Ke Mana 5% Dana Non Kapitasi Mengalir?

Maumere, Ekorantt.comSemakin ke sini, kasus dugaan korupsi dana non kapitasi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sikka semakin menarik.

Pasalnya, hasil investigasi Ekora NTT menemukan beberapa fakta baru.

Fakta baru tersebut memberi narasi tandingan terhadap beberapa poin klarifikasi yang disampaikan oleh Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sikka Dr. Maria Bernadina Sada Nenu, M.P.H. dan Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Sikka Ferdinand Evensius Edomeko, S.Fil melalui media Ekora NTT beberapa waktu lalu.

Fakta baru tersebut diungkapkan oleh “orang dalam” di Dinkes Sikka.

Di antara narasi-narasi yang saling bertanding itu, manakah yang benar?

iklan

Benarkah atas nama Surat Keputusan (SK) Bupati, Dinkes Sikka memotong atau membagi-bagi dana non kapitasi dengan nominal persentase tertentu?

Mengapa ada perbedaan data di internal Dinkes Sikka? Ke mana sebenarnya 5% dana non kapitasi tenaga kesehatan di 25 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Sikka mengalir? 

Pemotongan Dana 5% Tidak Diatur dalam Perbup

Pada Jumat, 29 Juni 2019, Ekora NTT berkesempatan berbincang-bincang dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus, S.Si. Apt.

Pada kesempatan inilah, Herlemus, demikian ia biasa disapa, menyampaikan sudut pandangnya terkait persoalan dugaan korupsi dana non kapitasi yang sedang heboh diperbincangkan masyarakat ini.

Menurut Herlemus, terkait penggunaan dana non-kapitasi, memang benar ada Peraturan Bupati (Perbup).

Menurut Perbup tersebut, porsi pembagiannya adalah 60% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan 40% untuk jasa para petugas kesehatan di Puskesmas.

Sepengetahuan dia, dari porsi 40% itu, sebanyak 5% diambil untuk membiayai kegiatan di Dinkes Sikka. Artinya, secara faktual, para tenaga kesehatan di Puskesmas memperolah 35% dari total dana non kapitasi.

Namun demikian, Herlemus menegaskan, Perbup tersebut di atas sama sekali tidak mengatur pembagian dana non kapitasi dengan alokasi sebesar 35% dan 5%. Sebaliknya, Perbup hanya mengatur pembagian dana non kapitasi sebesar 60% untuk PAD dan 40% untuk jasa tenaga kesehatan di Puskesmas.

Lalu, apa dasar hukum pembagian dana 5% itu? Menurut dia, pembagian tersebut hanya berdasarkan kesepakatan antara Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka dan para Kepala Puskesmas.

Artinya, dana 5% yang dipotong dari dana non kapitasi itu sebenarnya tidak diatur dalam Perbup, melainkan hanya diatur dalam kesepakatan antara Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka dan para Kepala Puskesmas di atas.

Herlemus memberi informasi, dua minggu setelah dirinya dilantik dan mulai bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, ia sudah mulai mendengar keluhan keterlambatan pembayaran jasa para perawat dan bidan sejak tahun 2017 silam.

Keluhan tersebut ia dengar dalam sebuah pertemuan dengan para bidan dan Kepala Puskesmas beberapa waktu lalu.

Saat itu, ia mengatakan kepada para perawat, bidan, dan Kepala Puskesmas, “hak Kaisar kembalikan ke Kaisar.”

Maksud perkataan dia adalah agar dana 40% itu diserahkan utuh kepada para petugas kesehatan di Puskemas.

Dengan kata lain, dana tersebut mestinya tidak pernah boleh dipotong dengan alasan apa pun.

“Jangan membuat polemik hal kecil yang menganggu hal besar. Kembalikan seutuhnya kepada orang Puskesmas. Mereka sudah cape,” tutur Herlemus .

Menanggapi keluhan para bidan dan perawat, Herlemus ambil langkah cepat memanggil Kepala Sub Bagian Keuangan dan Bendahara Dinkes Sikka untuk mengurai benang kusut ketelambatan pembayaran dana non kapitasi para petugas kesehatan di atas.

Berdasarkan keterangan Kasubag Keuangan dan Bendahara Dinkes itu, Herlemus menemukan tiga penyebab tersendatnya aliran dana dari Dinkes Sikka ke masing-masing Puskesmas.

Tiga penyebab itu meliputi, pertama, adanya temuan selisih bayar oleh Inspektorat Kabupaten Sikka yang dilakukan oleh bagian keuangan, kedua, keterlambatan pelaporan dari pihak Puskesmas, dan ketiga, keterlambatan pengajuan hak keuangan dari Dinkes Sikka ke Dinas Keuangan Kabupaten Sikka akibat keterlambatan pengiriman pertanggungjawaban dari Puskesmas ke Dinkes Sikka.

Walaupun demikian, Herlemus mendesak Kasubag Keuangan dan Bendahara Dinkes Sikka untuk sesegera mungkin menyelesaikan semua administrasi yang diperlukan agar dana non kapitasi para petugas kesehatan di 25 Puskesmas itu dapat dicairkan.

Dia mengakui, dana non kapitasi tahun anggaran 2017 dan tahun anggaran 2018 akan segera dicairkan pada bulan Juli 2019 ini.

Dana non kapitasi yang menjadi hak para petugas kesehatan itu akan dibayar utuh. Dananya sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2019.

Terima Kasih, Ekora NTT

Pernyataan Herlemus memberi angin segar bagi para petugas kesehatan di Kecamatan Alok Barat dan Kecamatan Talibura yang mengadukan penderitaannya kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.

Mereka kini bisa punya harapan untuk menerima apa yang menjadi haknya.

Mereka pun menyampaikan terima kasih kepada Ekora NTT yang telah mempublikasi persoalan mereka.

Berkat pemberitaan tersebut, persoalan mereka bisa diketahui oleh dan mendapat perhatian dari publik.

“Terima kasih Ekora telah publikasikan derita kami. Karena setelah di-publish keluar, semua orang tahu, kemudian mulai bisa menemukan jalan keluarnya,” tutur perawat itu melalui sebuah layanan pesan singkat WhatsApp.

Menurut dia, kalau persoalan ini didiamkan, maka ceritanya akan menjadi lain.

Sebab, di kalangan para petugas kesehatan sendiri terdapat perbedaan sikap.

Di satu sisi, ada yang pro atau mendukung pengungkapan kasus ini. Akan tetapi, di sisi lain, ada juga yang kecut mentalnya karena takut diintimidasi.

Dugaan Korupsi Dana Non Kapitasi di Dinkes Sikka

Diberitakan sebelumnya, sejumlah tenaga perawat kesehatan  di 25 Puskesmas di wilayah Kecamatan Alok Barat dan Kecamatan Talibura mengeluh.

Pasalnya, hak mereka berupa dana non-kapitasi yang hingga saat ini belum juga dibayar oleh bendahara di Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka sejak tahun 2017.

Para petugas kesehatan, yang terdiri atas bidan dan perawat ini, menduga, dana tersebut telah disalahgunakan oleh pihak terkait karena dua tahun anggaran telah berlalu.

Para petugas kesehatan di atas juga mempertanyakan dasar hukum dan keabsahan Peraturan Bupati (Perbup) atau Surat Keputusan (SK) Bupati tentang pemotongan dana non kapitasi tersebut.

Mereka menduga, Perbup atau SK Bupati tersebut hanyalah sarana untuk mengelabui mereka. Mereka menuntut kepada bendahara di Dinkes Sikka untuk segera membayar apa yang menjadi hak mereka.

Mereka juga memberi informasi, pemotongan dana non kapitasi atau jasa pelayanan persalinan tersebut sudah berlangsung lama.

Pemotongan dilakukan sejak masa kepemimpinan Bupati Sosimus Mitang (2009-2014) dan Bupati Ansar Rera (2014-2019).

Atas Nama SK Bupati

Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sikka Dr. Maria Bernadina Sada Nenu, M.P.H. mengakui adanya pemotongan dana non-kapitasi yang merupakan hak dari para tenaga kesehatan di 25 Puskemas di wilayah Kabupaten Sikka.

Namun, dirinya membantah bila dikatakan bahwa pemotongan itu dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas sebagaimana dikatakan para perawat dan bidan.

Menurutnya, pemotongan dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sikka tentang Proporsi Pembagian Dana Non Kapitasi.

Dia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Bupati itu, ada porsi pembagian yang sangat jelas.

Pembagiannya adalah 60% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), 35% untuk tenaga kesehatan di Puskesmas, dan 5% untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka. 5% dana itu digunakan untuk membiayai manajemen program dinas.

Dana 5% tersebut dipakai untuk membiayai kegiatan akreditasi Puskesmas dan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dalam kegiatan-kegiatan olahraga.

Dana tersebut perlu dialokasikan karena dana untuk membiayai kepentingan dinas memang tidak dianggarkan dalam Daftar Penggunaan Anggaran (DPA).

Namun, Kadis Sada Nenu tidak mau memperlihatkan salinan SK Bupati dimaksud kepada Ekora NTT.

Dia hanya mengatakan, SK tersebut sudah dikirim kepada pimpinan masing-masing Puskesmas.

Perihal keterlambatan pembayaran dana non-kapitasi bagi petugas kesehatan di Puskesmas, Kadis Sada Nenu mengatakan, faktor penyebabnya adalah keterlambatan pengajuan klaim dari masing-masing Puskesmas ke Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Sikka.

Dia menjelaskan, sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pengajuan klaim dana non-kapitasi di BPJS, dirinya dan staf sudah berulang kali memberikan penegasan pada forum-forum evaluasi, baik di dinas maupun di Puskesmas agar pengajuan klaim itu tidak boleh terlambat.

Ia berpesan, pengajuan itu diajukan paling lambat sebulan setelah melakukan pelayanan kepada pasien.

Sebab, BPJS akan melakukan verifikasi terlebih dahulu. Bila memenuhi persyaratan, maka dana akan dicairkan ke rekening kas daerah.

Saat ditanyai Ekora NTT tentang berapa besar dana non-kapitasi yang belum dicairkan, Kadis Sada Nenu menjelaskan, berdasarkan pengalaman tahun 2016 silam, dana non-kapitasi bisa mencapai Rp14 Miliar per/tahun anggaran.

Khusus bagi para petugas kesehatan di Puskemas mencapai Rp1,5 Miliar.

Jawaban Humas Setda Sikka

Dalam rilis hak jawab yang diterima Redaksi Ekora NTT, pada Jumat, 28 Juni 2019 Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Sikka Ferdinand Evensius Edomeko, S.Fil mennjelaskan beberapa poin sebagai berikut.

Pertama, dana non-kapitasi TIDAK DIPOTONG melainkan DIBAGI, dengan dasar hukum: SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam Wilayah Kabupaten Sikka, yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 59/2014.

Kedua, menurut ketentuan tersebut, besaran pembagian dana non-kapitasi adalah 60% untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah), 35% untuk Jasa Pelayanan Puskesmas, dan 5% untuk Manajemen Dinkes bagi operasional pengelolaan program kesehatan masyarakat yang tidak dibiayai dalam APBD. 

Ketiga, 60% diperuntukkan bagi PAD karena semua prasarana dan sarana yang digunakan di setiap Puskesmas adalah milik pemerintah. Petugas kesehatan selaku ASN sudah memperoleh gaji ASN, sehingga alokasi 35% dari dana non-kapitasi program JKN & KIS adalah penghargaan atas jasa pelayanan pada program tersebut.

Keempat, sosialisasi atas SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 sudah dilakukan sejak ditetapkan pada tahun 2014.

Tabel 01. Aliran Dana Non Kapitasi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Sikka menurut Keterangan Kadis Kesehatan dan Kabag Humas Setda Sikka

Alokasi Persentase Dasar Hukum
  1.
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Kabupaten
Sikka
60% 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 59/2014
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan

2. SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014
tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam
Wilayah Kabupaten Sikka
  2.
Jasa
Persalinan
Tenaga
Kesehatan di
25
Puskesmas
35% 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 59/2014
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan
2. SK Bupati Sikka Nomor 287/HK/2014 tentang Alokasi Dana Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Puskesmas Dalam Wilayah Kabupaten Sikka
  3. Akreditasi
Puskemas
P3K dalam
kegiatan olahraga
5% ???

Tabel 02. Aliran Dana Non Kapitasi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Sikka menurut Keterangan Sekretaris Dinas Kabupaten Sikka

Alokasi Persentase Dasar Hukum
  1. Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Kabupaten Sikka
60% Peraturan Bupati (Perbup)
  2. Jasa Tenaga Kesehatan di 25
Puskesmas
40 % Peraturan Bupati (Perbup)
  3. Biaya Kegiatan di
Dinkes Sikka
5% Kesepakatan antara
Kadis Kesehatan
Kabupaten Sikka dan
Para Kepala Puskemas

Sumber: Litbang EKORA NTT. Diolah dari berbagai sumber.

TERKINI
BACA JUGA