Bajawa, Ekorantt.com – Sepanjang krisis COVID-19, kita mengalami resesi ekonomi yang dalam serentak dengan proses pemulihan yang berjalan lamban ketika dampaknya terus meluas.
Meski beberapa hari lalu, kita perlu cukup bergembira bahwa International Monetary Fund (IMF) melaporkan status Produk Domestik Bruto (PDB) kita, sebagai salah satu yang terbaik di dunia setelah India dan Cina, tetapi, tetap saja, angka-angka itu tidak mampu menutup persoalan riil di masyarakat bawah, karena, masih banyak populasi masyarakat kita yang hidup dalam kondisi menderita.
Ini adalah kondisi yang meresahkan dan mestinya menggerakkan kita untuk bersikap. Kita semua punya tanggungjawab yang sama untuk berfokus langsung dalam membantu mereka yang membutuhkan sembari kita berjuang untuk menumbuhkan ekonomi.
Hari-hari ini, pembicaraan yang lebih baik tentang kemiskinan harus mengarah pada kebijakan publik yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sambil memberikan jaring pengaman yang efektif bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya.
Dari sisi kebijakan publik, adalah sangat mendesak untuk mempromosikan kebijakan pro-pertumbuhan yang efektif seperti pemotongan belanja pemerintah, pelonggaran peraturan yang memberatkan bisnis usaha kecil, dan pengurangan tarif pajak untuk meningkatkan insentif dalam berproduksi bagi masyarakat kebanyakan.
Kebijakan publik yang baik, dalam prosesnya, dapat mereformasi program kesejahteraan yang berkontribusi pada penurunan kemiskinan yang diwariskan secara turun temurun seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
Dalam porsi yang berbeda, di level kelompok masyarakat, kita perlu membangun kepedulian yang serius melalui keterpanggilan moral untuk membantu sesama yang mengalami kesusahan.
Melalui kepedulian yang kita berikan, semakin cepat kita dapat menghadirkan kondisi yang memungkinkan setiap orang memiliki kesempatan untuk bangkit dan berkembang.
Membingkai ulang perhatian kita terhadap kemiskinan dapat membantu kita mengalihkan perhatian moral kembali ke tempatnya, pada orang yang membutuhkan dan yang paling rentan karena desakan kemiskinan.
Gagasan kepedulian ini yang coba diinisisai oleh Arnoldus Wea melalui gerakan AWPeduli untuk membantu beban tiga anak, yaitu Kris (9 tahun), Yoan (7 tahun), dan Erto (4 tahun), yang hidup dalam kemiskinan karena ditinggal ayah merantau dan ibu mengalami gangguan jiwa, sehingga mereka terpaksa hidup sendiri di hutan dengan tempat tinggal yang tidak layak di Desa Were 1, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Bantuan ini sejatinya tidak dilakukan oleh AWPeduli sendiri, tetapi bersama dengan masyarakat Were 1 yang sangat peduli terhadap kondisi ketiga anak ini, di mana, masyarakat Were 1 yang terdiri dari anak muda dan beberapa orang tua telah terlebih dahulu membantu membangun rumah layak huni bagi mereka.
Bantuan berupa uang tunai yang diberikan oleh AWPeduli tidak seberapa banyak, tetapi menanggapi bantuan ini, tokoh masyarakat yang hadir, Bapak Rius Resi, mengucapkan terima kasih berlimpah karena sangat membantu. Uang yang ada akan digunakan dengan baik untuk melangkapi kebutuhan mereka setelah rumah selesai dibangun.
Saat dikonfirmasi soal bantuan yang diberikan, Arnoldus Wea selaku pendiri gerakan AWPeduli mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang terlibat, menaruh perhatian bagi masyarakat yang mengalami kesusahan, terutama masayarakt Were I. Ia berharap, ke depan akan ada banyak orang yang mau terlibat menolong sesama yang mengalami kekurangan.
Bagi Arnoldus Wea, menyentuh yang kesusahan dan merangkul yang kesulitan adalah panggilan moral kita bersama.