Kemerdekaan Masih Jauh Panggang Dari Api, Ini Permintaan Penyandang Disabilitas di Sikka

Maumere, Ekorantt.com – Indonesia genap 75 tahun merdeka. Namun bagi penyandang disabilitas kemerdekaan itu belum sepenuhnya dirasakan. Masih jauh panggang dari api.

Pernyataan ini dilontarkan pasutri difabel Yosef Loku-Albina Abong Wadan yang berprofesi sebagai penjahit di Lantai 2 Pasar Tingkat Maumere kepada Ekora NTT 14 Agustus 2020 lalu.

Pasutri yang mengontrak salah satu los pasar dan bertulis “Penjahit Sederhana” tersebut mengatakan, hingga sekarang pemerintah belum melaksanakan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas secara total.

Penyataan undang-undang yang terdapat pada pasal 2 dalam UU nomor 8 tahun 2016, kata Yos, seperti tanpa diskriminasi, kesetaraan, aksesibilitas, perlakuan khusus dan perlindungan sama sekali belum dirasakan.

“Secara radikal saya jujur mengatakan di Kabupaten Sikka tidak ada penyandang disabilitas, walau faktanya ada. Karena perlakuan sama dengan orang normal dan pukul rata. Padahal penyandang disabilitas orang yang berkebutuhan khusus yang harus diperhatikan dan itu amanah undang-undang,” tandas Yos.

iklan

Selama 11 tahun menjahit, demikian Yos, belum ada bantuan apapun dari pemerintah maupun lembaga swasta.

Kendati demikian, Yos dan Albina mampu mengembangkan usaha dan hidup mandiri.

“Saya memiliki ketrampilan menjahit bersama istri . Bisa memiliki rumah sendiri. Bisa membiayai pendidikan 6 orang anak dan kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.

“Walaupun sebagai difabel dengan mengontrak los pemerintah, saya juga berkontribusi untuk PAD Kabupaten Sikka. Hanya sayangnya tidak pernah diberikan suntikan modal untuk pengembangan usahanya,” ujar Yos.

Pada HUT Intan RI ke-75, Pasutri Yos-Albina meminta empat hal, pertama, penyandang disabilitas yang berstatus mandiri harus diperhatikan pemerintah.

“Kami tidak butuh dikasihani tapi modal untuk usaha,” tegasnya.

Kedua, 22 hak difabel sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang RI nomor 8 tahun 2016 harus diperhatikan.

Ketiga, pemerintah dan DPRD Sikka harus duduk bersama untuk membuat Perda tentang hak- hak difabel supaya ada legalitas dan memiliki payung hukum.

Keempat, meminta pemerintah khususnya kelurahan atau desa untuk mendata kembali penyandang disabilitas di wilayahnya “sehingga punya data dan diutamakan khususnya bantuan dari pemerintah”.

Secara terpisah, Ketua Forum Belarasa Difabel Nian Sikka (Forsadika), Maria Norma Yunita Ngewi kepada Ekora NTT dalam nada yang sama mengungkapkan, penyandang disabilitas belum merdeka karena belum terakomodirnya hak-hak difabel.

Jebolan Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Universitas Nusa Nipa Maumere itu mengatakan masih banyak difabel yang belum memiliki identitas sebagai warga negara seperti Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga.

“Selama pandemi, bantuan pemerintah tidak menyentuh mereka. Karena tidak terdata dalam KTP maupun KK. Selain itu belum memiliki BPJS Kesehatan, ” ungkap Norma prihatin.

Ia pun mengakui masih ada diskriminasi dalam lembaga pendidikan. Fasilitas publik di kantor, baik pemerintah maupun swasta di Sikka, tambah Norma, belum menyiapkan RAM (jalan aksesible) bagi difabel.

Yuven Fernandez

TERKINI
BACA JUGA