Masyarakat Adat Poco Leok Tolak Pertemuan dengan KfW Bank, Hentikan Pendanaan Proyek Geotermal

0

Ruteng, Ekorantt.com — Warga dari 10 gendang (komunitas adat) di wilayah Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, secara tegas meminta agar KfW Bank asal Jerman menghentikan pendanaan untuk proyek panas bumi (geotermal) yang akan dikembangkan di daerah mereka.

Permintaan ini disampaikan melalui surat yang dikirim ke Pimpinan Kreditansalt fur Widederaufbau Bank (KfW Bank) Jerman pada 18 Mei 2025.

Dalam surat ini, warga menyoroti kekhawatiran mereka terkait dampak proyek terhadap lingkungan, tanah ulayat, dan kehidupan sosial budaya masyarakat adat setempat.

“Kami, warga adat dari sepuluh (10) Gendang Adat Poco Leok (Mucu, Mocok, Mori, Nderu, Ncamar, Cako, Rebak, Tere, Jong dan Lungar) di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, menyampaikan kembali sikap penolakan kami terhadap pendanaan oleh KfW Bank untuk proyek pengembangan PLTP Ulumbu 5-6 yang rencananya akan dibangun di wilayah adat Poco Leok, ruang hidup kami,” demikian cuplikan isi surat tersebut.

Mereka juga telah menyampaikan penolakan secara langsung kepada KfW Bank, baik melalui surat maupun saat kunjungan tim konsultan independen bank tersebut ke Poco Leok pada 3 September 2024.

Tim tersebut terdiri dari dua antropolog, Nestor Castro (University of the Philippines) dan Andi Prasetyo (Universitas Diponegoro), dengan Indra Susanto (Universitas Katolik St. Paulus Ruteng) sebagai penerjemah.

“Dalam pertemuan itu, kami menyampaikan dengan jujur dan lantang bahwa proyek ini tidak kami inginkan,” tegas perwakilan warga.

Mereka menolak proyek karena dinilai mengancam ruang hidup, tanah adat, keselamatan ekologis, dan masa depan generasi penerus.

Warga mempertanyakan tujuan pertemuan yang kembali diadakan setelah sembilan bulan tanpa kejelasan. Mereka menilai pendekatan KfW cenderung manipulatif dan hanya bertujuan memenuhi syarat administratif demi melanggengkan pendanaan.

“Jika itu benar, maka hal tersebut adalah bentuk penipuan dan penghinaan terhadap martabat kami sebagai manusia, khususnya sebagai masyarakat adat,” tulis mereka.

Mereka juga mengungkapkan bahwa selama proses proyek berlangsung, berbagai bentuk kekerasan terus terjadi terhadap warga, termasuk intimidasi, kriminalisasi, pelecehan, hingga pelaporan ke kepolisian, hanya karena mempertahankan tanah dan hak adat mereka.

“Situasi ini tidak terlepas dari proyek yang kalian danai. Jika KfW Bank tidak ingin tercatat sebagai bagian dari kejahatan kemanusiaan ini, hentikan segera seluruh rencana pendanaan kalian untuk Geotermal Poco Leok,” tegas warga.

Sebagai penutup, masyarakat Poco Leok menegaskan bahwa tanah adat mereka bukanlah zona investasi, melainkan wilayah sakral tempat mereka hidup, beranak-pinak, berdoa, dan berhubungan dengan leluhur serta alam.

“Kami tidak akan menyerahkan tanah ini untuk proyek yang kami tolak. Hentikan pendanaan. Hentikan keterlibatan kalian dalam kekerasan. Hentikan proyek Geothermal di tanah adat Poco Leok.”

Tidak Bisa Hanya melalui Bupati

Terpisah, Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai menegaskan, persetujuan masyarakat dalam proyek investasi, termasuk geotermal, tidak bisa hanya melalui kepala daerah seperti bupati.

Hal itu disampaikan dalam kuliah umum bertajuk “Pembangunan HAM di Indonesia” yang digelar Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng di Lapangan Missio, Rabu, 21 Mei 2025.

Acara yang dihadiri ribuan peserta, termasuk mahasiswa, dosen, dan civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng itu menjadi forum penting untuk membahas isu-isu aktual terkait hak asasi manusia, termasuk konflik yang muncul dari rencana pembangunan proyek geotermal di Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Dalam sesi tanya jawab, Ayentonia Indra Kurnia, mahasiswi Prodi D3 Kebidanan, menanyakan langkah konkret Kementerian HAM RI dalam melindungi kelompok rentan, khususnya terkait polemik proyek geotermal yang saat ini masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Natalius Pigai menjelaskan, kementeriannya telah menetapkan delapan kriteria utama yang harus dipenuhi dalam setiap proses investasi, khususnya di daerah. Tiga di antaranya adalah right to know (hak untuk tahu), clean and clear (kejelasan status lahan), dan pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan investasi.

Right to know atau partisipasi, diberitahu, panggil orangnya, panggil masyarakatnya, datangi mereka bahwa saya akan mau investasi di tempat ini,” jelas Pigai.

Ia menambahkan, persetujuan masyarakat tidak bisa digantikan dengan persetujuan pejabat, seperti camat atau bupati.

“Kalau dia tidak terbuka, dia hanya datang ketemu camat, bupati lalu persetujuan Bupati, itu dianggap atau ditempatkan sebagai persetujuan warga nggak bisa. Itu menentang apa yang namanya partisipasi atau right to know,” tegas Pigai.

Selain itu, Pigai menekankan pentingnya prinsip clean and clear dalam kepastian hukum atas lahan yang akan digunakan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada konflik agraria atau sengketa lahan yang dapat merugikan masyarakat.

“Jadi dipastikan clean and clear terhadap lahan,” tegas Pigai.

Ia mengingatkan agar masyarakat sekitar dilibatkan dalam pengelolaan investasi, baik dalam bentuk usaha mikro, pemberdayaan ekonomi lokal, maupun kesempatan kerja, mulai dari level buruh hingga manajemen.

“Kita ingin agar masyarakat lokal juga mendapat manfaat langsung dari keberadaan investasi itu,” pungkasnya.

Soal Geotermal, Menteri HAM RI: Persetujuan Warga Tak Bisa Digantikan Bupati

0

Ruteng, Ekorantt.com Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai menegaskan, persetujuan masyarakat dalam proyek investasi, termasuk geotermal, tidak bisa hanya melalui kepala daerah seperti bupati.

Hal itu disampaikan dalam kuliah umum bertajuk “Pembangunan HAM di Indonesia” yang digelar Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng di Lapangan Missio, Rabu, 21 Mei 2025.

Acara yang dihadiri ribuan peserta, termasuk mahasiswa, dosen, dan civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng itu menjadi forum penting untuk membahas isu-isu aktual terkait hak asasi manusia, termasuk konflik yang muncul dari rencana pembangunan proyek geotermal di Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Dalam sesi tanya jawab, Ayentonia Indra Kurnia, mahasiswi Prodi D3 Kebidanan, menanyakan langkah konkret Kementerian HAM RI dalam melindungi kelompok rentan, khususnya terkait polemik proyek geotermal yang masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Natalius Pigai menjelaskan, kementeriannya telah menetapkan delapan kriteria utama yang harus dipenuhi dalam setiap proses investasi, khususnya di daerah. Tiga di antaranya adalah right to know (hak untuk tahu), clean and clear (kejelasan status lahan), dan pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan investasi.

Ayentonia Indra Kurnia, mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng melempar pertanyaan kepada Menteri HAM, Natalius Pigai saat kuliah umum pada Rabu, 21 Mei 2025 (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

“Right to know atau partisipasi, diberitahu, panggil orangnya, panggil masyarakatnya, datangi mereka bahwa saya akan mau investasi di tempat ini,” jelas Pigai.

Ia menambahkan, persetujuan masyarakat tidak bisa digantikan dengan persetujuan pejabat, seperti camat atau bupati.

“Kalau dia tidak terbuka, dia hanya datang ketemu camat, bupati lalu persetujuan bupati, itu dianggap atau ditempatkan sebagai persetujuan warga nggak bisa. Itu menentang apa yang namanya partisipasi atau right to know,” tegas Pigai.

Selain itu, Pigai menekankan pentingnya prinsip clean and clear dalam kepastian hukum atas lahan yang akan digunakan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada konflik agraria atau sengketa lahan yang dapat merugikan masyarakat.

“Jadi dipastikan clean and clear terhadap lahan,” tegas Pigai.

Ia mengingatkan agar masyarakat sekitar dilibatkan dalam pengelolaan investasi, baik dalam bentuk usaha mikro, pemberdayaan ekonomi lokal, maupun kesempatan kerja, mulai dari level buruh hingga manajemen.

“Kita ingin agar masyarakat lokal juga mendapat manfaat langsung dari keberadaan investasi itu,” pungkasnya.

Lapor ke Kejaksaan Agung

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT secara resmi melaporkan dugaan praktik korupsi dalam proyek pengembangan energi panas bumi (geotermal) Poco Leok di Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Sabtu, 8 Maret 2025 lalu, Staf Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga, mengungkapkan bahwa pihaknya mencurigai adanya penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintahan yang terlibat dalam proyek tersebut.

“Geotermal Poco Leok di Kabupaten Manggarai diduga kuat sarat dengan tindakan korupsi oleh oknum pemerintahan,” ujarnya.

Walhi menilai proyek ini dipaksakan oleh PT PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.

Proyek geotermal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara yang besar, merusak kawasan hutan dan lahan pertanian milik warga, serta mengancam kelestarian ekosistem di sekitar lokasi.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah Poco Leok merupakan bagian dari program pemerintah pasca-penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017.

Proyek ini dilaksanakan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara dan didanai oleh Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW), bank pembangunan asal Jerman, dengan total anggaran sebesar 150 juta euro. Target produksi energi dari proyek ini mencapai 2×20 megawatt (MW).

Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 juga didukung melalui Surat Keputusan Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022. Sebelumnya, PLTP Ulumbu yang berlokasi sekitar tiga kilometer dari Poco Leok telah beroperasi sejak 2012 dengan kapasitas 10 MW.

Bicara HAM di Unika St. Paulus Ruteng, Natalius Pigai Serukan Hukum Mesti Lindungi Hak Warga Negara

0

Ruteng, Ekorantt.com Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng menghadirkan Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, sebagai pembicara utama dalam kuliah umum bertema “Pembangunan HAM di Indonesia” yang digelar di lapangan sepak bola kampus pada Rabu, 21 Mei 2025.

Kegiatan ini dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng, yang terletak di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Rektor Unika Santu Paulus Ruteng, Pastor Agustinus Manfred Habur dalam sambutannya menekankan bahwa kehadiran Menteri HAM merupakan bagian dari komitmen universitas dalam membentuk generasi muda yang berdaya guna, berdaya saing, serta memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

“Bagi kami, transformasi bukan hanya sebatas perubahan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga perubahan nilai, karakter, dan tanggung jawab sosial,” ujar Pastor Manfred.

Ia menjelaskan, pendidikan di Unika Santu Paulus Ruteng tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter mahasiswa sebagai agen perubahan.

Menurutnya, dalam konteks hak asasi manusia, mahasiswa perlu dibentuk menjadi pribadi yang kritis terhadap ketidakadilan serta berani memperjuangkan hak-hak dasar manusia.

“Dalam konteks HAM, sikap transformatif berarti mendidik generasi muda untuk menjadi teladan dalam melindungi martabat setiap orang tanpa pandang bulu,” tambahnya.

Pastor Manfred menekankan pentingnya nilai kolaborasi dalam menciptakan komunitas akademik yang inklusif dan menghargai keberagaman.

Ia menyebut kolaborasi sebagai langkah awal menghapus diskriminasi dan prasangka dalam lingkungan kampus, serta memperkokoh persatuan di masyarakat.

“Kami percaya bahwa perlindungan HAM tidak dapat tercapai sendirian. Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan mahasiswa sebagai generasi penerus,” tegasnya.

Sebagai institusi yang berlandaskan nilai-nilai Katolik, Unika Santu Paulus Ruteng juga menempatkan karakter sebagai fondasi utama dalam pendidikan.

“Karakter yang kuat akan melahirkan insan yang tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas dan kepedulian terhadap sesama,” jelas Pastor Manfred.

Ia meyakini bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun HAM di Indonesia. Oleh karena itu, Unika Santu Paulus Ruteng terus berupaya menjadi ruang pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan empati sosial.

“Kami ingin setiap lulusan dari Unika menjadi pribadi yang profesional sekaligus bertanggung jawab sebagai warga negara, yang mampu membawa perubahan positif dalam masyarakat,” pungkasnya.

Hukum dan HAM Jadi Fondasi

Dalam pemaparannya, Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai, menggarisbawahi urgensi menjadikan hukum dan HAM sebagai fondasi keadilan dalam kehidupan berbangsa.

Baginya, kehadiran hukum tak cukup hanya sebagai aturan, tetapi harus menjadi sarana untuk melindungi martabat dan hak setiap warga negara.

Pigai menekankan bahwa hukum dan HAM tak boleh dipisahkan dari tujuan utama: menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Ia juga menguraikan bahwa pemahaman kita terhadap hak asasi manusia telah berkembang seiring waktu.

Generasi pertama HAM, katanya, menitikberatkan pada hak-hak sipil dan politik. Lalu datang generasi kedua yang memperluas cakupan ke hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kini, generasi ketiga memperjuangkan hak atas lingkungan yang sehat dan praktik bisnis yang beretika.

Lebih jauh, Pigai menyoroti pentingnya membangun pemahaman HAM yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa—demokrasi, keadilan, dan cinta kasih, tak hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada alam dan Sang Pencipta.

Sebagai penutup, ia mengaitkan pandangannya dengan filosofi lokal Tri Hita Karana, warisan budaya masyarakat Manggarai, yang menekankan harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan sebagai landasan kehidupan yang bermakna.

“Kita harus go global dengan mindset yang memprioritaskan HAM dan keadilan,” ujarnya.

Pigai juga mengkritik maraknya praktik korupsi dan ketidakadilan di tubuh birokrasi Indonesia.

Ia menegaskan, integritas dan moralitas adalah syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin memegang jabatan publik.

“Negara ini membutuhkan orang-orang yang kompeten, tidak hanya dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam moral dan mental,” tambahnya.

Kuliah umum ini menjadi bagian penting dari rangkaian perayaan Dies Natalis ke-66 Unika St. Paulus Ruteng yang tahun ini berfokus pada penguatan nilai-nilai HAM di lingkungan pendidikan tinggi.

Pigai berharap, melalui pendidikan, generasi muda kampus dapat menjadi agen perubahan yang mampu memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia di tanah air.

Ketua TP PKK Kota Kupang Imbau Orang Tua Beri Anak Makanan Bergizi

Kupang, Ekorantt.com – Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Kupang, dr. Widya Cahya, mengimbau para orang tua untuk memberikan asupan bergizi seimbang kepada anak-anak sebagai bagian dari upaya membentuk generasi yang sehat dan cerdas.

Imbauan tersebut disampaikan dr. Widya saat mengunjungi Posyandu Menur 4 di Kelurahan Merdeka, Kecamatan Kota Lama, pada Rabu, 21 Mei 2025.

Kunjungan ini dilakukan dalam rangka pemantauan dan evaluasi kegiatan posyandu, sekaligus pembinaan kepada para kader dan pemberian bantuan guna meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan masyarakat.

Widya memperkenalkan jenis-jenis makanan sehat kepada para orang tua melalui media visual.

Ia mengajak anak-anak mengikuti kegiatan edukatif seperti membaca cerita pendek dan mendongeng dengan media bergambar. Kegiatan itu diselingi dengan pemberian susu dan biskuit sebagai bagian dari edukasi gizi.

“Peran keluarga, terutama ibu, sangat penting dalam menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi anak-anak,” ujar dr. Widya dalam sambutannya.

Ia turut mengapresiasi para kader posyandu yang dinilainya telah menjalankan tugas dengan baik.

Menurutnya, posyandu merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat dasar—mulai dari pemantauan tumbuh kembang anak, pendampingan keluarga balita dan lansia, hingga edukasi gizi dan kesehatan.

“Posyandu harus terus aktif memberikan layanan dan menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya ibu dan anak,” kata dr. Widya.

Ia menegaskan, TP PKK sebagai mitra pemerintah akan terus mendampingi serta mendorong kerja kolaboratif demi pelayanan yang lebih baik.

Ia berharap kunjungan tersebut dapat memperkuat fungsi posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar, pencegahan stunting, serta media pembelajaran masyarakat dalam membentuk keluarga sehat dan sejahtera.

Dinilai Mandek, Asti Laka Lena Minta Kasus Eks Kapolres Ngada Diproses Transparan

0

Jakarta, Ekorantt.com – Penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Selasa, 20 Mei 2025, istri Gubernur Nusa Tenggara Timur, Asti Laka Lena, mengungkapkan kekecewaannya atas proses hukum yang dianggap mandek.

Ditemani oleh pendamping hukum korban, Asti menyoroti lambannya penanganan perkara yang menurutnya terus berputar di lingkaran birokrasi.

Ia mengatakan, hingga kini, berkas perkara terus bolak-balik antara Penyidik Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT tanpa kejelasan akhir.

“Korban dan keluarganya, juga masyarakat NTT, menunggu kepastian hukum. Namun yang terjadi justru tarik-menarik administratif antara lembaga penegak hukum,” kata Asti dalam forum yang juga dihadiri perwakilan aparat penegak hukum dan organisasi masyarakat sipil.

Asti menilai penundaan proses hukum memperpanjang penderitaan korban dan mencerminkan lemahnya sistem perlindungan terhadap penyintas kekerasan seksual, khususnya di daerah.

Lebih jauh, Asti menggarisbawahi pentingnya perhatian serius terhadap tren kekerasan seksual di wilayah NTT.

Ia mengutip data dari Kepala Kantor Wilayah Pemasyarakatan NTT yang menyebut bahwa sekitar 75 persen narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di provinsi tersebut adalah pelaku kekerasan seksual.

“Angka ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bukan kasus insidental, tapi sudah menjadi persoalan struktural. Maka ketika ada kasus seperti ini, kami merasa wajib untuk mengawal hingga tuntas,” ujarnya.

Asti menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh diperlakukan sebagai perkara biasa.

Ia meminta DPR RI untuk memastikan proses penegakan hukum berjalan adil, transparan, dan bebas dari intervensi.

Senada, Koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT-Jakarta, Sere Aba, secara tegas meminta DPR RI memastikan Kejaksaan Agung dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan pemenuhan hak-hak korban, terutama terkait hak atas pemulihan dan restitusi.

“DPR RI tidak hanya bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan, tapi juga memastikan hak-hak korban dipenuhi oleh lembaga terkait,” ujar Sere.

Lebih lanjut, ia juga mendesak Mahkamah Agung—mitra kerja Komisi III DPR RI—untuk turut terlibat dengan merekomendasikan komposisi majelis hakim yang memiliki perspektif korban dan sensitif terhadap isu gender dalam penanganan kasus ini.

RDPU ini turut dihadiri berbagai elemen masyarakat sipil, di antaranya Rohaniawan Romo Leo Mali yang dikenal aktif mengadvokasi isu kemanusiaan di NTT, Ansi Rihi Dara selaku Direktur LBH Apik NTT, serta sejumlah perwakilan organisasi perempuan dan anak lainnya.

Pendamping hukum korban, Veronika Ata, menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

Ia menyebut permintaan RDPU ini lahir karena pihaknya menilai proses hukum berjalan sangat lambat dan kurang transparan.

“Sebagai pendamping hukum, kami akan terus mengawal sampai ada putusan yang adil bagi korban,” ujar Veronika.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Tori Ata, juga menyampaikan desakannya agar seluruh hak korban diberikan sesuai dengan payung hukum yang berlaku.

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sementara itu, Libby Sinlaeloe, yang selama ini aktif mendampingi korban dan keluarganya, menekankan pentingnya pemulihan psikososial bagi korban.

Ia mengapresiasi layanan pemulihan yang telah diberikan oleh Pemprov NTT dan LPSK, namun menegaskan bahwa pemulihan harus terus menjadi prioritas.

“Pemulihan itu kunci. Korban yang pulih akan lebih siap menghadapi proses hukum yang berat,” ujarnya.

Gaji Tak Dibayar, Petugas Kebersihan Segel Kantor Dinas Lingkungan Hidup Ende

0

Ende, Ekorantt.com – Rustan Abdulah, petugas kebersihan di Kabupaten Ende, Provinsi NTT menyegel kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat pada Rabu, 21 Mei 2025 pagi.

Rustan menyegel pintu masuk gerbang kantor dengan kayu serta ranting bunga.

Ia melakukan aksi penyegelan lantaran kesal belum menerima gaji sejak Januari 2025. Ia melakukan itu semata-mata atas inisiatif pribadi di tengah tuntutan hidup yang berat.

“Saya hanya mau minta hak saya sudah lima bulan belum terima gaji. Makanya saya emosi,” ujar Rustan.

Agar bisa menghidupkan keluarganya, ayah satu anak itu terpaksa bekerja sebagai buruh kasar.

“Selamat ini sepulang angkut sampah di kota, saya pergi buruh muat pasir di Tanjung hingga malam hari,” ungkapnya.

Meskipun begitu, penghasilan yang didapat dari pekerjaan buruh kasar tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sebab ia hanya mendapatkan Rp20 ribu per hari.

“Saya punya anak punya pampers saja saya tidak bisa beli,” tuturnya sambil meneteskan air mata.

Sebagai petugas kebersihan, kata Rustan, besaran gaji yang harus ia terima sebesar Rp1.350.000 dalam bulan.


“Saya berharap agar pemerintah bisa membayar secepatnya karena di rumah itu saya tinggal bersama istri dan anak saya serta orang tua saya,” terangnya.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Ende, Meilani Safira Indradewa pada Rabu, 21 Mei 2025, mengakui bahwa dinas belum membayarkan gaji para petugas kebersihan.

Ia menyebutkan sebanyak 70 petugas kebersihan belum menerima gaji selama empat hingga lima bulan.

Meilani beralasan pihak dinas  berhati-hati melakukan penyesuaian dengan regulasi terkait proses pengadaan barang dan jasa. Pihak dinas juga sedang mempersiapkan surat perintah kerja dan honor petugas lapangan.

Meilani mengklaim keterlambatan pembayaran honor sudah disampaikan kepada petugas kebersihan.

“Hal ini sebelumnya kita sudah sampaikan secara informal kepada beberapa petugas terkait keterlambatan,” ujarnya.

“Mungkin secepatnya dibayar. Teman-teman bisa melihat dokumen yang ada di meja kami, masih tunggu pimpinan yang saat ini masih tugas luar,” ungkapnya.

Meilani menambahkan, dari 70 orang tenaga kebersihan, 35 orang di antaranya sudah lolos Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024, termasuk Rustan. Saat ini masih menunggu penerbitan surat keputusan.

“Kurang lebih 70 orang petugas kebersihan di DLH dan 50 persennya dinyatakan lulus. Namun belum diterbitkan SK, saat ini masih menunggu,” kata dia.

Kejari Ngada Minta Sekolah Tanamkan Kejujuran Sejak Dini

0

Bajawa, Ekorantt.com – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada, Janu Arsianto meminta sekolah untuk menanamkan pendidikan karakter, terutama kejujuran, sejak dini kepada peserta didik.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembina acara apel pada kegiatan Jaksa Masuk Sekolah (JMS) yang dilaksanakan di SMAN I Bajawa pada Senin, 19 Mei 2025.

“Menanamkan pendidikan karakter sejak dini pada siswa menjadi bekal dalam mewujudkan generasi bangsa yang unggul,” ujarnya.

Demi mewujudkan anak bangsa yang berkarakter dan memiliki integritas yang baik, kata Janu, butuh pendidikan karakter yang matang dan terukur.

Untuk itu, ia menekankan sembilan poin penting dalam mewujudkan siswa yang berkarakter yakni kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, mandiri, sederhana, berani, peduli, dan adil.

“Kejujuran menjadi yang paling utama karena ini menyangkut kepercayaan dan kredibilitas,” kata Janu.

Ia bilang bahwa saat ini, nilai karakter terus memudar di tengah masyarakat. Salah satu contoh adalah perilaku korupsi yang kian merajalela.

“Korupsi menjadi contoh nyata ketika nilai karakter tidak lagi menjadi pegangan hidup. Padahal korupsi merupakan musuh terbesar bangsa Indonesia,” ujar dia.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Ngada, Jojon Lumban Gaol menjelaskan bahwa kegiatan Jaksa Masuk Sekolah bertujuan untuk memberikan edukasi hukum yang relevan kepada para siswa, mulai dari bahaya kenakalan remaja, narkoba hingga anti korupsi.

Ia mengatakan edukasi hukum itu menyasar siswa-siswi yang ada di wilayah hukum Kejari Ngada yakni Kabupaten Ngada dan Nagekeo.

“Terkait dengan tema tentang kenakalan remaja kita memberikan pemahaman kepada pelajar, sampai kapan seorang anak disebut remaja. Pelajar harus tahu batasan-batasan seseorang disebut remaja berdasarkan hukum,” jelasnya.

Jojon berharap kasus kenakalan remaja menjadi perhatian serius semua pihak termasuk sekolah, mengingat kasusnya meningkatkan beberapa waktu belakangan.

Belum Teraliri Listrik, Anak-anak di Dusun Ogolidi, Sikka Terpaksa Belajar Pakai Pelita

0

Maumere, Ekorantt.com – Anak-anak di Dusun Ogolidi, Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih harus belajar di bawah cahaya pelita karena desa mereka belum tersambung jaringan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Salah satu siswa SMP asal Dusun Ogolidi, Ignasius Delvanus Renol, mengaku kesulitan belajar di malam hari karena keterbatasan penerangan.

Ia mengatakan, penerangan pelita tidak sebanding dengan lampu listrik dan berdampak pada kesehatan.

“Kalau belajar malam pakai lampu pelita, mata terasa sakit bahkan perih. Hidung juga terasa sesak karena asap pelita,” kata Ignasius saat ditemui Ekora NTT, Selasa, 20 Mei 2025.

Ia menambahkan, saat menggunakan pelita, dirinya harus membungkuk agar bisa mendapatkan penerangan yang cukup untuk membaca.

“Kami tidak bisa membaca dengan jelas karena cahayanya tidak terang,” ujarnya.

Siswa SMP asal Dusun Ogolidi, Desa Kringa, Ignasius Delvanus Renol (Foto: HO)

Ignasius juga mengungkapkan kesulitan mengerjakan tugas sekolah yang membutuhkan akses ke perangkat digital. Untuk mengisi daya telepon genggam, warga harus berjalan sejauh tiga kilometer ke kampung sebelah.

Kondisi ini juga dikeluhkan oleh warga setempat. Laurensius Rensus, warga Dusun Ogolidi, berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini.

“Bagaimana anak-anak kami mau pintar kalau belajar malam masih pakai pelita? Kalau kondisi seperti ini terus, anak bisa terserang penyakit sesak napas karena asap pelita,” ujar Rensus.

Ia mengatakan kampung tersebut memang belum pernah menikmati listrik. Akibatnya, aktivitas warga terbatas, terutama saat malam hari.

“Kami tidak bisa menikmati informasi atau hiburan dari televisi karena listrik tidak ada. Malam hari juga tidak bisa beraktivitas karena gelap,” ucapnya.

“Kami juga ingin merdeka seperti kampung lain yang sudah menikmati listrik,” tambah dia.

Camat Talibura, Lazerus Gunter, mengakui bahwa sejumlah desa di wilayahnya belum mendapatkan akses listrik. Dari 20 desa di Kecamatan Talibura, beberapa di antaranya, termasuk Dusun Ogolidi, masih belum teraliri listrik.

“Pemerintah desa sudah mengajukan proposal ke pemerintah kabupaten dan PLN. Bahkan warga siap membantu proses pemasangan listrik di desanya,” kata Lazerus.

Ia menambahkan, pihak kecamatan terus berupaya memperjuangkan agar desa-desa yang belum teraliri listrik segera mendapatkan akses energi.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan PLN untuk memperluas jaringan listrik ke desa-desa yang masih gelap,” ujarnya.

Julie Laiskodat Sosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan di Sikka

0

Maumere, Ekorantt.com – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Julie Soetrisno Laiskodat, menggelar kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di Aula SDK 010 Paga, Desa Paga, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 20 Mei 2025.

Acara tersebut dihadiri ratusan peserta, termasuk perwakilan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai NasDem Kecamatan Paga, komunitas Generasi Biru (Genbi), Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Maulo’o, serta sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh perempuan setempat.

Sosialisasi menghadirkan dua narasumber, yakni Micael Jasviranto, Dosen Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, serta Vony Franchis.

Dalam pemaparannya, Micael menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap empat pilar kebangsaan sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Empat pilar merupakan tiang penyangga agar masyarakat merasa aman dan nyaman dalam kehidupan bernegara,” kata Micael.

Ia menjelaskan, empat pilar tersebut—Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika—adalah nilai-nilai luhur yang wajib dipahami setiap warga negara.

“Bila tiangnya rapuh, maka bangunan kebangsaan akan mudah runtuh,” ujar Micael.

Menurut dia, pemahaman terhadap empat pilar tidak hanya bersifat konseptual, tetapi harus menjadi pegangan moral dalam kehidupan sehari-hari.

“Warga negara harus yakin bahwa nilai-nilai ini adalah prinsip untuk membentuk bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur,” katanya.

PKK Ngada Sosialisasikan Pencegahan Kanker Serviks dan Influenza

0

Bajawa, Ekorantt.com – Ratusan perempuan memadati Auditorium MBC pada Selasa, 20 Mei 2025. Mereka datang untuk mengikuti sosialisasi pencegahan kanker leher rahim (serviks), kanker payudara, dan influenza, yang digelar oleh Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Ngada, bekerja sama dengan Biofarma dan Metro Medika.

Ketua PKK Kabupaten Ngada, Blandina Mamo, menyebutkan kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menekan angka kematian akibat kanker, terutama di kalangan perempuan.

“Pada momen penting ini, kita akan berdiskusi dan para perempuan akan mendapatkan informasi cara mencegah kanker leher rahim dan payudara,” ujar Blandina dalam sambutannya.

Menurutnya, kasus kanker serviks dan payudara mengalami tren peningkatan, dan banyak dialami oleh perempuan di wilayah Ngada.

PKK, kata Blandina, melihat pentingnya peran edukasi dalam mendorong keluarga, khususnya perempuan, untuk lebih peduli terhadap kesehatan diri.

Selain kanker, perhatian juga diberikan pada influenza. Meskipun kerap dianggap sebagai penyakit musiman, influenza bisa berdampak fatal, terutama pada anak-anak dan individu dengan penyakit penyerta.

“Penyakit ini menyerang anak-anak dan individu dengan penyakit penyerta,” katanya.

Sosialisasi ini tak hanya dihadiri oleh para ibu rumah tangga, tetapi juga tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan. Di sela kegiatan, peserta mendapatkan edukasi mengenai vaksinasi Human Papillomavirus (HPV), salah satu langkah pencegahan utama terhadap kanker serviks.

Chatarina Setiawati Sigit, Owner PT CML Metro Medika, menyampaikan apresiasinya atas antusiasme masyarakat Ngada.

Ia menilai sosialisasi semacam ini penting, terutama mengingat peran strategis perempuan sebagai ibu dan istri dalam menjaga kesehatan keluarga.

“Kegiatan ini penting bagi siapa saja, khususnya perempuan,” ujarnya.

Dukungan juga datang dari Bupati Ngada, Raymundus Bena. Ia menyebut kanker serviks dan payudara sebagai dua penyumbang utama angka kematian di wilayahnya.

Mengutip data Kementerian Kesehatan, Raymundus mengatakan bahwa secara nasional terdapat lebih dari 36 ribu kasus kanker serviks pada 2022, dengan lebih dari 21 ribu di antaranya meninggal dunia.

“Ngada menempati urutan kelima tertinggi. Ini menjadi peringatan keras bagi kita semua,” tegasnya.

Ia pun berkomitmen mengalokasikan sebagian anggaran daerah untuk pengadaan vaksin HPV yang akan didistribusikan ke puskesmas-puskesmas di seluruh wilayah kabupaten.

Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga termotivasi untuk mengadopsi pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini terhadap penyakit mematikan yang bisa dicegah ini.