Hentak Rupiah Pesta Kita

“Teman, kita punya pesta sudah menjadi industri,” celetuk seorang sahabat . Itu adalah kesimpulan dari amatannya selama ini.

Memang ia doyan memerhatikan hal-hal aneh dan unik yang jarang dilirik kebanyakan orang. “Betul teman”.  Demikian ia sekadar meyakinkan kesimpulannya.

Apa yang dikatakan sahabat tadi menegaskan cerita-cerita receh di balik kemeriahan pesta seperti salon-salon pengeras suara membubung tinggi di kemah pesta.

Dekorasi dengan tampilan yang memukau dan instagramable.Pengalaman mencecap  menu makan pesta yang bermacam-macam dengan pelayan berseragam yang cantik-cantik.

Cekrekan kamera sepanjang acara membuat momen diabadikan. Suara para penyanyi pesta yang memacu adrenalin untuk berdansa dan bergoyang.

iklan

Tentu saja tempat pesta, entah gedung atau tenda jadi, juga memberikan nuansanya tersendiri.

Hal-hal ini berkelindan bikin suasana pesta jadi lebih hidup. Pesta menjadi lebih bergairah.

Sungguh sebuah pengalaman yang jamak dan lumrah dalam pesta apa saja, baik nikah, tabisan imam baru, sambut baru, acara ulang tahun dan pesta-pesta lainnya.

Bahkan ada yang berujar “sekarang kematian jadi pesta, ya pesta kematian”. Kini acara kematian tidak ada bedanya dengan acara pesta sukacita kecuali dalam hal musik.

“Di pesta menunya bermacam-macam, di acara kematian juga menunya banyak. Yang kurang di acara kematian adalah tidak ada musik pesta”.

Diakui, pesta di NTT bukan lagi sekadar aktivitas budaya ataupun aktivitas sosio-religius. Kini pesta juga berkembang sebagai aktivitas ekonomi.

Penyelenggaraan pesta membawa efek domino bagi pelaku usaha. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya usaha-usaha ekonomi yang mengitari sebuah pesta.

Usaha-usaha ini tumbuh mekar dan hadir dalam banyak bentuk dengan tawarannya masing-masing. Para pelakunya memanfaatkan momen pesta untuk meraup rupiah.

Bahkan hidup matinya bergantung pada frekuensi pesta. Ada bulan yang pestanya ramai, pelaku usaha tersenyum bahagia. Ada juga bulan sepi dan itu membuat usaha mereka tak bergairah.

Usaha Tenda Jadi

istimewa

Efek domino pesta dirasakan Filipus Inosensius Da Silva (40), seorang pengusaha tenda jadi dari Nita, Kabupaten Sikka. Ia mulai berbisnis tenda jadi sejak tahun 2010.

Sebelumnya, ia bekerja serabutan sejak memilih berhenti sebagai pekerja LSM pada tahun 2002.  

“Dari tahun 2002, saya kerja apa saja. Kadang jadi ojek. Kadang antar dan jual barang di pasar. Pokoknya kerja apa saja, asalkan ada uangnya,” tutur Filipus kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.

Pada tahun 2010, ia mulai merintis usaha tenda jadi untuk urusan pesta.

Baginya, usaha ini punya prospek cerah kedepannya mengingat “pesta ada di mana-mana, orang ramai-ramai pesta”. Kala itu belum banyak orang yang melirik usaha seperti ini. Celah atau peluang ini ia manfaatkan dengan baik.

Semula ia menyediakan empat unit tenda jadi. Karena terbilang baru, usahanya masih sepi pelanggan. Banyak orang belum mengetahuinya. Filipus sempat putus asa dengan kondisi seperti ini.

“Kapan usaha ini bisa maju kalau situasinya begini terus?” ujar Filipus.

Ia pun mencari cara untuk keluar dari kemelut ini. Kebetulan ia tergabung menjadi anggota salah satu credit union (CU) di Nita. Namanya Bina Pertiwi.

CU ini memiliki kursi yang bisa disewakan kepada anggota dengan harga yang murah.

Filipus memanfaatkan kesempatan ini dan meminjam kursi di Bina Pertiwi. Lalu ia menyewa kursi tersebut dalam satu paket bersama lampu dan tenda jadi. Ia juga gencar melalukan promosi.

“Saya buat kartu nama banyak-banyak. Setiap bertemu dengan orang di mana saja, saya kasih kartu nama. Mau mereka buang atau mereka simpan, intinya saya harus promosi,” cerita Filipus.

Upaya ini mendatangkan hasil. Banyak orang mulai mengontak atau mendatangi rumahnya untuk memesan tenda jadi. Ditambah dengan ‘radio mulut’ alias cerita dari mulut ke mulut membuat usahanya dikenal luas.

Kini usahanya sudah maju dan sudah besar. Filipus sudah memiliki 50-an unit tenda jadi. Hampir setiap hari ada pesanan untuk berbagai acara pesta.

Selain untuk kebutuhan pesta di Maumere, tenda jadi Filipus juga menjangkau pemesan dari luar Maumere seperti dari kota Ende. Untuk memperlancar bisnisnya ini, ia bantu oleh enam orang pekerja, termasuk sopir.  

Menurut Filipus, jumlah paketan yang dipesan sangat bergantung dari pemilik pesta. Ada yang pesan sedikit kalau pestanya kecil. Tapi ada juga yang pesan banyak kalau skala pestanya besar.

Soal harga, satu paket komplit (1 unit tenda jadi, 50 kursi dan 1 buah lampu) dibanderol dengan harga 300 ribu rupiah per malam.

Harga ini, kata Filipus, bukan harga mati. Harganya fleksibel dan sangat bergantung negosiasi antara dia dengan pemesan.

“Kalau acaranya hari Kamis, kami datang pasang tenda pada hari Rabu. Selesai acara, kami bongkar pada hari Jum’at. Hitungan harganya tetap satu malam,” jelas Filipus.

Dalam pengalamannya, frekuensi pemesanan paling tinggi terjadi pada bulan Juni sampai Desember. Hal itu terjadi karena pesta banyak kali terjadi pada bulan-bulan ini. Tidak menutup kemungkinan, pesanan datang juga pada bulan-bulan lain.

“Pada tahun-tahun lalu, kalau ramai, hampir 100 paket setiap bulannya yang dipesan. Kalau bulan-bulan biasa bisa 30-40 unit,” ungkap Filipus.

Filipus juga sadar bahwa bisnis tenda jadi bukan lagi miliknya sendirian. Sudah muncul banyak usaha serupa di hampir setiap sudut kota Maumere, bahkan ada di desa-desa.

Aroma persaingan tidak bisa terhindarkan. Setiap orang pasti akan berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik.

Namun ia tetap percaya bahwa bisnis tendanya jadinya ini tetap cerah ceria ke depannya.

“Meskipun pesaing banyak, saya yakin usaha ini bisa berkembang pesat asalkan kita terus memberikan pelayanan terbaik dengan harga yang bisa dijangkau pemesan,” tutupnya.

Sound System

Tidak hanya tenda jadi, usaha peralatan sound system juga ketiban rezeki setiap pesta di gelar. Choin Entertainment sungguh merasakan hal itu.

Ekora NTT punya kesempatan bertandang ke kediaman Mario Tanker Nong Goa di kompleks Misir, Maumere pada beberapa waktu lalu.

Ia telihat kelelahan. Hari sebelumnya, dia sibuk membongkar peralatan sound system dalam sebuah konser di wilayah Napunglangir, arah barat kota Maumere.  

“Kerja keras urus bereskan alat-alat,” katanya singkat.

Sudah sejak lama, Mario terlibat dalam industri sound system di kota Maumere. Dia tergabung dalam manajemen Choin Entertainment yang berfokus pada dunia jasa dan peralatan hiburan.

Mereka sangat sering mengurusi konser-konser baik berskala lokal maupun nasional, apalagi pesta-pesta di kalangan masyarakat Maumere.

Bahkan ruang gerak mereka pun telah merambahi daratan Flores-Lembata.

“Pesta memang yang paling sering kami tangani selama ini. Karena hampir setiap saat orang bikin pesta. Kalau yang lain itu tunggu momen-momen tertentu saja,” jelas Mario.

Ketika ditanyai soal budget dana dalam pegelaran  sebuah pesta, dia katakan bahwa jasa mereka biasanya diganjar 2 sampai 3 juta rupiah.

Dalam konteks ini, mereka akan memasang sound sebelum hari acara dan kembali bongkar pada hari sesudah acara. Sehingga besaran biaya tadi diperuntukkan kurang lebih selama 3 hari.

“Tapi, itu di luar makan minum atau rokok. Biasanya tuan pesta juga pasti jamin kami untuk urusan perut,” tambah dia.

Selama tahun 2018, aku Mario, Choin Entertainment sendiri kurang lebih terlibat dalam 50 penyelenggaraan pesta di Maumere, seperti perkawinan ataupun sambut baru.

Itu belum terhitung pesta-pesta dari instansi/lembaga tertentu ataupun seremoni-seremoni kecil lainnya.

Selain itu, di Kabupaten Sikka sendiri terdapat begitu banyak usaha sedia jasa sound system yang tersebar di beragam penjuru tempat.

Bahkan, hampir setiap desa selalu punya minimal satu usaha sound system.

Dalam catatan Litbang Ekora NTT, di desa Lepolima misalnya, ada sekitar 3 orang pengusaha tersebut. Sementara di desa Langir, ada 2 orang yang bergerak pada bidang yang sama.

Jasa Boga

Satu lagi usaha yang mulai berkembang pesat saat ini adalah jasa boga atau umumnya disebut catering. Usaha ini melayani pemesanan makanan untuk kepentingan apa saja sesuai dengan kebutuhan pemesan.

Khusus untuk pesta, ada tuan pesta yang memilih untuk melibatkan ibu-ibu tetangga untuk mengurus konsumsi di dapur.

Mereka bergotong royong untuk menyiapkan menu makan pesta. Tapi sudah tidak jarang penyelenggara pesta pun tak segan-segan memesan jasa catering agar tak repot-repot menyoal urusan perut para tamu.

Di kota Maumere, salah satu jasa catering yang biasa dipesan ialah Caroline Katering milik Beatrix Padeng.

Kepada Ekora NTT yang datang langsung ke tempat usahanya, Beatrix Padeng membeberkan bahwa jika lagi musim pesta dirinya bisa mendapat orderan sebanyak 3 sampai 4 kali dalam sehari.

Adapun biaya yang dikeluarkan penyelenggara pesta dihitung per kepala.

“Tergantung menunya. Biasanya yang paling murah itu 22.500 rupiah, sementara maksimalnya 40 ribu rupiah. Tinggal saja pemesan memilih mau yang mana,” ungkap dia.

Pada tahun 2018 lalu, resepsi terbesar yang dia tangani ialah tahbisan Uskup Maumere yang mana dia harus meng-handle sekitar 11 ribuan orang.

Nasi mencapai satu ton seratus kilogram, sapi berjumlah 12 ekor dan dia pekerjakan 100 orang tenaga. Sementara, dalam acara nikahan, pernah hampir 2000 kepala ditanganinya.

Jasa Fotografi

Jasa lainnya yang berkenaan dengan pesta adalah fotografi ataupun videografi.

Ekora NTT menghubungi Bernard Lazar, salah seorang anak muda Maumere yang menjadikan fotografi/videografi sebagai ladang pekerjaannya.

Kepada kami, dia sampaikan bahwa rata-rata jasa fotografi untuk tiap kali penyelenggaraan acara diganjar dengan nominal sebesar 2,1 juta rupiah. Sementara besaran harga untuk videografi, 2 juta rupiah.

“Angka tersebut bisa bertambah atau berkurang, tergantung kesepakatan paket item-item dengan pemesan,” tambah Bernard yang memberi nama usahanya, Ina Picture.

Ada juga beberapa jasa lain yang mendulang rupiah dari penyelenggaraan pesta seperti jasa seragam pelayan, penyanyi pesta, gedung atau aula, jasa dekorasi dan jasa-jasa lainnya.

Kesemuanya ini pada dasarnya menghidupkan suasana pesta sekaligus dihidupi oleh pesta itu sendiri.

Bukan tidak mungkin, pesta akan menjadi sebuah industri. Mengapa tidak? Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya usaha-usaha ekonomi yang mengitari sebuah pesta.

Irenius J. A Sagur & Elvan De Porres

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA