Kopdit Pintu Air Cabang Waingapu akan Bentuk Dua Unit Jadi KCP

Waingapu, Ekorantt.com –  Ketua Komite Cabang Waingapu,  Deby Rambu Dulu Mosa Gawi, menargetkan tahun 2023 Cabang Waingapu akan membentuk dua unit KCP baru. KCP dimaksud adalah KCP Malolo dan KCP Kota.

Demikian disampaikan Deby Rambu Dulu melalui sambungan telepon pada Sabtu 18 Februari 2023.

Menurut Deby, Cabang Waungapu telah melahirkan dua anak cabang yaitu Cabang Weetabula, Cabang Lewa, dan KCP Malolo. Ini merupakan bukti kalau perkembangan KSP Kopdit Pintu Air di tanah Sumba sangat menjanjikan.

Deby menyampaikan bahwa kerja sama tim sangat penting. Menurutnya, sukses yang diraih cabang adalah buah manis dari kerja KCP, unit, dan kelompok.

“Kami sadar bila sukses yang kami capai itu tidak terlepas dari kerja keras mereka. Sehingga mereka kami undang untuk hadir pada acara ini,” tutur Deby sembari menambahkan kegiatan ini juga untuk memupuk semengat kerbersamaan dan mempererat kekompakan tim.

Menjawab pertanyaan terkait capaian target berdasarkan rencana strategis yang telah ditetapkan dari Kantor Pusat dalam merekrut anggota baru, Deby mengakui timnya optimis akan mencapai target,

Sebagai contoh, di bulan Januari 2023, Cabang Waingapu masuk dalam kelompok sepuluh besar karena berhasil merekrut anggota sebanyak 82 orang meski tidak mencapai target 92 orang.

Sementara itu terkait upaya untuk memerangi rentenir, dengan memberikan pinjaman kepada anggota baru maksimal Rp5 juta, Deby mengakui kebijakan itu sudah mulai disosialisasikan, namun belum ada yang terjaring.

Sebagai kilas balik, hadirnya KSP Kopdit Pintu Air di bumi Umbu dan Rambu itu bermula sosialisasi yang terjadi pada Desember 2014.

Waktu itu sosialisasi dibawakan oleh Sekretasris 1 dari kantor pusat, Marthon Juang. Dan melalui pertemuan itu, Deby langsung dipercayakan menjadi ketuanya. Kerja keras Deby dan beberapa rekannya pun berbuah hasil karena setelah 10 bulan langsung diresmikan menjadi cabang.

Menuju Pro-Eksistensi dalam Keberagaman

0

Oleh: Donatus Doni Koli, S. Fil*

Dunia internasional hari-hari ini boleh dibilang sedang tidak baik-baik saja. Baru-baru ini, Festival Imlek di Monterey Park, California, Amerika Serikat pada Sabtu, 21 Januari diwarnai aksi penembakan brutal. Terdapat 10 orang yang dilaporkan tewas dalam peristiwa naas tersebut.

Dari Swedia, publik internasional dikejutkan oleh aksi pembakaran salinan Al-Quran oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai politik sayap kanan Swedia-Denmark. Peristiwa pembakaran salinan Al-Qur’an yang disinyalir mendapat izin dari pihak kepolisian Swedia, merupakan ungkapan protes Paludan terhadap upaya Presiden Turki, Tayyip Erdogan untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. Aksi pembakaran tersebut terjadi dalam masa demonstrasi anti-Turki di Stockholm dan upaya Swedia untuk bergabung dengan Nato https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/jatim/berita/d-6529327/indonesia-kecam-keras-pembakaran-al-quran-di-swedia/amp.

Reaksi publik internasional pun bermunculan. Indonesia dan beberapa negara Arab, termasuk Arab Saudi, Yordania, Kuwait dan Turki mengecam keras aksi tersebut. Perangai Islamo-fobia Paludan sangat menodai toleransi antar-umat beragama sekaligus merupakan penghinaan keji terhadap Kitab Suci dan umat Islam.

Flashback ke tahun 2019, memoria pasionis seputar Islamo-fobia sempat mengemuka dalam aksi penembakan brutal yang menewaskan 50-an umat muslim di Christchurch, Selandia Baru. Brenton Tarrant, aktor penembakan bahkan mengakomodir justifikasi rasional tindakan barbarismenya lewat sebuah dokumen berjudul the great replacement.

Intoleransi dan gejolak anti-keberagaman, termasuk Islamo-fobia meninggalkan preseden mencemaskan bagi demokrasi dan ruang hidup plural masyarakat modern dewasa ini. Berkaca pada modus kasus di atas, isi pikiran dan refleksi kita sepertinya digiring menuju titik nadir tatkala sebuah tindakan kriminologi dilancarkan dengan berbasis pada instrumen pembenaran tertentu.

Untuk itu, diperlukan resolusi bersama untuk mewujudkan hidup yang aman, damai, tentram dan berkeadilan dalam ruang hidup yang plural. Masyarakat dalam ruang publik yang berisi pluralitas tidak cukup apabila hanya bernaung dalam sikap ko-eksistensi. Agenda dan sikap yang perlu didorong adalah pro-eksistensi.

Edik Nantes dan Toleransi Pasif

Terdapat sebuah ungkapan klasik dari sastrawan Jerman abad ke-18/19, Johann Wolfgang Goethe, yang diutarakannya sebagai catatan kritis atas praktik toleransi pasif dalam dokumen klasik bernama Edik Nantes (Edikt von Nantes). Ungkapan tersebut berbunyi demikian: “Toleransi harus berkembang menuju pengakuan. Memperbolehkan adalah sebuah penghinaan.” Maklumat historis Edik Nantes yang terbit di Prancis pada 1598 merupakan salah satu catatan historis tertua tentang toleransi. Maklumat ini disusun guna mengakhiri konflik antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan yang melanda Eropa pada abad ke-16 dan 17.

Pemerintah Prancis yang saat itu warganya adalah mayoritas penganut katolik Roma mengizinkan para penganut gereja reformis untuk hidup dan tinggal di semua kota dan tempat di Prancis (Bdk. Otto Gusti dalam Media Indonesia, 16 Oktober 2016).

Ada sebuah cacat inheren dan ambivalensi laten terkait praktik toleransi versi Edik Nantes tersebut. Di satu sisi, penguasa Prancis memberikan jaminan keamanan dan kebebasan terbatas kepada kelompok minoritas. Namun, sisi lainnya adalah jaminan tersebut adalah praktik kekuasaan represif yang terselubung. Hidup kelompok minoritas sangat bergantung pada kemurahan hati penguasa.

Untuknya, mereka harus membayarnya dengan loyalitas terhadap penguasa. Ketika loyalitas atau ketaatan itu luntur maka kebebasan penganut reformis tersebut dapat dicabut. Praktik toleransi versi Edik Nantes ialah penghinaan terhadap kebebasan asasi manusia.

Toleransi tidak dipahami sebagai hak setiap warga negara, tetapi hadiah yang dihibahkan penguasa atau kelompok mayoritas yang sekali waktu dapat dicabut kembali jika kaum minoritas bersikap berlebihan atau menyinggung dominasi mayoritas.

Pembacaan secara objektif terhadap kebobrokan praktik toleransi pasif dewasa ini dapat ditelusuri dalam pendekatan politik multikulturalisme neoliberal bernama political correctness: sebuah kaidah politik dan moral yang tampaknya menghargai keberbedaan, menerima yang lain, sambil di saat yang sama tetap memberi kategori, standar serta batasan pada komponen yang lain itu. Isyarat toleransi yang sifatnya menjebak tesebut sederhananya dapat dibahasakan demikian:

“Saya menghargai dan menerima yang lain. Namun ‘yang lain’ itu harus sesuai dengan standar dan keinginan saya.”

Artinya ada semacam pengkategorian subyek ke dalam frame kami-mereka. Frame ini sejalan dengan skema metapolitik yang dibawa kelompok ekstrimis religius yang membagi manusia ke dalam skema benar-salah atau skema kelompok yang suci vis a vis kelompok kafir: ada kelompok yang benar dan suci yang hidup sesuai dengan standar norma tertentu serta ada kelompok yang salah-kafir yang tidak sesuai dengan standar norma yang benar.

Imbauan atau imperatif moral menurut logic toleransi pasif dengannya adalah pedang bermata dua yang syarat akan paradoks. Di satu sisi, ajakan moralis tersebut bersifat sejuk dan lembut. Di sisi lain, imperatif yang sama kontra-produktif dan membatalkan esensi terdalam toleransi itu sendiri. Justru, bukan toleransi, perdamaian dan harmonisasi yang dituju melainkan produk-produk kekerasan dan intoleransi baru yang jauh lebih subtil.

Pro-eksistensi dalam Keberagaman

Pada prinsipnya kemajemukan itu bukan dicari-cari atau direkayasa, melainkan sebuah keterberian atau suatu produk yang given. Untuk itu, dari setiap kelompok partikular dituntut kemampuan untuk mampu menerima perbedaan dan menjadikannya sebagai kekuatan untuk merumuskan bonum commune dalam aras kehidupan bersama.

Dalam merespon diktum keberagaman tersebut, sikap yang perlu diperkenalkan adalah pro-eksistensi yaitu sikap pro atau memihak pada kehidupan dan bukan hanya ko-eksistensi.

Mengapa demikian? Ko-eksistensi adalah hidup berdampingan dalam perbedaan secara damai dan tidak saling mengganggu. Slogan sikap ko-eksistensi sederhananya adalah ‘what’s yours is yours, what’s mine is mine’ atau ‘urusanmu adalah urusanmu dan urusanku adalah urusanku.’ Ko-eksistensi menekankan pendekatan permisivitas yang eksklusif terhadap perbedaan. Seorang boleh saja menerima dan hidup dalam perbedaan tetapi orientasinya adalah inward looking: perbedaan itu diterima semata-mata agar warna partikularitas kelompoknya tidak terganggu. Paradigma ko-eksistensi dengannya tidak cukup karena masih menyimpan “bom waktu” intoleransi atau geliat toleransi pasif yang sesekali bisa meledak ketika diobok-obok.

Di Indonesia, polemik identitas yang berlangsung di Tanjung Balai, Aceh dan Tolikara, Papua beberapa tahun yang lalu sedikit banyak merepresentasikan rapuhnya paradigma ko-eksistensi dalam hidup bersama.

Cacat inheren sikap ko-eksistensi ini dapat dirujuk; misalnya dalam hubungan antar-umat beragama. Pada tataran fundamental, agama-agama sesungguhnya memiliki faktor integrasi dan disintegrasi. Agama umpamanya mengajarkan persaudaraan atas dasar iman (aspek integrasi). Namun persaudaraan atas dasar iman ini bisa menimbulkan konflik (aspek disintegrasi) bila dipahami secara sempit dan kaku.

Seorang penganut agama yang radikal dan ekstrimis -berangkat dari disposisi persaudaraan atas dasar iman yang sama- umpamanya dapat membangun kategori metapolitik benar-salah: menganggap orang-orang seagama sebagai yang suci dan kudus serta menganggap sesamanya dari penganut agama yang lain sebagai yang kafir atau liyan (subjek dengan kualitas kemanusiaan yang lebih rendah).

Pada aspek inilah, kategori ko-eksistensi tidak cukup. Agama dan komunitas-komunitas partikular perlu mewujudkan sikap pro-eksistensi di mana mereka bisa menerima kehadiran yang lain di samping dirinya. Paham dan sikap pro-eksistensi mampu sampai pada tahap di mana komunitas-komunitas partikular tersebut tidak hanya berada bagi diri mereka sendiri, tidak hanya sibuk dengan dirinya sendiri saja (inward looking), tetapi mampu menghadirkan relevansi positif bagi sesamanya.

Dalam Gereja Katolik, sikap pro-eksistensi dapat dilihat dalam spirit gereja pasca-Konsili Vatikan ke-2. Konsili menandai suatu era baru dalam hubungan Gereja dengan penganut agama-agama lain yang menyadari bahwa dialog adalah suatu kebutuhan fundamental Gereja yang terpanggil untuk bekerja sama dalam rencana Allah lewat respek dan cinta terhadap semua orang (Tule: 2007).

Gereja mulai beranjak untuk mengakui adanya benih-benih keselamatan di luar Gereja. Sikap baru itu terungkap jelas dalam pelbagai dokumen Konsili seperti Nostra Aetate, Ad Gentes dan Lumen Gentium serta ensiklik-ensiklik Paus seperti Pacem in Terris, Ecclesiam Suam, dan Populorrum Proggresio.

Dalam Nostra Aetate, salah satu dokumen Konsili Vatikan ke-II yang berbicara tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristen, gereja Katolik menyadari bahwa ia tidak bereksistensi sendiri di dunia ini.

Gereja sungguh mengakui kebenaran-kebenaran yang ada dalam agama lain sebagai salah satu sarana yang menghantar manusia kepada Allah. Untuk itu, gereja membuka diri terhadap dialog dengan agama lain.

Masyarakat dan komunitas-komunitas politik modern perlu belajar dan membaharui diri dalam menata kehidupan bersama yang adil, damai dan saling melengkapi. Pro-eksistensi hendaknya menjadi imperatif kolektif dalam kehidupan yang plural. Perjuangan tersebut salah satunya dapat dicapai dengan merujuk dalam sebuah kontur masyarakat modern yang oleh Habermas, filsuf asal Jerman, ditematisasi sebagai masyarakat post-sekular.

Dalam bingkai masyarakat post-sekular, agama dan rasio semakin didorong untuk mentransformasi semantikanya ke dalam ungkapan sekular agar tidak terjebak dalam penjara eksklusivisme dan sikap kontra-produktif terhadap perubahan zaman. Pada saat yang bersama, komunitas-komunitas politik modern perlu membuka diri dan tidak menganggap sepi intervensi agama-agama. Sehingga, ancaman bahwa ideologi berkemajuan modern akan keluar dari jalurnya dapat diantisipasi.

Akhirnya, mengutip salah satu ungakapan terkenal Soekarno: “Mari kita bangun satu dunia di mana semua manusia dapat hidup dalam damai dan persaudaraan”, kiranya hidup berdampingan dalam keberagaman di dunia semakin menampakkan wajah yang adil, non-diskriminatif, dan damai.*

*ASN pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumba Tengah

Warga Minta Pemkab Ende Benahi Fasilitas Pasar Wolonio

0

Ende, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Ende telah memutuskan pemindahan pasar Moni di Desa Koanara Kecamatan Kelimutu.

Upaya pemindahan pasar rakyat tersebut sesuai permintaan warga masyarakat Kecamatan Kelimutu telah terjadi over kapasitas.

Selain itu, aktivitas jual beli pedagang dan pembeli juga mengganggu suasasa belajar mengajar di SD Koanara dan fasilitas keagamaan di Moni.

Namun hingga saat ini, rencana pemindahan pasar tersebut mengalami jalan buntu karena fasilitas pasar di Wolonio, Desa Nuamuri terbilang belum memadai hingga pedagang enggan pindah.

Warga Moni, Marselus Bata Budo mengatakan pemerintah harus segera menyiapkan fasilitas pendukung yang memadai di lokasi pasar yang baru agar memberikan kenyamanan bagi para pedagang.

“Jadi usulan pemindahan itu dari saat saya menjabat kepala desa. memang karena di lokasi sekarang sudah tidak layak. Aktivitas pedagang sudah sampai badan jalan negara trans Flores. Pedagang mau pindah ke atas (Wolonio) tapi fasilitas harus lengkap dulu. Jalan masuknya mesti diperbaik, fasilitas parkir, lokasinya juga mesti diratakan,” kata dia saat dihubungi Ekora NTT pada Sabtu (18/2/2023)

Marselus mengurai, sejak gedung Pasar Wolonio dibangun pada beberapa tahun silam, hingga saat ini mubazir karena belum ada fasilitas yang memadai.

“Sejak dibangun jadi mubazir gedung itu. Kasian kan, keluarkan anggaran ratusan juta. Mesti dipikirkan serius dan dibenahi agar para pedagang bisa memanfaatkanya,” tutur Marselus.

Pantauan Ekora NTT pada Jumat di lokasi Pasar Moni, Desa Koanara, ratusan pedagang terpaksa menjajakan barang dagangannya di area trotoal jalan bahkan di badan jalan.

Kondisi ini membuat akses transportasi kendaraan roda dua maupun roda empat yang melintas di wilayah itu terganggu.

Pemerintah Target Percepat Pendataan dan Penandaan 46.598 Ternak di Nagekeo

0

Mbay, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten Nagekeo percepat pendataan dan penandaan ternak dalam rangka penanggulangan penyakit mulut dan kuku (foot and mouth disease).

Upaya tersebut sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 559/KPTS/PK.300/M 7/2022 tentang Penandaan dan Pendataan Hewan Dalam Rangka Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku.

Kadis Peternakan Kabupaten Nagakeo Klementina Dawo menerangkan pencanangan pendataan dan penandaan ternak dilakukan seluruh ternak dipasang Eartag Secure QR Code atau tanda pengenal.

Pemkab Nagekeo menargetkan sebanyak 46.598 ekor ternak didata dan diberi tanda pengenal tahun ini, kata Klementina.

“Hari ini pencanangan dilakukan oleh bapak bupati sebagai motivasi tambahan kepada para peternak dan pelaku pengembangan dan pengelolaan peternakan wajib untuk mendata dan melakukan penandaan ternaknya,” ungkap dia.

Pencanangan pendataan dan penandaan ternak dimulai di Kecamatan Mauponggo. Kegiatan ini menyasar ternak milik beberapa kelompok di Desa Sawu antara lain kelompok ternak Sei Susa, Sedang Mekar, Karya Tani, Musik dan Bunga Mawar. Pendataan dilakukan secara terpusat di satu titik yakni areal persawahan sekitar Kantor Desa Sawu.

Pencanangan dilakukan oleh Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do pada Kamis berdasarkan Instruksi Bupati Nomor 524.DISNAK-EK.NGK/26/02/2023 tentang Penandaan dan Pendataan Ternak di Kabupaten Nagekeo Tahun 2023.

Klementina menyatakan, dengan dikeluarkannya Instruksi Bupati Nagekeo menunjukkan bahwa adanya upaya terhadap percepatan penandaan dan pendataan ternak di Kabupaten Nagekeo.

“Apresiasi tinggi kepada bapak bupati kita karena dari evaluasi untuk 21 kabupaten se-Provinsi NTT, Bupati Nagakeo yang pertama melakukan instruksi sebagai salah satu kiat percepatan penandaan dan pendataan ternak,” katanya.

Penandaan dan pendataan ternak dilakukan pada ternak baik yang telah divaksinasi, belum divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan tujuan untuk mengetahui jumlah populasi ternak yang telah dilakukan penandaan, mengetahui jumlah populasi ternak melalui penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta mengetahui jumlah unit usaha dan pemilik ternak yang telah dilakukan penandaan dan pendataan.

“Sasaran kegiatan tersebut adalah sapi potong, sapi perah dan kerbau, baik yang telah divaksinasi, belum divaksinasi dan tidak divaksinasi. Sedangkan khusus ternak kambing, domba dan babi, penandaan dan pendataan dilakukan pada UPT/UPTD milik pemerintah,” jelasnya.

Kemudian, untuk ternak yang tidak melakukan penandaan dan pendataan tidak akan dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan.

“Ternak yang tidak dipasang Eartag QR Secure Code tidak akan dilakukan pelayanan kesehatan hewan (vaksinasi, IB, PKB), pelarangan lalu lintas ternak, pelarangan jual beli di pasar hewan atau berbagi jenis pelayanan dari Dinas Peternakan,” katanya.

Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do berharap, ternak yang ada telah beridentitas dan tentunya menghasilkan ternak yang berkualitas.

Bupati mengajak masyarakat untuk terus meningkatkan populasi ternak khususnya kerbau mengingat populasinya yang kian menurun.

“Ke depan saya harap untuk populasi kerbau dijalankan terus dan makin bertambah,” tutur Bupati Don menandaskan.

 

Seorang Warga di Mabar Tebas Polisi dengan Parang, Dua Jari Nyaris Terputus

0

Labuan Bajo, Ekorantt.com – Aipda Sahrul Ramadan, seorang anggota polisi Polres Manggarai Barat, NTT ditebas warga di kampung Mejer, Desa Tiwu Nampar, Kecamatan Komodo pada Kamis (16/2/2023) sore. Akibatnya, dua jari tangan Sahrul nyaris terputus.

Waka Polres Manggarai Barat Kompol Sepuh Ade Irsyam Siregar membenarkan kejadian tersebut. Ia menyatakan Sahrul ialah petugas Babinkantibmas di Desa Tiwu Nampar dan Desa Golo Pongkor, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

“Kejadiannya terjadi sekira pukul 17.00 WITA, saat itu anggota kami sedang menjalani tugas dengan penuh dedikasi,” ungkap Kompol Sepuh dalam keterangan, Jumat malam.

Kejadian berawal ketika Sahrul menerima laporan warga bahwa terjadi pemukulan yang dilakukan oleh seorang warga atas nama Idris (pelaku) terhadap seorang warga.

Aipda Sarul menuju ke rumah kepala desa lalu menanyakan keberadaan pelaku. Kemudian ia ke rumah pelaku dengan niat untuk menyelesaikan masalah.

Namun, tidak diduga dirinya disambut dengan caci maki oleh pelaku, lalu keluar rumah sambil memegang sebilah parang dan mengayun ke arah korban.

Aipda Sahrul sempat mengeluarkan senjata api dengan melakukan tembakan peringatan sebanyak tiga kali, namun tidak dihiraukan oleh pelaku.

Ia lantas mundur menghindar tapi kakinya terpeleset lalu terjatuh. Sahrul berusaha membela diri dengan cara menangkis ayunan parang, namun pada akhirnya mengenakan dua jari tangannya.

“Jari tangan hampir terputus,” kata Kompol Sepuh. Setelah menebas, pelaku melarikan diri ke kampung Lambur, Desa Tiwu Nampar.

Aipda Sahrul lalu melaporkan kejadian tersebut melalui aplikas Whatsapp ke grup Polres Mabar, kemudian personil gabungan Polres Mabar mendatangi TKP dan melakukan penangkapan pelaku.

Saat ini pelaku sudah diamankan di Mako Polres Manggarai Barat untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan Aipda Sahrul dilarikan ke RS Siloam untuk mendapatkan penanganan medis.

Kapolres Mabar AKBP Felli Hermanto bersama sejumlah pejabat utama turun langsung mengecek kondisi Aipda Sahrul di rumah sakit.

Warga Mojokerto Gabung Jadi Anggota Pintu Air

0

Surabaya, Ekorantt.com – Warga Kecamatan Dawar Blandong, Kemlagi, Jetis, dan sebagian lagi dari Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, menyatakan kesediaan untuk mendaftarkan diri menjadi anggota Kopdit Pintu Air Cabang Sidoarjo.

Ibu Anik, atau biasa disapa, Bu Polo, Kepala Dusun Simongagrok, Kecamatan Dawar Blandong, menjadi pendaftar pertama hingga mendorong warga lainnya ikut mendaftar.

Tercatat sudah gelombang ke-5 dan warga yang ikut bergabung adalah mereka yang sudah memahami manfaat menabung di Kopdit Pintu Air.

Bu Polo ketika diwawancarai Ekora NTT mengaku bahwa, prinsip orang Jawa hampir sama dengan prinsip Kopdit Pintu Air.

“Bahwa sakit dan meninggal dunia adalah dua hal yang tidak diundang manusia, tapi itu pasti datang pada waktu yang tidak terduga,” katanya.

Atas dasar inilah, lanjut Bu Polo, warga nekat jadi bagian dari Kopdit Pintu Air sehingga dengan bergabungnya warga pribumi di Kabupaten Mojokerto, maka jumlah anggota Kelompok Mojokerto naik secara drastis. Hingga Jumat, 17 Februari 2023, tercatat 181 orang anggota yang didominasi oleh kaum ibu.

Ketua kelompok Mojokerto, Thomas Sanaunu Naihely, menyampaikan welcome dan mengapresiasi semangat para ibu yang begitu antusiasnya bergabung dengan Kopdit Pintu Air.

Thomas bilang, ibu-ibu yang bergabung dengan Kopdit Pintu Air menargetkan pinjaman untuk menambah modal usaha.

Di saat yang sama, tim sosialisasi dari Kantor Cabang Sidoarjo dengan Ketua Komite Cabang, Petronela Binsasi, memaparkan manfaat dan syarat yang harus dipenuhi calon anggota Kopdit Pintu air.

Terkhusus Program Jempola, Nela menambahkan, harus terlebih dahulu mendaftar menjadi anggota, harus punya usaha sendiri dan memiliki rumah sendiri.

“Dan yang terakhir harus punya itikad baik di tengah masyarakat,” tutupnya.

Berkat Dukungan Pemerintah, Peternak Ikan di Nagekeo Raup Rp17 Juta Sekali Panen

0

Mbay, Ekorantt.com – Bupati Nagekeo Johannes Don Bosco Do meninjau perkembangan budidaya perikanan di tiga kelompok peternak ikan Desa Sawu dan Desa Wuliwalo, Kecamatan Mauponggo, Kamis (16/2/2024).

Di sana, Bupati Don mengevaluasi langsung upaya kelompok masyarakat penerima manfaat memperluas usaha perikanan dari bantuan pemerintah.

Terdapat tiga kelompok budidaya perikanan (pokdakan) dalam kunjungan Bupati Don yakni Pokdakan Nikonamo di Desa Sawu. Kelompok yang dibentuk pada tahun 2020 ini memiliki jumlah anggota 10 orang.

Sejak dibentuk, Pemerintah Kabupaten Nagekeo melalui Dinas Kelautan dan Perikanan memberi bantuan 8.000 ekor bibit ikan nila gift dan 420 kilogram pakan.

Tahun 2021, kelompok ini memanen sebanyak tiga kali dengan pendapat saat panen perdana kurang lebih Rp17 juta dengan harga jual saat itu Rp25.000 per kilogram.

Selanjutnya, Pokdakan Aeyeu di Desa Sawu dibentuk tahun 2019 dengan anggota 7 orang. Usaha budidaya dilakukan di lahan dengan luas lahan 0,07 ha.

Pokdakan ini telah mendapat bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan berupa sarana dan prasarana (sarpras) budidaya yaitu 2 buah kolam ikan yang dibangun tahun 2022.

Sedangkan bibit ikan diswadayakan oleh kelompok sendiri dan pakan masih mengandalkan pakan alami yang disediakan di alam.

Kunjungan ketiga Bupati Don ialah Pokdakan Pelangi di Desa Wuliwalo. Kelompok ini dibentuk pada 2012 beranggotakan 10 orang. Luas kolam secara keseluruhan 500 meter persegi dengan jenis ikan yang dibudidayakan ikan lele, nila dan ikan mas.

Pokdakan ini mendapat bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan berupa sarpras antara lain pembuatan kolam, bantuan bibit ikan mas, ikan lele dan bantuan pakan.

Saat ini sedang dilakukan kegiatan pemijahan ikan mas, lele nila dan pemeliharaan larva serta pembesaran ikan. Jumlah induk yang disediakan saat ini ikan lele sebanyak 30 ekor, ikan mas 50 ekor semuanya sudah siap pijah.

Bupati Don mengapresiasi kepada kelompok masyarakat yang telah menekuni usaha tersebut dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga.

Ia berharap pokdakan mampu meningkatkan usaha budidaya ikan air tawar baik dari jumlah jenis ikannya maupun luas lahan budidaya. Hal ini mengingat masih tersedianya lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan usaha itu.

“Saya lihat masih ada lahan kosong di sebelah kolam ini, bisa dimanfaatkan lagi untuk perluasan lahan budidaya sehingga ada pengembangan dan menghasilkan tidak dibiarkan kosong begitu saja,” katanya.

Budidaya ikan air tawar, Bupati Don melanjutkan, memberikan banyak manfaat, selain membantu meningkatkan ekonomi masyarakat, ikan yang kaya akan protein hewani juga baik untuk kesehatan.

Karena itu, ia berharap usaha budidaya ikan ini didukung oleh pemerintah desa melalui anggaran dana desa (DD).

Dukungan desa mengenai pemberian pakan ikan yang bisa diupayakan menggunakan pakan alami. Masing-masing kelompok perlu diberi pelatihan pengolahan pakan alami.

“Kita bisa bikin pakan sendiri. Bapak desa dan anak muda bisa lihat. Sekarang ada mesin skala kecil yang bisa masukan bahan-bahan alami dan diproses cepat,” katanya.

Kepala Bidang Perikanan Budidaya pada Dinas Kelautan dan Perikanan Nagekeo Modesta Ea mengatakan penumbuhan pakan alami di kolam dapat dilakukan dengan pemupukan menggunakan bahan kimia atau bahan lokal/natural.

Bahan kimia yang digunakan adalah pupuk TSP dan urea. Sedangkan pupuk alam dengan menggunakan kotoran ternak seperti kotoran sapi atau kambing yang sudah matang atau yang sudah di proses secara alam atau menggunakan pupuk bokasi, kata Modesta menandaskan.

Ibu Anik Akui Mendapat Dua Keuntungan Saat Bergabung di Pintu Air

Surabaya, Ekorantt.com – Ibu Anik, warga Dusun Ngagrok, RT/RW 002/001, Desa Simongagror, Kecamatan Dawablandong, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur mengungkapkan kegembiraannya ketika memilih bergabung menjadi anggota KSP Kopdit Pintu Air.

Menurutnya, dengan bergabung menjadi anggota Kopdit Pintu Air, dirinya langsung memperoleh dua keuntungan sekaligus.

Dua keuntungan yang dimaksud Anik adalah mendapatkan pinjaman buat modal usaha dan mendapatkan jaminan kesehatan saat menderita sakit serta dana duka bila dipanggil menghadap Sang Khalik.

“Saya sangat tertarik kepada Kopdit Pintu Air Pak, karena meski tanpa jaminan kami diperkenankan untuk boleh meminjam. Lagi pula ketika kami bergabung, bukan saja pinjaman yang kami terima tetapi hak-hak lain juga kami peroleh,” ujar Anik ketika diminta komentarnya usai mengikuti sosialisasi Jempola di Desa Mojowono, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto pada Rabu, 15 Februari 2023.

Dikatakan Anik, sejauh ini dirinya belum menemukan lembaga keuangan seperti Kopdit Pintu Air di desanya.

Yang mereka kenal, terang Anik, hanyalah koperasi harian, dengan bunga yang sangat besar, serta pinjaman online yang telah banyak memakan korban.

Oleh karena itu, melalui Program Jempola, kini semakin banyak warga desanya bergabung menjadi anggota Kopdit Pintu Air.

Kerana kebaikan yang didapatnya itu, Anik berjanji suami dan anaknya juga akan segera mendaftar menjadi anggota Kopdit Pintu Air dalam waktu dekat nanti.

“Saya juga berusaha menyampaikan kebaikan yang kami alami ini kepada warga desa saya yang tinggal berdekatan dengan saya, biar kebaikan ini bukan hanya saya menikmati tetapi juga oleh orang lain,” kata Anik.

Sementara itu, Ketua Komite Cabang Sidoarjo, Petronela Binsasi, menuturkan program Jempola menjadi pilihan calon anggota saat ini.

Petronela bilang, Jempola adalah program yang sangat berpihak kepada warga dengan pendapatan kecil bila tidak mau disebut masyarakat miskin.

Karena melihat ketertarikan warga itu, Petronela menegaskan membuat jadwal kunjungan ke berbagai titik kumpul dan kelompok serta menemui anggota.

Tim itu terdiri dari Ketua Komite dan Wakil Komite, juga manager serta staf AO.

Enam Dosen UPG 45 Berprestasi Dapat Penghargaan

0

Kupang, Ekorantt.com – Enam dosen Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 NTT mendapat piagam penghargaan sebagai dosen terbaik tahun 2022. Mereka mendapatkan penghargaan atas penilaian akademik secara internal.

“Ini menjadi pemicu bagi para dosen yang lain untuk menunjukkan performance dan profesional dalam mengemban tugasnya,” ujar Rektor UPG 45 NTT David Selan, Kamis.

Penyerahan penghargaan diberikan oleh Ketua BPH PGRI, Dr. Samuel Haning dan Rektor UPG 45 NTT David Selan kepada keenam dosen di aula Ora Et Labora kampus itu.

Keenam dosen dimaksud ialah Uly Riwu Kaho, Robert A Sole, Temu M.E Ingunau, Dr. Stefanus Reinati, Dr. Made Susilawati, dan Delorens L.N. Bessie.

David menerangkan penilaian terhadap para dosen terbaik ini telah melalui tahapan berdasarkan indikator-indikator yang telah ada.

Ia berharap seluruh dosen memiliki semangat kreativitas dalam pengembangan tri dharma perguruan tinggi melalui pengabdian, penelitian untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Begitu juga para doses diharapkan bisa membuat penulisan ilmiah dan jurnal ilmiah untuk bahan acuan akreditasi program studi dan universitas.

“Apa yang kita harapkan untuk lembaga ini kita rumuskan dalam tri dharma perguruan tinggi dengan standar-standar yang ada,” harapnya.

Made Susilawati mengatakan penghargaan dari kampus merupakan momen paling indah yang telah mereka terima.

Penghargaan yang telah diperolehnya saat ini menjadi penyemangat bagi ia untuk memberikan kinerja yang lebih baik. Dengan itu Susilawati berharap apa yang telah ia dan dosen lainnya capai mampu membangkitkan motivasi terhadap seluruh dosen lainnya.

“Kami tidak mengetahui dan tidak menyangka bahwa apa yang kami kerjakan ada penilaian. Hari ini adalah momen paling indah,” ungkap dia.

“Saya yakin, akan ada yang menduduki posisi kami. Mereka juga tidak kalah baik bagi kami. Mereka juga memberikan kontribusi terbaik bagi mahasiswa dan kampus,” tambah Susilawati.

Samuel Haning mengapresiasi kinerja dari enam dosen yang telah terpilih menjadi dosen berprestasi. Kedepannya, keenam orang dosen ini akan diangkat menjadi staf ahli universitas.

“Mereka memang terbaik. Bicara tentang akademik dan aturan mereka memang terbaik. Mereka ini akan menjadi staf ahli universitas. Ada ahli ekonomi, pertanian, ahli hukum. Mereka akan memberikan advis tentang UPG ke depannya,” ujar Samuel.

Empat Warga di Sikka Terseret Banjir, Tiga Meninggal Dunia

0

Maumere, Ekorantt.com – Tim SAR menemukan tiga dari empat orang warga yang sempat terseret banjir di Desa Watumoning, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka dalam kondisi meninggal dunia.

Korban ikut terseret setelah jembatan kayu yang mereka lintas patah saat kembali dari kebun pada Selasa (14/2/2023) sore. Wilayah itu dalam kondisi hujan lebat dan banjir.

Adapun identitas korban meninggal dunia yang diidentifikasi Basarnas Maumere ialah Odilia Olo (37), Markus Mare (38), dan N (2). Sedangkan korban selamat ialah Karolus Karang (65).

“Korban terakhir adalah N (balita) yang berhasil ditemukan setelah dua hari pencarian. Korban berhasil ditemukan dalam kondisi meninggal dunia,” ujar Kepala Basarnas Maumere Mexianus Bekabel, Kamis.

Ia mengungkapkan korban pertama yang berhasil ditemukan ialah Odilia, kemudian Karolus Karang, seorang kakek yang ditemukan selamat di pinggir sungai.

Pada Rabu pagi, petugas dan relawan masyarakat berhasil menemukan Markus Mare dalam kondisi meninggal dunia. Sedangkan balita N baru ditemukan kurang lebih 400 meter dari lokasi kejadian, tepatnya pada titik koordinat 8°36’34.69″S – 122° 37’43.04″E.

“Sehubungan dengan telah ditemukannya korban dalam keadaan meninggal dunia maka pelaksanaan operasi SAR ditutup,” kata dia, menandaskan.