribu koperasi di masa kepemimpinan Menteri Anak Agung Gede Puspayoga.
Hanya sayangnya tidak diteruskan atau ditindaklanjuti oleh kepemimpinan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Dilakukan pembiaran terus menerus.
Perintah pembubaran koperasi oleh pemerintah diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 sudah sangat jelas, dan bahkan sudah diatur secara khusus dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembubaran koperasi oleh pemerintah. Bahkan Kementerian Koperasi sendiri sudah memiliki petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Menteri (Permenkop). Namun semua itu hanya menguap menjadi macan kertas, tidak berjalan dan diabaikan.
Tugas utama pemerintah dalam upaya pengembangan koperasi sesungguhnya sangat mudah, secara teori karena koperasi itu adalah merupakan jenis self-regulated organization yang mesti jadi inisiatif masyarakat sendiri dan mengatur dirinya dengan turunkan nilai-nilai dan prinsip operasional yang mereka jalankan sebagai pedoman tata kelola organisasi. Pemerintah sesungguhnya hanya cukup menjalankan tiga hal utama: berikan rekognisi, distingsi, dan proteksi.
Rekognisi atau pengakuan yang dimaksud adalah memberikan pengakuan terhadap praktik terbaik dari prinsip koperasi yang berlaku secara internasional di lapangan. Memberikan ketegasan perbedaan antara koperasi dan organisasi atau bisnis non koperasi supaya masyarakat mampu membuat pilihan yang sesuai dengan keinginannya.
Memberikan distingsi artinya memberikan perlakuan yang berbeda terhadap koperasi dan lembaga yang bukan koperasi. Sebut saja misalnya soal perpajakan yang harus dibedakan dengan badan usaha lain. Seperti di Singapura misalnya, negara tetangga kita membebaskan koperasi dari pajak (tax free).
Sebabnya karena koperasi, sebagai organisasi yang motif, cara, dan tujuannya adalah menciptakan redistribusi pendapatan dan kekayaan atau mencapai ekonomi berkeadilan secara inheren di dalam sistemnya itu sudah menjalankan fungsi pajak. Sehingga pembebasan pajak itu menjadi hak moralnya koperasi.
Sedangkan maksud dari proteksi adalah bahwa nilai-nilai dan prinsip koperasi itu harus dilindungi. Pemerintah punya tugas sebagai avant garda atau yang terdepan untuk melindungi dari upaya perusakan nilai-nilai dan prinsip koperasi yang bisa menjadi penyebab rusaknya citra koperasi.
Salah satu bentuknya adalah memberikan sanksi berat bagi mereka yang memanfaatkan nama koperasi namun tidak menjalankan prinsip koperasi serta membubarkan koperasi papan nama.
Tahun 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkannya sebagai Tahun Koperasi Internasional (IYC) melalui resolusi nomor A/RES/78/289. Ini adalah momentum penting untuk pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia mempromosikan koperasi.
Saat ini adalah saat yang tepat bagi Kementerian Koperasi untuk membubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal-abal yang telah merusak koperasi. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat segera dapat mengetahui mana koperasi yang benar dan salah. Agar masyarakat luas tidak lagi terus menerus menjadi korban serta bergairah untuk berkoperasi secara benar.
*Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)