Menyelamatkan Parlemen a la Tan Malaka

Judul                           : Parlemen atau Soviet?

Penulis                         : Tan Malaka

Penerbit                       : Yayasan Massa

Tahun Terbit                : 1987

Tahun Ditulis              : 1921

iklan

Jumlah Halaman          : 128

“Saya kenal almarhum Tan Malaka. Saya baca semua ia punya tulisan-tulisan. Saya berbicara dengan beliau selama berjam-jam. Dan selalu di dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan almarhum Tan Malaka ini, kecuali tampak bahwa Tan Malaka adalah pecinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia, ia adalah sosialis yang sepenuh-penuhnya.”

Kalimat di atas adalah kutipan pidato Presiden Sukarno dalam Kongres ke-V Partai Murba di Bandung pada tanggal 15-17 Desember 1960. Pernyataan itu menunjukkan penghargaan Sukarno yang mendalam terhadap Tan Malaka, Bapak Republik ini.

Tan Malaka lahir di Suliki, Sumatera Barat, 1897. Dua tahun sebelum menulis buku ini, yaitu pada tahun 1919, ia baru kembali dari Negeri Belanda belajar di Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) untuk menjadi guru dan mengajar anak-anak buruh di perkebunan Senebah Mij, Deli Serdang, Sumatera Timur.

Pada 1921, ia pindah ke Semarang menjadi guru sekolah yang didirikan oleh Serikat Islam Semarang dan Serikat Buruh Kereta Api (VSTP) pimpinan Semaun. Pada tahun ini, ia juga aktif dalam gerakan perjuangan buruh. Ia pernah menjadi Wakil Ketua dan Ketua Serikat Buruh Pelikan Cepu yang didirikan oleh Semaun.

Akibat keterlibatannya dalam aksi pemogokan baru, pada 2 Maret 1922, ia ditangkap dan dibuang ke Kupang, Timor. Tetapi, dalam tahun yang sama, keputusan diubah menjadi externering atau pengasingan ke Negeri Belanda.

Pada saat Partai Komunis Indonesia (PKI) hancur lebur akibat pemberontakan pada 1926, ia putuskan keluar dari PKI dan mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) pada tahun 1927 di Bangkok, Thailand. Silang sengkarut pendapat antara Tan Malaka dan PKI terjadi lagi dalam Perjanjian Linggardjati 1947 dan Perjanjian Renvile 1948.

Tan Malaka menolak dua perjanjian tersebut, sedangkan PKI melalui gembongnya Mr. Amir Syarifuddin yang saat itu menjadi Perdana Menteri RI menyetujui dan menandatanganinya.

Untuk meneruskan perjuangan politiknya, ia mendirikan Partai Murba di Yogyakarta pada 7 November 1948. Partai Murba merupakan fusi dari tiga (3) partai, yaitu Partai Rakyat, Partai Buruh Merdeka, dan Partai Rakyat Jelata.

Buku “Parlemen atau Soviet” ini ditulis oleh Tan Malaka pada Oktober 1921 di Semarang pada saat ia masih berusia 24 tahun. Buku ini berbicara tentang sejarah badan legislatif, perkembangan, dan masalahnya sesuai konteks tahun 1921, tahun-tahun awal paham marxisme mulai masuk ke Indonesia.

Latar belakang penulisan buku ini disebutkan Tan Malaka pada catatan Pendahuluan, “Ya, Parlemen atau Soviet. Keduanya buah sengsara dan azab manusia berpuluh ratus tahun, jasa dari usaha dan korban nyawa ratusnya manusia yang suci dan mulia. Keduanya bagi kita harta yang tiada ternilai tetapi semata-mata baru.

Itulah maksud kita hendak memeriksa dan perkakas ilmu yang tiada cukup, manakah di antara pelita Barat yang dua itu, sekarang tiba-tiba menyilaukan mata kita, yang sempurna sinarnya untuk jalan kemerdekaan dan kemuliaan kita” (p. 14).

Parlemen sebagai produk perjuangan beratus-ratus tahun melawan feodalisme agama dan adat dibentuk untuk melindungi harta manusia yang paling berharga.

Harta itu adalah pengakuan atas kemerdekaan dan kesamaan tiap-tiap manusia. Oleh karena itu, Parlemen tidak pernah boleh dibenarkan untuk menganiaya dan merusakkan undang-undang yang mengatur soal pemenuhan harta manusiawi terpenting itu.

Buku ini terdiri atas tujuh (7) bab.

Bab I Parlemen sebagai Perkakas Saja dari yang Memerintah

Bab II Parlemen yang Sejati

Bab III Dari Negeri Belanda ke Benua Asia

Bab IV Kritik (Celaan) atas Parlemen

Bab V Bisakah Parlemen Itu Dipakai untuk Mendatangkan Cita-Cita Sosialisme?

Bab VI Soviet

Bab VII Penghabisan

Salah satu tesis kunci Tan Malaka dalam buku ini adalah Parlemen tidak bisa dipakai untuk mendatangkan cita-cita sosialisme. Sebab, Parlemen sudah dikooptasi oleh kekuasaan modal atau uang.

Setelah melakukan tinjauan ringkas terhadap perselisihan antara Partai Sosial Demokrat Pimpinan Presiden Ebert di Jerman dan Partai Komunis Pimpinan Lenin dan Trotsky di Rusia, ia menutup tulisannya dengan tegas, “buanglah sama sekali pengharapan, yang disangkakan datang dari sesuatu Parlemen!”

Solusi yang ia tawarkan adalah kaum buruh atau kelas pekerja mesti bikin organisasi sendiri untuk sanggup mengatur pemerintahan, hasil negeri, pengadilan, dan pendidikan. Hanya dengan pembentukan organisasi dan partai kelas pekerja, kaum buruh atau kelas pekerja dapat melawan kaum kapitalis atau kaum bermodal.

“Parlemen atau Soviet” memang berisi banyak gagasan kuno karena ditulis pada 1921 untuk memahami zamannya. Akan tetapi, gugatan Tan Malaka terhadap kinerja Parlemen tetap relevan hingga sekarang.

Seperti studi Jeffrey Winters dalam “Oligarhcy” dan Richard Robison dan Vedi R. Hadiz dalam “Reorganising Power in Indonesia: Politic of Oligarchy in The Market Age”, lembaga politik dan birokrasi di Indonesia sudah dikuasai oleh para oligark. Oligark adalah orang-orang kaya yang menggunakan kekayaannya untuk mempertahankan kekayaannya.

Dalam kacamata Tan Malaka, kekuasaan para oligark di dalam Parlemen hanya dapat dilawan dengan partai politik alternatif. Partai politik alternatif itu adalah partai politik kelas pekerja.

“Parlemen atau Soviet” wajib dibaca oleh semua kalangan, terutama para intelektual yang bersimpati pada perjuangan kelas pekerja melawan kekuasaan kapitalis atau oligark di negeri ini. (Silvano Keo Bhagi)

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA